Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
AKU dan MAS DIREKTUR

AKU dan MAS DIREKTUR

Huma Bidadari Surga

5.0
Komentar
2K
Penayangan
134
Bab

Perjodohan yang tak di harapkan membuat Ajeng bersikeras untuk melarikan diri menghindari pertunangan yang telah di tentukan. Namun, nasib mujur memang membuat Ajeng merasa dirinya telah menang. Lelaki yang di jodohkan tidak hadir di saat waktu yang telah di tetapkan.

Bab 1 KEPUTUSAN BAPAK

Kinanti duduk terdiam dan menundukkan kepalanya saat Sang Ayah memberikan beberapa wejangan untuk dirinya yang berusaha meminta ijin untuk pergi ke Jakarta melakukan tes wawancara.

"Kamu itu kayak ndak Bapak urus, Kinan! Kamu sudah berhasil menyelesaikan studimu dengan baik dan cepat. Disini walaupun kota kecil, juga banyak pekerjaan yang layak kamu perjuangkan dengan gaji yang sesuai! Tidak perlu harus ke Jakarta!!" ucap Sang Ayah dengan suara tegas kepada anak bungsu kesayangannya itu.

Kinanti terdiam. Baru dua hari yang lalu, Kinanti mendapatkan rekomendasi dari dosen fakultasnya untuk melamar di sebuah perusahaan besar di Jakarta, karena nilainya yang sempurna dosen fakultasnya itu memberikan rekomendasi untuk langsung melakukan tes wawancara di Jakarta.

Melihat putri bungsunya yang tidak memperhatikan ucapannya malah terlihat sedang melamun pun, Sang Ayah langsung murka.

"Kinanti!! Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan Bapak?!" tanya Sang Ayah dengan suara tegas.

Suara lantang Bapak begitu terasa menggema di telinga Kinanti hingga Kinanti mengangkat wajah cantiknya dan memberanikan diri menatap wajah Sang Ayah.

"Maaf Pak. Kinanti tidak mendengar pertanyaan Bapak, bisa di ulang?" tanya Kinanti dengan suara lirih penuh keraguan.

"Kamu itu benar-benar tidak bisa menghargai Bapak, Kinan!!" suara lantang Bapak begitu terasa menakutkan.

"Ma ... Maafkan Kinan, Pak," ucap Kinan pelan penuh rasa takut.

"Bapak tidak akan mengijinkan kamu untuk pergi ke Jakarta!! Apapun alasan kamu, Kinan!! Tetap dirumah dan kalau perlu kamu urus usaha Bapak yang di turunkan dari Kakekmu itu," ucap Bapak Kinan dengan tegas. Semua keputusan ada di tangan Bapak, dan tidak bisa di ganggu gugat.

"Ta ... Tapi Pak. Ini kesempatan langka, yang tidak datang dua kali. Ijinkan Kinan untuk melakukan tes wawancara disana," ucap Kinanti melembut yang masih mencari cara untuk meyakinkan Sang Ayah agar tetap mau memberikan ijin untk dirinya berangkat ke Jakarta esok hari.

"Sekali Bapak bilang tidak, jawabannya pun tetap tidak!! Tidak ada yang boleh membantah apapun perintah Bapak," tegas Bapak Kinan dan langsung pergi meninggalkan Kinan sendiri di ruang tengah itu.

Kinanti hanya bisa diam menatap Sang Ayah yang pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan keputusa yang sebenartnya tidak bisa di terima baik oleh Kinan. Kenapa harus ada perbedaan dengan kedua kakak laki-lakinya. Dulu Mas ardi dan Mas Dimas tidak masalah mau mencari kerja hingga ke ujung pulau sekalipun, tetapi kini Kinanti harus ada sikap posesif dari Bapak.

"Argh ... Kenapa harus berbeda!!" teriak Kinan dengan kesal. Suaranya tidak keras, cukup terdengar untuk dirinya sendiri.

Kinanti pun bangkit berdiri dan pergi menuju kamar tidurnya. Tas berukuran sedang dan satu koper besar untuk keberangkatannya besok sudah di persiapkan sejak kemarin.

Saat dosen fakultasnya memberikan kesempatan baik itu, Kinanti menerimanya dengan senyum lebar. Kinanti adalah mahasiswi cerdas dan pintar.

"Ndok ...." panggil Ibu Kinan dengan suara pelan.

Sejak tadi, Ayu, Ibu Kinan memperhatikan perdebatan antara Suami dan anaknya itu.

Kinanti menoleh ke arah pintu kamar. Sudah ada Ibu yang sedang masuk ke dalam kamarnya.

"Ya Bu," jawab Kinanti dengan pelan.

"Kamu yang sabar ya Ndok. Kamu tahu kan, bagaimana sifat Bapak. Bapak itu keras dan apapun yang menjadi permintaannya harus dituruti," ucap Ibu Kinan menjelaskan dengan suara lembut.

Ayu duduk tepat di depan Kinanti yang bersandar pada sofa malas yang ada di kamar tidurnya. Bersandar sambil memegang boneka panda yang berbulu lembut dan menatap ke arah jendela besar yang mengarah pada pemandangan jalanan.

"Kinan hanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran Bapak, Bu. Ini kesempatan langka lho Bu. Kapan lagi, Kinanti dapat rekomendasi dari dosen fakultas untuk masuk ke Perusahaan besar sekelas PT. Surya Atmaja di Jakarta, dan Kinanti langsung tes wawancara dan tidak melalui tes-tes lainnya karena nilai Kinanti yang bagus," ucap Kinanti pelan menjelaskan kepada Ayu, Ibunya.

Ayu mengangguk pelan. Ayu mengerti sekali perasaan Kinanti, putri bungsunya itu. Tentu kputusan Suaminya itu sudah dipikirkan dengan matang dan Sugondo memiliki aasan khusus yang tetap pada pendiriannya untuk tidak memperbolehkan Kinanti mencari pekerjaan dan bekerja di Kota Jakarta.

"Kamu harus sabar Ndok. Lalu, sekarang kamu ingin bagaimana?" tanya Ayu dengan suara lembut memberikan kesempatan keada Kinanti untuk memilih jalannya sendiri.

Kinanti menggelengkan kepalanya pean.

"Ndak tahu Bu. Kinanti juga bingung. Lihat semua sudah Kinanti persiapkan, termasuk memesan tiket kereta dengan jadwal keberangkatan besok pagi," ucap Kinanti dengan suara pelan. Terlihat kebingungan dan kecemasan Kinanti saat ini. Kinanti kecewa dan sangat kecewa dengan keputusan Bapak.

"Jangan pernah nekat Ndok. Pasti Bapak punya alasan lain tidak memperbolehkan kamu untuk berangkat ke Jakarta. Ambil sisi positifnya saja Ndok. Kota Jakarta itu sangat besar dan memiliki segudang misteri yang tidak kita ketahui sebagai pendatang," ucap Ayu, Ibu Kinan mengingatkan.

Kinanti mengangguk pelan. Hal itu yang selalu di ucapkan kedua kakak lelakinya yang selalu memberikan nasihat kepada adik perempuan semata wayangnya.

"Tapi, Kinan juga punya cita-cita Bu. Apakah Kinan tdak boleh menggapai cita-cita? Percuma Kinan sekolah tinggi kalau akhirnya hanya dduk diam di rumah tidak bekerja dan menunggu jodoh datang dengan sendirinya. Apa salah Kinan ingin menjadi wanita karir?" tanya Kinan dengan rentetan pertanyaan yang masuk akal.

"Ibu tahu Ndok. Ibu paham dengan perasaan kamu, Kinan. Tapi, Ibu sendiri tidak bisa berbuat banyak dan Ibu tidak bisa membantumu, apalagi harus membantu untuk merayu Bapak, agar niatmu initerkabulkan," ucap Ayu pelan sambil mengusap kepala Kinanti dengan lembut.

Kinanti mengangguk pelan dan hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Beginilah hidup di desa dengan segala adat istiadat yang masih diagung-agungkan hingga banyak aturan baku yang harus benar-benar diterapkan tanpa bisa menerima perubahan jaman yang sudah mulai mengikis aturan adat istiadat.

"Ya sudah Bu. Kinan hanya bisa diam bukan? Kinan hanya bisa menerima keputusan Bapak tanpa bisa mengelak atau membela diri. Biarkan ijasah dan transkip nilai Kinan di museumkan saja. Tidak perlu di keluarkan lagi, toh itu semua tidak ada gunanya," ucap Kinanti dengan rasa kecewa.

"Maafkan Ibu, Kinan. Ibu mau melanjutkan masak dulu. Hari ini akan ada teman Bapak yang mau mampir ke rumah ini," ucap Ayu dengan pelan memberitahu.

Ucapan Ayu hanya di dengarkan oleh Kinanti dan tidak sedikit pun di perhatikan dengan seksama. Kinanti memang tipe gadis yang tidak mau tahu dengan urusan orang lain, apalagi urusan kedua orang tuanya. Bapak pernah memberi pesan, bahwa jangan terlalu ingin tahu dengan urusan orang lain, karena sifat seperti itu sangat tidak baik bisa berujung kepada iri dan kecemburuan sosial hingga tidak bisa menerima diri sendiri dan kehidupan yang di jalani dengan penuh rasa syukur. Intinya manusia tidak akan pernah puas dengan semua yang telah dimiliki.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku