Tinggal satu rumah dengan seorang madu tidaklah membuat Rumi nyaman, walaupun suaminya bilang bahwa dia tidak mencintai wanita lain selain Rumi dan terpaksa menikah atas permintaan Rumi, apakah Rumi tidak boleh merasa khawatir dan was-was? Apalagi kalau madunya adalah Salwa, adik tirinya yang sangat Rumi tahu seorang wanita yang licik. "Sudahlah Mas, akui saja. Sebenarnya Mas suka 'kan sama aku?" "Mas, apa benar Mas sudah mencintai Salwa?" "Maaf rumi, Mas tidak tahu kapan cinta itu datang. Tapi Mas tidak bisa berbohong, Mas sudah jatuh cinta pada Salwa." Dan pengakuan itulah yang membuat tubuh Rumi melemas, dadanya sesak, lidahnya kelu dan seketika air matanya luruh. Arumi nasha, wanita yang harus tinggal satu rumah dengan Salwa. Istri kedua dari suaminya yang tak lain adalah adik tiri Rumi.
Selama sakit, Rumi hanya bisa menghabiskan waktunya di tempat tidur.
Tidak bisa bergerak kecuali ke kamar mandi untuk wudhu, itu juga masih harus
sholat duduk di tempat tidur.
Bahkan selama dua hari terakhir, Mira lah
orang yang selalu mengantarkan makanan ke kamar Rumi.
Bukan karena Habib tidak
mau, tapi dia terlalu sibuk akhir-akhir ini hingga harus memberikan tugasnya pada
Mira.
Tak masalah, setidaknya dia masih memberi Rumi perhatian.
Sepanjang malam mereka tidur bersama, Habib juga selalu memeluk Rumj, tapi ada yang aneh padanya.
Di malam pertama setelah Rumi pulang, Rumi melihat bibirnya tampak bengkak.
Di malam kedua, Rumi melihat lehernya
dipenuhi noda merah, dan di malam ketiga, Rumi melihat noda merah serta
bibirnya yang bengkak itu secara bersamaan.
Maaf, bukannya Rumi mau
suudzon, tapi Rumi mencurigainya setelah
mencium parfum Salwa di tubuh lelaki ini.
Rumi istrinya, ia tahu bagaimana kondisi
suaminya setelah ... dia ciuman.
Mereka sudah melakukannya beberapa kali tahun lalu, dan itu cukup memberi Rumi gambaran apa yang terjadi di bibirnya, begitu juga dengan leher.
"Mir, apa kamu melihat ada sesuatu yang aneh pada mas Habib beberapa hari ini?" Tanya Rumi pada Mira saat dia sedang menidurkan Rizky.
"Aneh bagaimana, Bu?" Tanya balik Mira
"Entahlah, saya melihat mas Habib beberapa hari belakangan ini agak aneh.
Dia sering bangun tengah malam, entah
pergi ke mana, tapi saat kembali bibir dan
lehernya selalu merah. Itu mirip seperti ...
kalau saya dan Habib ciuman. Eum, maaf,
ya? Kalau ucapan saya terdengar tidak
sopan," jelas Rumi lebih rinci.
Mira terdiam, dia nampak tidak mau berkomentar tentang ini.
Tapi dia mengaku juga merasakan hal yang sama,
tepatnya perubahan sikap Habib yang
semakin lengket dengan Salwa.
Selama Rumi sakit, Salwa lah orang yang selalu
menyiapkan makanan untuk Habib, mereka bahkan sempat masak bersama
kemarin.
Pengasuh Rizky ini curiga jika Habib sudah
mulai menaruh simpati pada Salwa, bukan
hanya sekedar perlakuan baik, tapi juga
semakin dekat layaknya sepasang suami
istri.
Itu jelas melanggar perjanjian pernikahan mereka, dan Mira mulai
berpikir jika Habib sudah benar-benar
mencintai Salwa.
Hingga pada malam berikutnya, Rumi
memutuskan untuk tidak tidur.
Teringat pada malam pertama setelah ia pulang
dari peternakan, Habib sempat mempermasalahkan tentang Faisal yang
mengantar Rmi pulang.
Dia marah, Habib mengakui
kecemburuannya itu.
"Mas tidak suka jika
kamu terus-terusan dekat dengan lelaki
itu. Ingat, Rumi dia seorang duda, tidak ada alasan baginya untuk tidak mencintaimu!" Begitulah yang Habib katakan pada Rumi.
Mungkin kesempatan itulah yang Salwa
ambil untuk semakin mendekat pada
Habib.
Dan malam ini Rumi akan
membuktikannya sendiri.
Saat Habib
ke luar kamar, Rumi mengikuti ke mana dia pergi.
Alhamdulillah, badanya sudah jauh lebih baik.
Rumi bisa berjalan lagi, meski masih sedikit terasa sakit, tapi itu sama sekali
bukan masalah.
Habib pergi ke dapur, ternyata di sana
sudah ada Salwa yang sedang membuat
sandwich.
Siapa yang mau makan
sandwich malam-malam begini? Rumi rasa itu hanya alasan agar Salwa bisa ke dapur dan menunggu Habib.
"Belum tidur, Mas?" Tanya Salwa.
Habib hanya menggeleng. "Kamu sedang apa?" Tanya Habib.
"Membuat sandwich, kamu mau?" Tawar Salwa sambil menyodorkan sandwich pada Habib.
Lelaki brewokan itu mengangguk, dia mendekat untuk menggigit sepotong
sandwich berbentuk segitiga yang ada di
tangan Salwa, tapi wanita itu malah
memasukkan sebagian sandwich ke dalam
mulutnya, hingga Habib berhenti bergerak
dengan posisi wajah yang sudah dekat
dengan wajah Salwa.
Kejadian itu begitu cepat, membuat Habib
hampir tidak bisa mengerem
pergerakannya.
Mereka saling
berpandangan lama sekali, sampai akhirnya Salwa mengunyah habis
sandwich yang ada di mulutnya, dia
tersenyum lalu menarik kerah baju tidur
Habib agar semakin dekat dengannya.
Gerakan dagunya seolah memberi arti pada Habib untuk menggigit sisa sandwich di mulutnya, tapi Habib malah mengambil
sandwich itu dengan tangan.
"Mas, akui saja. Kamu sudah mencintaiku 'kan?" Tanya Salwa membuat Rumi semakin penasaran.
"Kamu bicara apa? Tidak jelas sekali." Tukas
Habib ingin pergi.
Tapi Salwa dengan cepat menghentikan langkah kaki Habib, menarik kembali lelaki itu ke hadapannya, mengambil tangan
kekarnya untuk di taruh di atas perut yang
buncit.
Usia kandungannya sudah hampir tujuh bulan, sudah semakin besar.
Habib tampak menelan saliva melihat
tatapan Salwa dengan rambutnya yang
terurai.
Entah sejak kapan dia berani membuka jilbabnya di depan Habib, Rumi
sendiri terkejut melihatnya berani memperlihatkan aurat di depan Habib.
Rumi menunggu jawaban Habib, sampai akhirnya lelaki itu mengalihkan
pandangan.
"Jangan bermain-main, Salwa. Kamu tahu kita menikah hanya karena
bayimu," ucap Habib pula.
"Kalau begitu katakan, katakan dengan
menatap mataku bahwa Mas Habib tidak
mencintaiku. Aku berjanji, jika Mas bisa
mengatakannya, maka aku akan berhenti
mengejarmu. Tapi jika Mas mencintaiku,
maka pernikahan kita tidak akan pernah
berakhir." Tangan kanan Salwa bergerak ke pipi
Habib untuk membuat lelaki itu menatapnya, sementara tangan kirinya ada
di pundak Habib.
Dia menunggu jawaban
yang sudah Rumi tunggu juga.
Lelaki itu semakin kesulitan mengendalikan diri,
jakunnya naik turun menelan air liur di
mulutnya.
Tubuh lelaki itu semakin panas dingin, hingga kedua manik mata mereka bertemu dan Habib tidak bisa berbohong.
Dia sudah mencintai Salwa, perhatian demi
perhatian kecil yang Salwa berikan datang
beriringan dengan rasa cemburunya
terhadap Rumi yang selalu di datangi Faisal.
Salwa tersenyum. "Terima kasih, Mas. Itu
sudah menjadi jawaban untukku," ucap Salwa sembari memeluk Habib.
"Mas!" Seru Rumi dari balik meja makan setelah tadi lama berjongkok.
Mereka berdua tampak terkejut, terutama
Habib yang langsung melepaskan pelukan
Salwa di tubuhnya.
Wajah terkejut itu persis seperti wajah maling yang
tertangkap basah, keringat dingin perlahan ke luar dari pori-pori kulitnya.
"Mas Habib mencintai Salwa?" Tanya Rumi dengan mata yang berkaca-kaca, bibirnya juga bergetar di buatnya.
"Eum ... ti-tidak, Mas hanya-"
"Jawab, Mas! Tatap mataku dan jawab pertanyaanku. Apa kamu sudah mencintai
Salwa?"Habib tidak mau menjawab, dia
menggeleng dan mengaku jika dia tidak
mencintai Salwa.
Tentu saja hal itu
membuat Salwa merasa tidak senang, karena Habib sudah mengakui cintanya
tadi.
Baik Rumi atau pun Salw, sama-sama menunggu jawaban pasti dari Habib.
Rumi meminta dia menatap matanya, mengatakan
hal yang sejujurnya.
Tak peduli seberapa
pahit kejujuran itu, tapi Rumi hanya ingin dia mengatakan hal yang sebenarnya.
Pandangan mata Habib mengarah pada Rumi
dengan sendu, seperti ada hal yang tertahan di dadanya.
Habib memegang kedua bahu Rumi, menatap matanya sembari berusaha
bersuara.
"Maafkan Mas, Rumi. Tapi ... Mas tidak bisa membohongi perasaan Mas
sendiri. Mas sudah jatuh cinta pada Salwa," ucapnya, membuat bahu Rumiseketika lemas.
Salwa sendiri tersenyum bahagia mendengarnya, kecuali Rumi yang tanpa
sadar meneteskan air mata.
Rumi menepis tangan Habib dengan kasar yang masih ada di bahu Rumi, rasanya masih tidak percaya
jika Habib berani mengakui hal ini padanya.
Janji suci yang dia ucapkan dulu seketika hilang entah ke mana, ketika dia merasaan
sebuah getaran di hatinya.
Habib menggeleng, berusaha untuk menarik Rumikembali tapi Rumi malah berjalan mundur.
"Rumi, tolong jangan marah. Mas tidak tahu kenapa semuanya bisa begini. Tapi ... Salwa memperlakukan Mas dengan baik,
dia juga menghormati Mas. Hari-hari yang
Mas lewati bersamanya, membuat cinta itu
datang secara tak sengaja. Mas tidak bisa
mengendalikannya," ucap Habib.
Lidah Rumj kelu, tak mampu mengatakan apa pun selain menangis.
Hancur, remuk, hingga tak berbentuk bagai di landa badai pasir.
Hatinya luluh lantak seketika, rasanya
tidak bisa di gambarkan.
Seketika itu juga,
istana kebahagiaan yang sudah Rumi bangun runtuh dalam sekejab.
"Rumi!" panggil Habib ketika Rumi pergi dengan
langkah cepat meninggalkan mereka.
"Jangan di kejar, Mas! Mbak Rumi tidak akan
pernah mau mendengarkanmu." Cegah
Salwa menarik tangan Habib.
Bab 1 Penghianatan
10/06/2023
Bab 2 Terluka tapi tak berdarah
10/06/2023
Bab 3 Memaksa pulang
10/06/2023
Bab 4 Membentak
10/06/2023
Bab 5 Rapuh
10/06/2023
Bab 6 Kedatangannya
11/06/2023
Bab 7 Risky sakit
11/06/2023
Bab 8 Bukan Ayah yang baik
11/06/2023
Bab 9 Menemani Baby Risky
11/06/2023
Bab 10 Menceritakan semua pada Umar
11/06/2023
Buku lain oleh Pena Queen
Selebihnya