Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
(Aku) Istri Yang Dimadu

(Aku) Istri Yang Dimadu

Pena Queen

5.0
Komentar
462
Penayangan
10
Bab

Tinggal satu rumah dengan seorang madu tidaklah membuat Rumi nyaman, walaupun suaminya bilang bahwa dia tidak mencintai wanita lain selain Rumi dan terpaksa menikah atas permintaan Rumi, apakah Rumi tidak boleh merasa khawatir dan was-was? Apalagi kalau madunya adalah Salwa, adik tirinya yang sangat Rumi tahu seorang wanita yang licik. "Sudahlah Mas, akui saja. Sebenarnya Mas suka 'kan sama aku?" "Mas, apa benar Mas sudah mencintai Salwa?" "Maaf rumi, Mas tidak tahu kapan cinta itu datang. Tapi Mas tidak bisa berbohong, Mas sudah jatuh cinta pada Salwa." Dan pengakuan itulah yang membuat tubuh Rumi melemas, dadanya sesak, lidahnya kelu dan seketika air matanya luruh. Arumi nasha, wanita yang harus tinggal satu rumah dengan Salwa. Istri kedua dari suaminya yang tak lain adalah adik tiri Rumi.

Bab 1 Penghianatan

Selama sakit, Rumi hanya bisa menghabiskan waktunya di tempat tidur.

Tidak bisa bergerak kecuali ke kamar mandi untuk wudhu, itu juga masih harus

sholat duduk di tempat tidur.

Bahkan selama dua hari terakhir, Mira lah

orang yang selalu mengantarkan makanan ke kamar Rumi.

Bukan karena Habib tidak

mau, tapi dia terlalu sibuk akhir-akhir ini hingga harus memberikan tugasnya pada

Mira.

Tak masalah, setidaknya dia masih memberi Rumi perhatian.

Sepanjang malam mereka tidur bersama, Habib juga selalu memeluk Rumj, tapi ada yang aneh padanya.

Di malam pertama setelah Rumi pulang, Rumi melihat bibirnya tampak bengkak.

Di malam kedua, Rumi melihat lehernya

dipenuhi noda merah, dan di malam ketiga, Rumi melihat noda merah serta

bibirnya yang bengkak itu secara bersamaan.

Maaf, bukannya Rumi mau

suudzon, tapi Rumi mencurigainya setelah

mencium parfum Salwa di tubuh lelaki ini.

Rumi istrinya, ia tahu bagaimana kondisi

suaminya setelah ... dia ciuman.

Mereka sudah melakukannya beberapa kali tahun lalu, dan itu cukup memberi Rumi gambaran apa yang terjadi di bibirnya, begitu juga dengan leher.

"Mir, apa kamu melihat ada sesuatu yang aneh pada mas Habib beberapa hari ini?" Tanya Rumi pada Mira saat dia sedang menidurkan Rizky.

"Aneh bagaimana, Bu?" Tanya balik Mira

"Entahlah, saya melihat mas Habib beberapa hari belakangan ini agak aneh.

Dia sering bangun tengah malam, entah

pergi ke mana, tapi saat kembali bibir dan

lehernya selalu merah. Itu mirip seperti ...

kalau saya dan Habib ciuman. Eum, maaf,

ya? Kalau ucapan saya terdengar tidak

sopan," jelas Rumi lebih rinci.

Mira terdiam, dia nampak tidak mau berkomentar tentang ini.

Tapi dia mengaku juga merasakan hal yang sama,

tepatnya perubahan sikap Habib yang

semakin lengket dengan Salwa.

Selama Rumi sakit, Salwa lah orang yang selalu

menyiapkan makanan untuk Habib, mereka bahkan sempat masak bersama

kemarin.

Pengasuh Rizky ini curiga jika Habib sudah

mulai menaruh simpati pada Salwa, bukan

hanya sekedar perlakuan baik, tapi juga

semakin dekat layaknya sepasang suami

istri.

Itu jelas melanggar perjanjian pernikahan mereka, dan Mira mulai

berpikir jika Habib sudah benar-benar

mencintai Salwa.

Hingga pada malam berikutnya, Rumi

memutuskan untuk tidak tidur.

Teringat pada malam pertama setelah ia pulang

dari peternakan, Habib sempat mempermasalahkan tentang Faisal yang

mengantar Rmi pulang.

Dia marah, Habib mengakui

kecemburuannya itu.

"Mas tidak suka jika

kamu terus-terusan dekat dengan lelaki

itu. Ingat, Rumi dia seorang duda, tidak ada alasan baginya untuk tidak mencintaimu!" Begitulah yang Habib katakan pada Rumi.

Mungkin kesempatan itulah yang Salwa

ambil untuk semakin mendekat pada

Habib.

Dan malam ini Rumi akan

membuktikannya sendiri.

Saat Habib

ke luar kamar, Rumi mengikuti ke mana dia pergi.

Alhamdulillah, badanya sudah jauh lebih baik.

Rumi bisa berjalan lagi, meski masih sedikit terasa sakit, tapi itu sama sekali

bukan masalah.

Habib pergi ke dapur, ternyata di sana

sudah ada Salwa yang sedang membuat

sandwich.

Siapa yang mau makan

sandwich malam-malam begini? Rumi rasa itu hanya alasan agar Salwa bisa ke dapur dan menunggu Habib.

"Belum tidur, Mas?" Tanya Salwa.

Habib hanya menggeleng. "Kamu sedang apa?" Tanya Habib.

"Membuat sandwich, kamu mau?" Tawar Salwa sambil menyodorkan sandwich pada Habib.

Lelaki brewokan itu mengangguk, dia mendekat untuk menggigit sepotong

sandwich berbentuk segitiga yang ada di

tangan Salwa, tapi wanita itu malah

memasukkan sebagian sandwich ke dalam

mulutnya, hingga Habib berhenti bergerak

dengan posisi wajah yang sudah dekat

dengan wajah Salwa.

Kejadian itu begitu cepat, membuat Habib

hampir tidak bisa mengerem

pergerakannya.

Mereka saling

berpandangan lama sekali, sampai akhirnya Salwa mengunyah habis

sandwich yang ada di mulutnya, dia

tersenyum lalu menarik kerah baju tidur

Habib agar semakin dekat dengannya.

Gerakan dagunya seolah memberi arti pada Habib untuk menggigit sisa sandwich di mulutnya, tapi Habib malah mengambil

sandwich itu dengan tangan.

"Mas, akui saja. Kamu sudah mencintaiku 'kan?" Tanya Salwa membuat Rumi semakin penasaran.

"Kamu bicara apa? Tidak jelas sekali." Tukas

Habib ingin pergi.

Tapi Salwa dengan cepat menghentikan langkah kaki Habib, menarik kembali lelaki itu ke hadapannya, mengambil tangan

kekarnya untuk di taruh di atas perut yang

buncit.

Usia kandungannya sudah hampir tujuh bulan, sudah semakin besar.

Habib tampak menelan saliva melihat

tatapan Salwa dengan rambutnya yang

terurai.

Entah sejak kapan dia berani membuka jilbabnya di depan Habib, Rumi

sendiri terkejut melihatnya berani memperlihatkan aurat di depan Habib.

Rumi menunggu jawaban Habib, sampai akhirnya lelaki itu mengalihkan

pandangan.

"Jangan bermain-main, Salwa. Kamu tahu kita menikah hanya karena

bayimu," ucap Habib pula.

"Kalau begitu katakan, katakan dengan

menatap mataku bahwa Mas Habib tidak

mencintaiku. Aku berjanji, jika Mas bisa

mengatakannya, maka aku akan berhenti

mengejarmu. Tapi jika Mas mencintaiku,

maka pernikahan kita tidak akan pernah

berakhir." Tangan kanan Salwa bergerak ke pipi

Habib untuk membuat lelaki itu menatapnya, sementara tangan kirinya ada

di pundak Habib.

Dia menunggu jawaban

yang sudah Rumi tunggu juga.

Lelaki itu semakin kesulitan mengendalikan diri,

jakunnya naik turun menelan air liur di

mulutnya.

Tubuh lelaki itu semakin panas dingin, hingga kedua manik mata mereka bertemu dan Habib tidak bisa berbohong.

Dia sudah mencintai Salwa, perhatian demi

perhatian kecil yang Salwa berikan datang

beriringan dengan rasa cemburunya

terhadap Rumi yang selalu di datangi Faisal.

Salwa tersenyum. "Terima kasih, Mas. Itu

sudah menjadi jawaban untukku," ucap Salwa sembari memeluk Habib.

"Mas!" Seru Rumi dari balik meja makan setelah tadi lama berjongkok.

Mereka berdua tampak terkejut, terutama

Habib yang langsung melepaskan pelukan

Salwa di tubuhnya.

Wajah terkejut itu persis seperti wajah maling yang

tertangkap basah, keringat dingin perlahan ke luar dari pori-pori kulitnya.

"Mas Habib mencintai Salwa?" Tanya Rumi dengan mata yang berkaca-kaca, bibirnya juga bergetar di buatnya.

"Eum ... ti—tidak, Mas hanya—"

"Jawab, Mas! Tatap mataku dan jawab pertanyaanku. Apa kamu sudah mencintai

Salwa?"Habib tidak mau menjawab, dia

menggeleng dan mengaku jika dia tidak

mencintai Salwa.

Tentu saja hal itu

membuat Salwa merasa tidak senang, karena Habib sudah mengakui cintanya

tadi.

Baik Rumi atau pun Salw, sama-sama menunggu jawaban pasti dari Habib.

Rumi meminta dia menatap matanya, mengatakan

hal yang sejujurnya.

Tak peduli seberapa

pahit kejujuran itu, tapi Rumi hanya ingin dia mengatakan hal yang sebenarnya.

Pandangan mata Habib mengarah pada Rumi

dengan sendu, seperti ada hal yang tertahan di dadanya.

Habib memegang kedua bahu Rumi, menatap matanya sembari berusaha

bersuara.

"Maafkan Mas, Rumi. Tapi ... Mas tidak bisa membohongi perasaan Mas

sendiri. Mas sudah jatuh cinta pada Salwa," ucapnya, membuat bahu Rumiseketika lemas.

Salwa sendiri tersenyum bahagia mendengarnya, kecuali Rumi yang tanpa

sadar meneteskan air mata.

Rumi menepis tangan Habib dengan kasar yang masih ada di bahu Rumi, rasanya masih tidak percaya

jika Habib berani mengakui hal ini padanya.

Janji suci yang dia ucapkan dulu seketika hilang entah ke mana, ketika dia merasaan

sebuah getaran di hatinya.

Habib menggeleng, berusaha untuk menarik Rumikembali tapi Rumi malah berjalan mundur.

"Rumi, tolong jangan marah. Mas tidak tahu kenapa semuanya bisa begini. Tapi ... Salwa memperlakukan Mas dengan baik,

dia juga menghormati Mas. Hari-hari yang

Mas lewati bersamanya, membuat cinta itu

datang secara tak sengaja. Mas tidak bisa

mengendalikannya," ucap Habib.

Lidah Rumj kelu, tak mampu mengatakan apa pun selain menangis.

Hancur, remuk, hingga tak berbentuk bagai di landa badai pasir.

Hatinya luluh lantak seketika, rasanya

tidak bisa di gambarkan.

Seketika itu juga,

istana kebahagiaan yang sudah Rumi bangun runtuh dalam sekejab.

"Rumi!" panggil Habib ketika Rumi pergi dengan

langkah cepat meninggalkan mereka.

"Jangan di kejar, Mas! Mbak Rumi tidak akan

pernah mau mendengarkanmu." Cegah

Salwa menarik tangan Habib.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Pena Queen

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku