Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Hasil semua periksaan, semuanya baik, Bu. Rahim Ibu tidak bermasalah,” kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksanya.
“Tapi, kenapa saya tak kunjung hamil, Dok?” tanya wanita cantik bernama Syaqila tersebut.
Penasaran kenapa ia tak kunjung hamil, wanita itu memutuskan untuk memeriksa rahimnya. Sebenernya ini bukan yang pertama kalinya ia memeriksa hal tersebut, sudah berulang kali dan berbeda Dokter. Semua hasil pemeriksaan Dokter menyatakan kondisi rahimnya sangat baik. Tapi, kenapa ia tidak kunjung hamil juga? Bahkan ia selalu berkonsultasi dengan Dokter bagaimana cara agar cepat hamil. Melakukan program hamil pun sudah pernah ia dan suaminya—Nusa jalani, tapi hasilnya selalu gagal.
“Apa sebelumnya Ibu pernah memakai KB?”
“Enggak, Dok. Dari awal saya menikah bahkan sudah jalan tiga tahun ini, saya tidak pernah memakai KB apapun,” jawab Syaqila sambil menggeleng kepalanya.
Kerena memang selama ini ia tidak pernah memakai KB. Dari awal menikah ia dan suaminya memang tidak ingin menunda mendapatkan momongan. Apakah mungkin memang Tuhan belum menghendaki mereka untuk punya anak saja? Hingga sampai saat ini dirinya tak kunjung hamil juga.
“Obat-obat mungkin?” tanya Dokter lagi. Dari raut wajahnya Dokter bernama Sinta itu nampak menemukan sebuah hal yang janggal. Namun, sebelum ia memberitahu Syaqila, ia ingin memastikannya dulu, benar atau tidak dugaannya tersebut.
“Obat-obatan?” ulang Syaqila, seperti tengah berpikir. Dokter Sinta mengangguk.
“Saya gak pernah memakai barang haram itu, Dok,” lanjut Syaqila. Sepertinya ia salah paham dengan apa yang dimaksud oleh Dokter Sinta.
Membuat Dokter Sinta terkekeh, “bukan obat itu maksud saya, Bu. Mungkin Ibu punya riwayat penyakit apa, dan mengharuskan mengonsumsi obatnya, begitu?”
“Oh, maaf Dok, seperti saya salah tanggap.” Syaqila kikuk, “saya tidak mempunyai riwayat penyakit apapun, Dok. Tapi ... saya baru ingat, saya memang suka mengonsumsi satu obat rutin sebelum saya tidur,”
“Obat apa?” pungkas Dokter Sinta.
Syaqila nampak ragu untuk mengatakannya, tepatnya malu. “Emm ... obat kesuburan, Dok,” jawabnya pelan, tapi masih terdengar oleh Dokter Sinta.
“Apa nama obatnya?” tanya Dokter Sinta lagi.
“Kalau itu saya lupa, tapi bentuknya kecil gitu Dok, obat pil gitu, warnanya ada yang kuning sama warna putih,” jelas Syaqila, ia memang lupa nama obatnya apa.
Karena setiap akan meminum obat tersebut, Syaqila tinggal meminumnya saja, biasanya Bibi dirumahnya yang selalu menyiapkannya. Jadi ia tidak pernah melihat merek obat tersebut, bahkan jika obat tersebut habis, Nusa yang selalu membelinya.
Dokter Sinta nampak mengangguk-angguk kepalanya. “Boleh saya lihat obatnya?”
“Saya gak bawa, Dok.”
“Oh, gak apa-apa. Saya cuman mau lihat aja, memastikan obatnya itu benar atau tidak, soalnya sekarang banyak obat abal-abal. Kalau saya boleh tahu obat yang Ibu Syaqila minum itu obat herbal atau resep Dokter?”
“Emm, tepatnya inisiatif sendiri sih, Dok. Ikhtiar,” jawab Syaqila jujur. “Saya belum pernah konsultasi mengenai obat penyubur yang saya minum. Kalau besok saya balik lagi ke sini buat kasih lihat obatnya ke Dokter, gimana?”
“Tentu saja boleh, saya tunggu.”
“Baik, Dok. Kalau begitu saya permisi,” pamit Syaqila.
Dokter Sinta mengangguk, setalah itu Syaqila pun berlalu dari sana.
“Apa mungkin efek samping dari obat itu ya jadi aku gak kunjung hamil juga?” gumam Syaqila.
“Tapi, 'kan, obat itu obat penyubur, mana mungkin efek sampingnya seperti itu?” gumamnya lagi bermonolog sendiri, seraya melajukan mobilnya meninggalkan Klinik tersebut.
Tapi, apa salahnya bukan jika ia konsultasi mengenai obat yang sering ia minum itu pada Dokter Sinta, siapa tahu memang obat itu tidak cocok dengannya.
***
Syaqila kini tengah berkutat di dapur di bantu oleh Bi Nur asisten rumah tangganya. Selepas pulang dari Klinik tadi, ia mendapatkan pesan dari Nusa jika malam ini Ibu mertuanya—Bu Yanti, akan berkunjung ke rumah mereka.
Untuk menyambut kedatangan sang Ibu mertua. Syaqila pun memutuskan untuk memasak dengan menu spesial untuk malam malam kali ini, tak lupa ia juga memasak makanan kesukaan Ibu mertuanya.
Kurang lebih dua jam akhirnya Syaqila dan Bi Nur pun selesai menghidangkan makanan tersebut. Syaqila tersenyum puas saat ia melihat beberapa menu masakan yang ia buat sudah tertata apik di atas meja makan.
Seraya menunggu kepulangan suaminya bersama Ibu mertuanya. Syaqila pun memutuskan untuk membersihkan badannya terlebih dahulu. Tidak lucu bukan jika nanti mereka tiba, dirinya masih bau bawang.
Kurang lebih setengah jam, akhirnya Syaqila pun selesai mandi dan berganti pakaian, tidak lupa juga ia menghias wajahnya dengan make-up natural.
“Mas Nusa dan Ibu kok belum sampai juga ya?”
Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. Biasanya Nusa sampai ke rumah sebelum magrib, jika pun suaminya itu menjemput Ibunya dulu, seharusnya sudah tiba dari setengah jam yang lalu, kerena rumah Ibunya tidak jauh masih satu kota, hanya beda kecamatan saja.
Hingga akhirnya deru mesin mobil pun terdengar memasuki carport rumah mereka. Bisa dipastikan itu adalah mobil milik Nusa, dengan segara Syaqila keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menyambut kedatangan suami dan Ibu mertuanya.
Dengan senyuman yang merekah Syaqila pun membuka pintu rumah, saat pintu terbuka ia mendapati Nusa—suaminya serta Ibunya sudah berdiri di sana. Tapi, tunggu! Ternyata mereka tidak datang berdua, melainkan ada seorang wanita cantik ikut bersamanya. Siapa wanita itu?
“Assalamualaikum,” ucap mereka.
“Waalaikumsalam.” Syaqila membalas salam mereka. Lalu ia menyalami Ibu mertuanya serta suaminya dengan takzim.
Sebenernya Syaqila penasaran siapa wanita yang ikut serta datang bersama dengan suami dan Ibu mertua itu, namun rasanya tidak etis jika ia langsung bertanya saat ini.
“Silahkan masuk,” ujar Syaqila mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan mereka pun masuk.
“Aku mau mandi dulu,” pamit Nusa seraya melanjutkan langkahnya. Entah mengapa dari raut wajah suaminya itu, Syaqila melihat ada sesuatu yang aneh.
“Iya, Mas. Jangan lama-lama ya, aku udah siapkan makan malam, baju ganti Mas udah aku siapkan juga di kamar,” kata Syaqila langsung mendapatkan anggukan dari suaminya itu.
Tadi ia memang sempat menyiapkan baju ganti untuk suaminya juga, kerena tahu jika Ibu mertuanya akan datang, jadi ia terlebih dahulu menyiapkan keperluan untuk suaminya.
Sementara Ibu Yanti dan wanita yang entah siapa itu, kini sudah duduk di sofa yang ada diruang tamu.
“Gimana kabar kamu, Nak?” tanya Bu Yanti usai kepergian Nusa. Seperti biasa Ibu mertua Syaqila itu memang selalu bersikap ramah, cara bicaranya pun sangat lembut. Jika beliau sedang marah atau kesal pun tidak pernah berbicara dengan nada yang tinggi, tapi jangan salah, ibarat kata lidah tidak bertulang, terkadang dibalik sikap lemah lembutnya ada racun yang berbisa siap memangsa lawan bicaranya. Tajam, setajam belati, jika perkataan dirinya tidak dituruti.
“Alhamdulilah, baik Ma,” jawab Syaqila. “Mama, gimana?” Lanjutnya, namun tatapan Syaqila mencuri pandang pada wanita cantik yang duduk di samping ibu mertuanya itu.
“Sepertinya yang kamu lihat, Sya. Mama juga baik kok. Oh iya, kenalkan ini Lara, dia anaknya temen Mama,” ujar Bu Yanti. Ia tahu jika menantunya itu pasti bertanya-tanya siapa wanita yang ikut bersamanya.
‘Anaknya temen Mama? Ngapain dia ikut ke sini?’ ucap Syaqila, namun hanya terdengar oleh bilik hatinya. Rasanya ia ragu jika bertanya hal tersebut secara langsung kepada Ibu mertuanya.
“Hallo, Mbak. Kenalkan aku Lara, Tante sering banget loh cerita banyak tentang Mbak Syaqila sama saya,” kata Lara, memperkenalkan dirinya secara langsung seraya mengulurkan tangannya kearah Syaqila.
Syaqila tersenyum, ia pun membalas uluran tangan wanita bernama Lara tersebut. “Saya Syaqila, istrinya Mas Nusa,” ucap Syaqila.
Entah mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba Syaqila memperkenalkan dirinya seraya mempertegas posisinya jika ia adalah istri dari Nusa. Apa ini terlalu berlebihan?
“Iya saya tahu kok, Mbak, semoga nanti kita bisa akur ya, Mbak,” ujar Lara seraya melepaskan jabatan tangannya lebih dulu.
Akur?
Syaqila mengerutkan keningnya, apa maksud perkataan Lara?