Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gairah Istri yang Tersembunyi

Gairah Istri yang Tersembunyi

Charra Patta

5.0
Komentar
6.4K
Penayangan
59
Bab

Seorang wanita yang hidupnya terlihat biasa-biasa saja di mata dunia luar, namun sebenarnya dia menyimpan sebuah rahasia besar. Abigail Putri, seorang yang memiliki gairah dan keinginan yang begitu mendalam, tetapi dia menyimpan satu rahasia besar dari semua orang. Dia yang diwajibkan menikah akibat adanya janji yang diucapkan kakek dan temannya saat muda dulu. Keempat orang tua dari masing-masing pihak juga ingin mewujudkan hal tersebut. Akhirnya membuat kedua orang tersebut mengikat janji suci dalam pernikahan. Namun, Abigail memilih untuk tetap menyembunyikan identitas pekerjaan yang sebenarnya. Sosok lelaki yang menjadi suaminya ternyata sangat berbeda dari apa yang Abigail lihat. Dingin dan menyeramkan adalah sosok yang dikenal Abigail, tidak seperti sosok yang tampil saat di depan umum. Meski tidak ada perlakuan yang kasar, tetapi Abigail merasa tidak dihargai. Profesi suaminya sebagai psikolog membuatnya tidak memiliki waktu untuk mengenal sosok Abigail. Apalagi dia juga menyandang jabatan CEO sebuah penerbitan buku, usaha yang dia impikan sejak muda. Dia ingin mengontrak eksklusif satu penulis yang misterius. Dari buku yang ditulis, membuat suami Abigail jatuh cinta terhadap kata-kata yang digunakan. Ketika tabir rahasia Abigail mulai terkuak di hadapan suaminya. Abigail memohon untuk tidak membocorkan rahasia tersebut. Namun, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah rahasia.

Bab 1 Perjodohan

Ayah Abigail, Danu Wiratmaja memanggil putrinya ke ruang kerja di rumahnya yang besar itu. Putrinya yang saat ini sudah berusia 25 tahun baru saja pulang dari berkumpul dengan teman-teman elitnya, dengan terpaksa mendatangi ruang kerja sang ayah.

"Kenapa, Yah?" tanya putrinya dengan nada kesal.

"Kok gitu. Gak ada sopan-sopannya! Kamu itu masih ikut ayah lho," tegur Danu.

"Bukan begitu, Ayahku sayang. Gail capek habis dari luar. Ibu di mana?" jawabnya mengalihkan topik.

"Gak perlu ngalihin topik. Ibu ada di dapur nyiapin makan malam. Ayah ada permintaan, eh, bukan permintaan. Lebih tepatnya perintah," sahut Danu dengan senyum yang tengil.

"Apalagi Ayah? Aku tidak ingin mengelola Perusahaan. Suruh Abbas aja!" protes Gail menolak perintah ayahnya tanpa mendengarkan terlebih dahulu.

Gail memilih berdiri dari duduknya untuk pergi dari sana karena ayahnya masih saja membahas masalah penerus Perusahaan. Padahal dari awal dia sudah menolak untuk menjadi penerusnya.

"Lho, anak ini turunannya siapa sih! Iya, Perusahaan memang jatahnya Abbas, tapi bukan itu yang ayah maksud. Ayah ingin kamu memenuhi wasiat dari kakekmu," terang ayahnya menjelaskan. "Ayo duduk."

"Tentang apa?" tanya Gail yang tidak terlihat antusias dengan wasiat kakeknya. "Gak aneh-aneh kan?"

"Gak kok, ayah sudah berdiskusi sama ibu dan ibu setuju dengan ayah. Jadi mau tidak mau kamu harus mau," goda ayahnya dengan senyum jahil.

"Ya udah sih, Ayah. Dari tadi gak disebutin. Gail capek, ngantuk!" protes Gail.

Danu yang sangat mengenal sifat putrinya karena kebanyakan sifat di masa mudanya menurun kepada putrinya saat ini. Yang sangat menurun justru sifat yang jelek, yaitu keras kepala.

"Ayah ingin kamu menikah dengan cucu dari teman kakekmu sesuai wasiatnya!" cerocos ayahnya cepat agar anak sulungnya setuju.

"Apa! Gak salah, Yah" sanggah Gail.

"Gak, bener kok," balas Danu.

"Ayah, ih. Sekarang bukan jamannya perjodohan ya! Aku gak mau!" Gail pergi meninggalkan ruang kerja ayahnya dengan membanting pintu ruangan tersebut.

Ibunya yang mendengar suara keras itu segera menuju sumber suara. Dia melihat anak gadisnya naik tangga dengan tergesa dan melihat suaminya yang keluar dari ruang kerja.

"Ayah sudah bilang sama Gail?" tanya ibunya menebak dan diangguki oleh sang suami.

"Apa Ibu bilang, Gail gak bakal setuju," cibir istrinya.

"Iya, tapi gimana dong, Bu. Keluarga Kusuma meminta jawaban lho, apalagi putranya akan pulang ke Indonesia akhir bulan ini," cerita Danu kepada istrinya.

"Iya, Ibu tahu, nantilah Ibu yang beri pengertian ke Gail. Ayo sekarang kita makan dulu," ajak Latifa ke ruang makan.

Sementara di kamar, Gail melepas dress yang sedari tadi dipakainya dan berganti dengan jubah mandi. Dia memilih untuk mandi meski malam karena berapa jam sudah dihabiskan di luar. Dia membersihkan wajah dari sisa-sisa riasan yang menempel pada wajah ayunya.

Entah turunan siapa wajah ayu tersebut karena dia terkadang dibilang mirip ayah, terkadang lain juga mirip ibunya. Namun, jika diperhatikan lebih detail lagi, untuk alis dan mata dia mengambil dari ayah sedangkan untuk hidung dan mulut dari wajah ibunya. Paduan keduanya begitu sempurna.

Usai membereskan riasannya dan menyiapkan air di bathtub, dia menenggelamkan diri ke dalam air hangat yang wangi aroma mawar.

"Apa-apaan sih ayah ini. Hari ini kok jodoh-jodohan. Aku kan belum ingin menikah!" omelnya pada ruang hampa di kamar mandi.

Setengah jam sudah dia berendam, akhirnya dia memilih untuk keluar karena air sudah menjadi dingin. Dia mengambil pakaian yang biasa dipakainya di rumah dan keluar untuk makan malam bersama dengan keluarganya.

Gail turun dari kamarnya menuju ruang makan dan di sana kedua orang tuanya sudah setengah selesai makan malam.

"Kok gak tunggu Gail sih?" tanyanya.

Kedua orang tuanya diam saja seperti tidak menganggapnya ada.

"Ayah, Ibu?" tanyanya. "Kenapa gak jawab sih?"

"Masih perkara perjodohan? Kalo aku jawab bersedia, kalian mau ngomong sama aku lagi?" lanjutnya.

"Bener mau ya?" tanya Danu memastikan.

"Tuh kan, baru mau ngomong. Kalian gini amat deh jadi orang tua!" protes Gail sembari mengambil nasi karena dia lapar.

"Ya, namanya juga wasiat. Kalo bukan wasiat, ayah sama ibu gak bakal maksa kamu." Danu menjelaskan. "Wasiat itu kalo gak dijalankan, yang hidup yang dosa. Sebisa mungkin kita hindaril" lanjutnya.

"Tapi aku masih belum ingin nikah, Yah," rengek Gail manja. "Ayah sama ibu sudah bosen ya ngerawat aku."

"Hush, kok gitu sih. Ayah sama ibu itu mikirnya kamu kapan dewasanya. Sampe sekarang gak mau kerja di Perusahaan, cuma di toko bunga milik ibu aja. Itupun gak mau handle urusan keuangan. Cuma jualan bunga aja padahal kamu pinter lho," timpal ibunya.

"Aku gak mau terikat, Bu. Lagian harta ayah siapa yang mau ngabisin hayo," elak Gail.

"Satu alesan lagi Ibu pengen kamu nikah itu pengen punya cucu. Biar bisa ibu rawat dan banggain ke teman-teman arisan ibu," sindir Latifa.

"Ya kalo gitu kenapa Ibu sama Ayah gak buat adik lagi aja daripada aku yang disuruh nikah," balas Gail sekenanya.

Seketika nafsu makan Gail hilang entah ke mana. Mendengar orang tuanya mendesak dia untuk menikah dengan orang yang belum dikenal. Karakternya seperti apa, orang tuanya juga belum tahu. Mereka hanya tahu saat pria itu masih kecil. Kok segampang itu menyerahkan anak Perempuan satu-satunya mereka ke orang yang tidak dikenal.

"Lagian kok percaya banget lho padahal gak pernah ketemu sama anaknya teman Ayah," lanjut Gail dengan protesnya.

"Ayah sudah ketemu sekitar tiga bulan lalu dengan pria itu dan ayah menilai baik dan pastinya cocok untuk kamu, Sayang. Ayah gak mungkin menyerahkan kamu kepada pria yang tidak baik. Gimana?" tanya Danu.

"Oke, aku mau dijodohin, tapi boleh tau dia umur berapa?" tanya Gail.

"Dia umur 4 tahun lebih tua dari kamu, Nak." Danu menjawab tegas.

"Ya sudah, atur pertemuan kapan, tapi aku gak mau langsung nikah!" Kedua orang tua Gail berpandangan saling menatap dengan tatapan seperti mendiskusikan sesuatu.

"Kok gitu pandangannya? Gak ada yang disembunyikan, kan?" tuduh Gail curiga.

Karena sepertinya orang tuanya memiliki rencana yang dia sendiri tidak tahu apa itu. Kadang dia sendiri tidak bisa menebak apa yang orang tuanya rencanakan.

"Gak, Sayang. Kamu terlalu curiga," timpal Latifa. "Nanti ibu bantu atur ya pertemuan kalian. Ayo sekarang lanjut makan."

Gail lanjut menghabiskan makan malamnya dalam diam. Sambil dia terus berpikir apa yang harus dia lakukan dengan perjodohan ini. Sebelumnya, dia harus mengetahui motivasi pria ini, mengapa setuju dengan perjodohan ini?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku