"Aku mencintaimu Al, sejak saat itu... Saat pertama kita bertemu ketika aku dan orang tuaku datang untuk melamarmu" ucap laki-laki itu pada gadis yang kini sedang ia tatap. Keduanya dijodohkan oleh orang tua mereka, tanpa tahu dengan siapa dan dengan paksaan harus menerima. Apalagi Genta, yang saat itu masih memiliki beberapa pacar, sebagai pembenaran atas predikat play boy yang ia sandang. Namun siapa sangka saat Genta melihat gadis pilihan orang tuanya itu, untuk pertama kalinya ia langsung dibuat jatuh cinta. Tapi apakah sang wanita mampu menerima jodoh pilihan ayahnya? Yang tak lain adalah Genta Mackenzie. Dan ... apakah ungkapan dari laki-laki bule yang sedang duduk dihadapannya itu akan ia terima?
"Al! Besok kamu jangan ke mana-mana!"
Suara Ayah yang tiba-tiba itu, sontak mengagetkanku.
"Memang ada apa Yah?"
Tak biasanya seperti itu. Padahal tanpa di suruh pun, jika tak ada kelas maka aku akan diam saja di rumah.
Tapi pertanyaanku tidak disambut ramah. Ayah hanya memandang sekilas hingga akhirnya duduk tepat di depanku.
"Besok teman Ayah akan datang untuk melamar kamu." Ucapnya dengan muka datar. Namun tetap membuat kumis tipisnya ikut bergerak.
Mendengar itu bukan hanya bulu kudukku. Bulu ketek dan bulu hidung pun ikut berdiri mendengar jawaban itu. Otakku benar-benar ngeblank!
Jantung sudah lari maraton, sedang hati juga mulai resah menanti ucapan selanjutnya dari Ayah.
"Dan Ayah tak akan menolak lamarannya!"
Degh! Hatiku lemas, jantungku lelah. Badanku tak lagi mampu menopang bobot sendiri, dudukku pun seketika merosot.
"Benarkan ini? Bahkan keinginan berumah tangga saja aku tak memilikinya" Hatiku terus menduga-duga.
"Ini becanda kan Yah?!" Mungkin saja kan, Ayah tahu kejahilan anak jaman sekarang hingga ingin mempraktikkan pada anaknya sendiri.
"Ayah serius! Hal seperti ini tak pantas jika dijadikan bahan guyonan!"
Jika tadi hanya jantung dan hati yang lemas, kini empedu dan pankreas pun ikut tak terima mendengar ucapan Ayah. Sungguh malang nasibku, Mak!
"Mah ... " Aku menatap Mama dengan mata yang memerah. Ucapan Ayah memang sepertinya bukan guyonan, tapi otak masih berharap bahwa ini bukan kenyataan.
"Aku nggak mau nikah sama Om-om Yah. Aku nggak mau sama laki-laki tua!" Sesak yang kupendamkan beberapa detik ini akhirnya aku keluarkan.
Jelas! Siapa yang mau menikah dengan Om-om. Jika sudah saling kenal mungkin tak masalah, tapi ini? Bahkan seperti sedang membeli merpati yang masih terbang di awang.
"Kok tua?" gumam Ayah yang masih bisa terdengar olehku.
"Bukankah teman Ayah yang akan datang melamar aku?! Bisa disimpulkan kalau laki-laki itu sudah tua kan?!"
"Astaga! Al ... Bukan begitu."
Bukan meneruskan ucapannya. Tapi malah tawanya yang kemudian menggema. Tak ibakah pada aku, Anaknya ini.
"Teman Ayah memang datang untuk melamar kamu ... " ucapannya terjeda karena bibirnya seperti masih menahan tawa.
"Tapi, bukan untuk dirinya sendiri. Tapi untuk anaknya!"
Demi apa! aku ingin menangis. Mataku yang semula hanya berembun dan belum basah kini telah mengucur deras.
"Lah, Malah nangis. Ini gimana siih?"
Semakin aku kencangkan saja suaraku, kala mendengar suaranya itu. Sebagai aksi protes karena dengan sesuka hatinya, menjodohkan anaknya tanpa meminta persetujuan dulu.
"Kalau ngomong yang jelas dong, Yah. jangan setengah-setengah gitu. Jatuhnya jadi ambigu!"
Meski aku kecewa, namun masih belum melihat adanya celah untuk menolaknya. Biarlah aku pikirkan nanti.
"Tapi kan, bener ... " jawabnya dengan kekehan kecil di akhir kalimatnya.
Astaga! Tak ada ibakah di hati lelaki tua yang selalu aku agungkan itu? Kenapa masih bisa menertawakanku seperti itu!
"Aku kan masih muda Yah. Kenapa harus menjodohkanku segala" Aku mendesah pelan, kali ini.
"Nggak ada yang menjodohkan kamu Al ... Nggak ada!"
"Kalau nggak ada. Lalu ini apa namanya Yah?!" Astaghfirullah.
"Kan dia yang memang mau datang melamar. Ayah nggak ada niat sama sekali buat jodohin kamu"
Orang tua memang omongannya selalu benar. Jadi yang nggak mau disalahkan bukan hanya perempuan saja, tapi laki-laki juga, sama saja.
"Lalu tadi, Kenapa bilang akan menerima lamaran itu. Apa itu masih belum cukup dikatakan bahwa Ayah mau menjodohkan aku!" Perutku tiba-tiba lapar menghadapi masalah seperti ini, huh.
Dan, lagi! Kenapa Mama dari tadi hanya diam saja, kenapa tidak membelaku. Apakah ini merupakan hasil dari konspirasi keduanya?
"Dia pemuda yang baik, meski bukan makhluk alim, tapi dia tahu kondratnya sebagai hamba tuhan. Dan yang jelas lagi dia sudah mapan juga pandai mengurus kantor. Jadi kalau sewaktu-waktu ayah butuh bantuan di kantor, ia bisa diandalkan" Alasan macam apa itu,
"Huufft ... Oke baiklah. Semoga yang Ayah katakan memang benar" Hatiku memberikan sinyal, mungkin kali ini aku memang harus mengalah.
Bukankah perihal jodoh sudah ada aturannya, jika memang dia nantinya bukanlah jodohku pasti ada jalan untuk lari darinya. Benarkan?
"Namanya Genta. Genta Mackenzie!" Tanpa aku minta Ayah sudah menyebutkan nama pemuda yang katanya sudah mapan itu.
Optimis yang tadi sudah aku bangun, kini mendadak hilang entah ke mana. Hati yang sebelumnya sudah siap menerima, kini kembali luruh ingin menolak semuanya.
"Mah ... Aku nggak mau nikah sama dia Mah. Mendengar namanya saja aku sudah merinding."
Entah mengapa, saat mendengar namanya disebut, aku langsung terbayang satu karakter detektif cilik dalam komik detektif Conan. Apakah ... bentuknya mirip? Aku bergidik ngeri membayangkan itu. Lupa jika air mata saja masih belum kering dari wajahku.
"Memang ada apa dengan namanya Al? Apakah kamu tidak percaya dengan pilihan Ayahmu? Insyaallah laki-laki itu benar adanya. Seperti yang Ayahmu katakan tadi"
Fix, Mama sama Ayah telah berkonspirasi dan bersekongkol untuk perjodohan ini. Aku yakin itu!
"Kak! Sesuai titah sang Romo. Kakak harus turun sekarang!" Apa-apaan itu, adik tak punya akhlak. Mengagetkan empeduku saja!
Dua puluh empat jam ternyata secepat itu berlalu, kemarin aku masih protes untuk menolak lamaran ini, namun kini keluarga pelamar sudah datang. Harus dengan cara apa aku menolaknya?!
Dan lagi, kenapa aku harus dandan secantik ini? Pakai bedak, pakai perona bibir, pakai minyak wangi, pakai baju bagus, pakai, eh ... kenapa jadi ngelantur gini!?
"Kak! Cepetan!" Suara Agus Kembali menggema. Kembali membangunkan otakku yang masih bertapa di perenungan. Dan ini, kenapa otakku berdetak kencang, eh jantungku. Apakah aku grogi?
Masih dengan hati berdebar ... Eh, astaga jantung berdebar. Eh jantung apa dada yang berdebar? Intinya itu. Aku berjalan di belakang mengikuti Agus.
Meski dia lebih muda dariku, tapi jauh lebih tinggi. Tentu langkah kakinya juga lebih lebar. Membuat aku yang langkahnya memang kecil ini akhirnya tertinggal.
Dan sialnya. Saat aku melihat wajah-wajah asing yang baru aku lihat hari ini, aku terpukau dengan satu wajah "Masyaallah duplikatnya Song Kang"
"Apa duplikatnya Kukang?" Dengan dahi yang berkerut laki-laki yang kupandangi takjub itu bertanya dengan lirih.
Astaghfirullah! Suara yang kukira hanya aku ucap dalam hati, ternyata juga terucap bibir. Dasar bibir laknat.
"Kak kalau lihat ada cowok ganteng, bisa jaga image dikit nggak? Aku kan juga ganteng, tapi Kakak nggak pernah terpesona"
Astaga! Ucapan macam itu? Tidak mungkin juga jika aku terpesona dengan adikku sendiri kan? Iya kan?
Semua terkikik geli, termasuk pemuda itu. Ah, inikah kesan pertama yang aku berikan pada mereka!?
Sekilas, aku melirik Ayah. Pria setengah abad itu, sekarang memandangku dengan senyum tipisnya.
Sedangkan Mama, dia seperti menikmati obrolan dengan calon besan. Eh, ... Calon besan?
Kutepuk pelan bibirku beberapa kali. Kalau ditepuk kasar, sayang masih perawan. Wkwkwkw
Satu yang seharusnya Ayah ingat. Wajah rupawan tak bisa menjamin sebuah kebahagiaan. Uang banyak juga tak selalu bisa mengubah derita menjadi bahagia. Tapi Ayah, ... Apakah laki-laki yang bahkan kini masih kupanggil ayah itu paham akan kata hatiku?
Bab 1 Lamaran
10/01/2022
Bab 2 Sini, aku cium aja!
10/01/2022
Bab 3 Getaran ini, Apakah cinta !
10/01/2022
Bab 4 Pengganggu
10/01/2022
Bab 5 Play Boy
10/01/2022
Bab 6 Nonton
10/01/2022
Bab 7 Mau ketemu calon mertua
10/01/2022
Bab 8 Makan masakan calon istri
10/01/2022
Bab 9 Genta Mackenzie
10/01/2022
Bab 10 Kekepoan temanku
10/01/2022
Bab 11 Lamaran resmi
10/01/2022
Bab 12 Siapa !
10/01/2022
Bab 13 CLBK
10/01/2022
Bab 14 Kukuras dompetmu!
10/01/2022
Bab 15 Terlalu sedikit
10/01/2022
Bab 16 Bukan mahram
10/01/2022
Bab 17 Enak ya kalau dijodohin
10/01/2022
Bab 18 Aku Lupa!!!
10/01/2022
Bab 19 Memantapkan hati
10/01/2022
Bab 20 Tak pandai merangkai kata
10/01/2022
Bab 21 Kalau berduaan, akan ada pihak ketiga yang datang, namanya setan!
11/01/2022
Bab 22 Qobiltu
12/01/2022
Bab 23 Hati-hati sayang!
13/01/2022
Bab 24 Hilangnya Alyah
13/01/2022
Bab 25 TERNYATA...
14/01/2022
Bab 26 Fiting gaun pengantin
14/01/2022
Bab 27 Laki-laki lain
15/01/2022
Bab 28 Menuju hari H
16/01/2022
Bab 29 SAAAAH!!!
20/01/2022
Bab 30 Jama'ah Pertama
22/01/2022
Bab 31 Genta Menyanyi...
25/01/2022
Bab 32 Unboxing!!!
25/01/2022
Bab 33 PIKTOR
28/01/2022
Bab 34 Kecupan pertama untuk Genta
04/02/2022
Bab 35 Lupa bawa baju ganti
08/02/2022
Bab 36 Dan akhirnya terjadi
10/02/2022
Bab 37 Pindahan
18/02/2022
Bab 38 Manja
23/02/2022
Bab 39 Nginep
24/02/2022
Bab 40 Problematika
04/03/2022