Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Tahta tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Namun sebagian orang menganggap kata-kata itu hanyalah sebuah bualan belaka. Bagiku pernyataan tersebut tidak dapat disepelekan begitu saja. Mengikhlaskan memang memiliki tahta tertinggi di dalam kehidupan ini.
Dengan mengikhlaskan sama saja kita harus merelakan kebahagiaan yang kita rasakan menjadi milik orang lain. Hal inilah yang saat ini sedang aku rasakan. Di mana aku harus ikhlas merelakan sesosok lelaki yang sangat aku cintai.
Meskipun berat rasanya, aku terus berusaha untuk melupakannya. Sakit rasanya melihat orang yang sangat aku cintai harus bersanding di pelaminan dengan wanita lain.
Ingin marah rasanya tetapi aku tidak memiliki hak apapun untuk melarangnya.
"Cinta, silakan dinikmati hidangannya. Maaf ya nggak ada yang spesial di sini. Soalnya acaranya sangat mendadak". Ucap kak Imah menyuruhku untuk mencicipi hidangannya sudah terjadi di hadapanku saat ini.
"Iya kak terima kasih. Nanti pasti akan saya cicipi semuanya". Ucapku dengan ramah menjawab perkataan dari kak Imah.
Kak imah merupakan kakak ipar dari ariesandi atau Ari yaitu mantan pacarku yang tega memilih wanita lain.
Saat ia memutuskan untuk menikah dengan wanita itu, hubungan kami masih sepasang kekasih. Ia memberitahuku tentang keputusannya untuk menikahi wanita itu melalui ponsel genggam nya.
~flashback~
Kring kring kring
Ponselku berdering. Kulihat tertera nama 'Ariesandi Sayang ' yang menelponku. Namun aku tidak mengangkat panggilan telepon darinya.
Bukan karena tak ingin, tetapi saat ini aku sedang bekerja. Pekerjaanku sangatlah banyak, jangankan untuk mengangkat telepon makan pun sudah tak sempat lagi. Hal itulah yang membuatku tidak menggambarnya hingga beberapa hari ini.
Aku tetap meluangkan lagi untuk menggambarnya dikalah aku sudah tidak sibuk lagi.
Iya menelponku sampai beberapa kali, aku tetap tidak mengangkatnya. Bahkan bosku yang mendengar dering HP milikku berbunyi mulai merasakan ketidaknyamanan. Oleh sebab itu aku memutuskan untuk mematikan ponselku sampai semua pekerjaanku ini selesai.
Bekerja sebagai seorang karyawan di konveksi bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih saat pesanan pelanggan sangat banyak, kami harus bekerja ekstra untuk menyelesaikannya.
Sudah mau berapa kali Ari memintaku untuk meninggalkan pekerjaan ini. Namun Aku menolaknya, Aku tidak ingin bergantung kepada siapapun. Baik orang tuaku ataupun Ari yang masih berstatus sebagai pacar ku.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 sore. Beruntungnya semua pesanan pelanggan sudah kamu selesaikan hari ini. Sehingga aku tidak diminta untuk lembur oleh Bos ku.
"Cinta silakan pulang. Hari ini kita tidak lembur ya karena sudah selesai. Iya besok jangan lupa datang lagi, kita mungkin besok akan lembur soalnya banyak pesanan." Ujar bosku memberitahu.
"Alhamdulillah, terima kasih Bu. Akhirnya hari ini saya bisa tidak lembur." Ungkapkan mengucap rasa syukur.
"Loh kamu nggak senang lembur? Orang kerja tuh senang lembur loh. Dapat gajinya banyak setiap bulan. Kok kamu nggak seneng sih?" Ujarnya heran.
"Iyalah Bu Ani. Tentu saja saya tidak senang, sebab selang malem bur saya tidak bisa memberikan kabar kepada pacar saya." Terangku kepada Bu Ani yang merupakan pemilik konveksi ini.
Sebenarnya ia merupakan sosok bos yang sangat dermawan. Akan tetapi, kalau pesanan membludak ia menjadi sangat menyebalkan.
Seperti saat ini, banyaknya pesanan membuat ia melarang kami sebagai karyawannya untuk memainkan ponsel. Bahkan untuk makan saja kami hanya diberi waktu 15 menit.
"Heleh baru pacar aja kok. Kalau suami baru kamu harus panik. Kalau pacar belum tentu dia jadi milik kamu dan belum tentu juga dia bisa menjadi sosok lagi yang baik untuk kamu. " Ucap Bu Ani menasehati ku.