Risa Jasela seorang wanita berumur 22 tahun ia bekerja sebagai sekretaris desa, sementara Ivan Pramana adalah seorang guru honorer di salah satu sekolah negeri. Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja di alun-alun kota Jogja Risa Jasela dan Ivan Pramana memutuskan untuk menikah dalam waktu yang singkat. Namun siapa sangka menjalankan rumah tangga tak semudah yang ia kira. Risa ternyata gadis yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, sensitif, juga manja, tetapi Ivan masih mencoba untuk sabar dan berharap seiringnya berjalannya waktu Risa bisa berubah. Di tengah-tengah romantisnya rumah tangga mereka masa lalu ivan datang kembali. Ayu, mantan kekasih Ivan sewaktu dirinya menempuh pendidikan SMA. Ayu adalah gadis yang serba bisa, cerdas, cantik dan masih lajang. Jujur saya Ayu masih menyimpan perasaan pada mantan kekasihnya, Ivan. Kehadiran Ayu membuat Risa rendah diri, mertuanya juga suka membanding-bandingkan Risa dengan Ayu ditambah lagi dengan Risa yang belum bisa memberikan cucu untuk mertuanya. Akankah Risa dapat mempertahankan rumah tangganya dengan Ivan atau harus berakhir menjadi janda di umur yang masih sangat muda?
"Dek bangun Dek, udah siang." Aku membangunkan istriku yang baru resmi tiga bulan ini.
"Eem bentar lagi Mas lima menit lagi." Risa menggeliat ke segala arah.
"Bangunlah Dek ini udah jam berapa, Mas harus kerja kamu malah tidur, inget lo kita udah nikah, statusmu berubah sekarang."
Aku mengerutkan dahi kepalaku mulai pusing seperti biasanya tiba-tiba ia keluar dari selimut tebalnya dengan wajahnya yang imut itu. Ya, walaupun baru bangun tidur wajahnya masih bisa menggoda kelakianku.
"Ya Allah aku capek Lo Mas, kemarin aku lembur kerja emang gak liat aku kerja. Aku masih ngantuk udah dibangunin gak bisa nyiapin keperluan sendiri apa sih, dulu juga biasanya sendiri 'kan?" Bibirnya yang tipis mulai berceramah pagi ini.
Kesabaranku mulai habis tapi aku teringat pesan ibu lebih tepatnya ibu mertuaku.
"Nak Ivan banyakin sabar ya. Semisal dirimu sudah tidak kuat lagi jangan bicara ke Risa. Bicara ke ibuk saja."
Ya, Risa adalah orang yang cepat emosi sampai sekarang pun aku belum bisa menjadi pawang untuk dirinya hanya ibu yang bisa menenangkan dia.
"Mas liat baju dinasku gak?"
"Ya mana Mas tau sayang, 'kan bajumu masak semua Mas yang urus."
"Hih Mas, jangan nambah pusing deh." Dia mulai lagi selalu begitu.
"Lah itu yang digantung apa?" Aku mengarahkan jari telunjukku ke arah belakang pintu. Ia melihat ke arah yang aku tunjuk seraya tersenyum kikuk pipinya yang tembem lantas memerah.
"Lah belum disetrika, hih masak aku pake baju kusut lo. Mana sempet aku nyetrika, belum mandi."
Tiba-tiba ia mendekatiku seperti anak kecil, baiklah.
"Mas."
"Apalagi?" tanyaku gemas pada Risa.
"hehehe setrikain yah Mas. Yah, yah." Ia memelas dengan muka manisnya yang membuat aku selalu mengalah lalu menuruti semua keinginannya.
"ya udah sini Mas setrikain. Kamu mandilah."
Aku mengambil pakaian berwarna coklat gelap dari tangan Risa lalu menyetrikanya.
"Baiknya suamiku yang ganteng ini makasih ya Mas hehehe."
Ia berlari ke arah kamar mandi sedangkan aku sibuk menyetrika baju dinasnya. Risa bekerja sebagai sekretaris desa di kampung kami sedangkan aku guru SMA dan ya belum PNS bisa dibilang gaji Risa lebih besar dari gajiku bahkan tidak ada apa-apanya dengan gajinya. Walaupun ia kekanak-kanakan dia tak pernah meminta Barang-barang mewah atau pakaian mahal seperti yang dipakai para artis dalam sinetron yang buming sekarang ini. Ya, aku paham percuma meminta kepadaku gajiku tidak seberapa hanya cukup untuk membayar listrik rumah kami.
"Mas bajunya udah." Ia keluar memakai handuk seraya memegang kepalanya yang terbalut handuk pula.
"Udah ni." Aku serahkan baju itu kembali pada Risa.
"Loh jilbabnya bukan yang itu lo Mas, masak si gak tau aku hari Senin pakai yang coklat Mas bukan yang hitam. Gimana sih gitu aja gak bisa."
Ok aku mulai kehilangan kesabaran, aku lempar jilbabnya yang baru aku setrika ke papan setrika hingga tampaklah wajah Risa yang terkejut terlihat dari sudut matanya ada bulir air mata yang akan jatuh
"Cukup! Kamu ya kamu kira aku pembantu. udah disetrikain ini itu udah aku turutin, aku ini suami mu paham gak kamu!" pekikku lantang.
Aku menggelengkan kepala lalu aku meninggalkan dia bersiap-siap di kamar tamu, sibuk dengan urusanku sendiri aku tak mau ikut campur urusannya lagi. Beberapa menit kemudian diam-diam aku melihat ke kamar kenapa dia lama sekali apa dia tidak ingin berangkat bersamaku. Risa masih terduduk di ranjang kami sesekali jarinya mengarah ke wajahnya seperti mengusap air mata.
"Dek kok belum pakai jilbab, ayok nanti terlambat kerja." Dia masih membelakangiku.
"Adek gak kerja Mas, Mas aja." Ia terisak-isak seperti bocah tengil yang tadi habis dimarahi abis-abisan.
"Kamu nangis, ya udah Mas minta maaf. Ayo pakai jilbabmu."
"gak mau, mas pagi-pagi bikin sedih aja." ya ampun apalagi gumamku lalu aku berjongkok di hadapannya.
"Ya udah Mas minta maaf, Mas pasangin ya jilbabnya yang ini 'kan." Dia diam-diam tersenyum tapi malu-malu sudah kuduga.
"Jangan nangis lagi nanti riasannya luntur lo." Dia tertawa sungguh cantik sekali istri mungil ku ini
"Nah udah."
"Makasih Mas." Ia memelukku lalu aku mengantarnya dengan motor matic ia tidak pernah komplen dengan kendaraan ini kecuali ketika motor ini mogok mulai mulutnya berkicau kembali. Seperti dua hari yang lalu bisa-bisanya motor ini mogok di tengah jalan yang ramai alhasil si Risa berkoar-koar telingaku sampai merah dibuatnya ditambah terik matahari yang menyengat kala itu.
"Mas, Adek masuk dulu assalamualaikum." Risa mencium tanganku dengan takzim.
Dari kejauhan aku lihat pria itu, dia lagi pikirku ya dia si Raka teman kerja Risa. Dulu kami sama-sama memperebutkan Risa tapi entah mengapa Risa memilihku padahal aku bukan apa-apa dibanding dengan Raka. Ya, tapi aku lihat-lihat memang jelas lebih ganteng aku daripada Raka lebih tepatnya keren sih hahaha, hah kenapa aku harus bertemu setan sepagi ini, bisa-bisa hariku sial ampun deh.
"Mas," sapanya padaku.
"Iya Mas." Aku membalas sapaan Raka dengan malas.
"Si Risa ga risih ya Mas, padahal panas lo jam segini naik motor." Ia mulai menyombongkan dirinya yang punya mobil, dasar jelmaan setan ingin sekali rasanya aku memberikan kenangan di wajahnya contohnya satu tinjuan pamungkas mungkin.
Tiba-tiba Risa datang sepertinya ada yang ketinggalan aku kembali meredakan emosiku yang semula berkobar-kobar untung saja ada istriku yang cantik ini hehehe.
"Mas ini kunci rumah. Aku bakal pulang sore. Loh Mas Raka kok gak masuk kita bentar lagi rapat lo." Ia mengagetkan Raka
"Iya Sa, cuma nyapa suami kamu aja hehehe, ga boleh ya."
"Ya udah saya masuk duluan ya." Raka meninggalkan aku dan Risa di parkiran.
Akhirnya si jelmaan setan pergi juga nah begini 'kan lebih enak jadi lebih intim berduaan dengan Risa istriku yang jelita aduhai.
"Ya udah Mas hati-hati ya." Ia mencium bibirku, mataku langsung terbelalak setelah tadi emosiku meledak-ledak kini terasa sejuk setidaknya Risa menjadi penenangku hari ini dari si iblis Raka aku tersenyum lalu pergi.
Lima menit aku kendarai motorku terdengar sayup-sayup beberapa teman Risa seperti menyebut namaku 'Itu suami Risa, ternyata guru? Udah PNS belum kalau aku malu sih punya suami yang di bawah aku hahaha walaupun ganteng' aku terdiam sejenak sambil mengelus dadaku, sabar Ivan kita lihat saja kamu pasti akan jadi laki-laki yang sukses semangat aku mengangkat tanganku seperti pahlawan di medan perang.
"Pak maaf motornya ganggu orang yang mau jalan!" Seorang satpam di tempat Risa bekerja membuat aku terkejut
"Oh iya hehehe maaf Pak." Aku pun melajukan motorku kembali.