Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Yang Tak Dirindukan

Istri Yang Tak Dirindukan

Morina

4.7
Komentar
263.7K
Penayangan
102
Bab

Kisah seorang istri yang merindukan suaminya merantau, tapi tak pernah kembali. Setelah lima tahun ditinggal hanya mengirimkan nafkah seadanya itu pun melalui tetangga. Begitu suaminya kembali ia malah dihadiahi talak. Sang suamin ternyata sudah menikah dengan wanita lain dan punya anak.

Bab 1 Talak

"Mas Anan!"

Saat wajah lelaki yang kurindukan selama lima tahun kini datang menemuiku tepat berdiri di hadapanku.

Lelaki yang sangat kurindukan bertahun-tahun merantau kini telah pulang dengan membawa kesuksesan. Ia pulang dengan membawa mobil mewah bermerek dan memakai pakaian rapi. Seperti pekerja kantoran dan di tangan kirinya tersemat jam bermerek berharga mahal. Ia pulang membawakan oleh-oleh untuk kedua anakku.

"Mas," panggilku lembut.

Lelaki yang kurindukan masih tak bergeming menatap rumah yang dulu ia tinggalkan masih tetap sama, reot dan sudah tua. Bahkan tambalan atapnya pun masih terlihat bocor kala hujan datang dengan deras membasahi bumi.

"Mas Anan," panggilku lagi. "Lihatlah anak kita sekarang sudah besar! Nara putri kita, sudah berumur lima tahun sejak kepergianmu. Dia cantik bukan? Habib juga sudah berumur sepuluh tahun sejak Mas pergi merantau meninggalkan kami," ucapku sembari menggendong Nara putri bungsuku.

Mas Anan meraih Nara yang ada dalam gendonganku. Ia memeluk dan mencium Nara bertubi-tubi sembari meneteskan air mata. Mas Anan sudah lima tahun merantau di kota Jakarta. Ia tidak pernah sekali pun pulang kerumah gubuk tuaku. Tiap bulan hanya mengirimkan uang belanja yang ia titipkan pada tetanggaku yang kebetulan berdekatan dengan tempat tinggalnya. Jika aku rindu padanya maka aku akan meminjam telepon tetangga untuk menanyakan kabarnya.

"Ayi, aku hanya pulang sebentar untuk mengabarimu. Tapi, bukan untuk kembali padamu," ucapnya kemudian.

"Maksudnya?"

"Ayi Fradila, mulai sekarang kau, aku bebaskan dari kewajibanmu. Aku menalakmu. Surat perceraian segera akan aku urus. Masalah biaya kamu tidak usah kawatir aku yang akan menanggung semuanya," lanjutnya.

Jantungku berhenti berdetak seketika mendengar ucapan talak dari lelaki yang kurindukan selama bertahun-tahun. Bagai anak panah tepat mengenai jantungku, kata-kata talak itu membuat tubuhku lunglai seketika. Bak petir menyambar di siang hari Mas Anan dengan begitu mudah menjatuhkan kata talak tepat di hari kedatangannya.

Selama lima tahun aku menunggunya di sini kembali. Saat ia datang hanya menghadiahiku talak. Lelaki bertubuh tinggi dan berkulit putih tersebut telah memberiku dua orang anak. Saat ia pamit merantau untuk mengadu nasib putri bungsuku masih berumur tiga bulan. Dan yang sulung berumur lima tahun.

Masih kuingat saat melepas kepergiannya berjanji akan segera kembali membawa keberhasilan hidup yang lebih baik dan akan membawaku beserta kedua buah hati kami jika ia sukses dan bisa mempunyai rumah yang lebih layak dari yang sekarang aku tempati.

Rumah yang aku tempati adalah rumah peninggalan kedua orang tuaku yang sudah reot dan bocor di sana-sini. Dindingnya pun sudah lapuk digerogoti rayap. Para tetangga yang iba membantuku memperbaiki ala kadarnya dengan menempel dinding yang keropos dengan papan bekas seadanya.

"Dek, Mas pamit merantau. Jaga baik-baik anak kita! Jika nanti aku kembali dan berhasil akan kubawa kalian pindah ke rumah yang lebih bagus dari ini," ucapnya sembari mencium keningku.

"Sebenarnya aku keberatan Mas pergi merantau. Kami masih membutuhkanmu di sini Mas. Apalagi Nara masih berumur tiga bulan, ia masih membutuhkan kasih sayang ayahnya," kataku sembari menangis.

Dengan lembut Mas Anan mengusap air mataku yang menetes di pipi. Sementara Nara, bayi mungilku masih dalam gendongannya.

"Percayalah padaku. Aku akan kembali menjemputmu dan anak-anak jika sudah berhasil. Do'a'kan aku selamat sampai ke tujuan dan berhasil. Agar bisa membahagiakanmu dan anak kita berdua," bisiknya lembut.

Aku mengangguk. "Iya, Mas."

Kupeluk tubuh lelaki yang sangat kucintai selama lima tahun sudah menemani perjalanan hidupku mengarungi bahtera rumah tangga. Kulepas kepergiannya di ambang pintu bersama kedua permata hatiku. Mas Anan pergi dengan menumpang pada sebuah mobil pik up milik tetanggaku yang mengantar dan menjual barang dagangnya ke Jakarta tiap bulan.

Tetanggaku punya bisnis menjual buah pisang ke Jakarta setiap satu bulan sekali ia pasti akan menjual barang dagangannya bila sudah ada yang meminta banyak. Tidak hanya buah pisang yang menjadi bisnisnya, tapi juga buah jeruk yang ia ambil dari petani jeruk yang ada di daerah Berastagi. Kulepas kepergian lelaki yang sangat aku cintai dengan derai air mata. Senja itu menjadi kelabu saksi bisu melepas kepergian Mas Anan merantau ke kota Jakarta.

"Asalamualaikum, Bunda," ucap Habib yang baru pulang mengaji dari rumah Ustaz Rahman.

Ucapan salam Habib membuyarkan lamunanku.

"Waalaikumsalam, Nak," jawabku. Segera kuhapus air mata yang sedari tadi menggenang di pipiku dengan menggunakan hijab syar'i yang aku pakai.

Habib segera menyalamiku dengan tazim dan memciumnya. Begitu pula dengan Mas Anan tak lupa ia salami dan mencium punggung tangannya.

"Ayah," seru Habib.

Segera saja Habib menghambur dalam pelukkan ayahnya. Kerinduan yang sudah bertahun-tahun ia nantikan untuk bertemu dengan ayahnya kembali kini telah terobati. Sayang hari ini adalah hari terakhir ia akan memeluk ayahnya, karena setelah ini Mas Anan akan kembali ke Jakarta.

"Nak, kamu sudah besar dan tampan sekali. Ayah, bangga melihatmu menjadi anak sholeh. Tetaplah seperti ini! Jadilah anak yang berbakti pada orang tua," ucap Mas Anan mengusap rambut Habib.

"Ayah, aku sangat merindukanmu. Bunda juga," celotehnya. "Ayah, pasti pulang untuk menjemput Bunda dan kami' kan?"

Mas Anan menghela napas berat. "Maafkan Ayah, Nak. Ayah, kembali bukan untuk menjemput kalian. Tapi ...." Mas Anan menjeda ucapannya.

"Tapi, apa Yah?" tanya Habib penasaran.

"Ayah, kesini karena ingin bercerai dengan Bunda."

Aku hanya berdiri di pojokkan ruang tamu yang berukuran sempit sembari menyembunyikan tangisku. Aku tidak ingin kelihatan lemah di hadapan anak lelakiku.

"Nak, ayahmu hanya sebentar ke sini. Setelah ini ia akan kembali ke kota Jakarta. Setelah kamu besar nanti kamu bisa menemuinya di kota Jakarta," selaku.

Memberi pengertian padanya agar dia tidak berkecil hati karena ayahnya setelah ini tidak akan pernah kembali ke sini.

"Tapi, kenapa Bunda?" tanyanya lagi. "Ayah, barusan saja kembali sudah mau pergi lagi. Emang Ayah gak sayang sama kita?"

Ucapan Habib terasa menusuk-nusuk jantungku dengan ribuan jarum runcing yang tajam. Aku berusaha setegar mungkin di hadapan kedua buah hatiku agar tidak kelihatan lemah. Mas Anan hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan Habib. Meskipun Habib hanyalah seorang bocah berumur sepuluh tahun tahun tapi Habib sangat cerdas. Di kelas satu sampai sekarang, ia selalu mendapat juara satu umum dalam semua mata pelajaran. Dalam mengaji Habib juga di percaya Ustadz Rahman untuk mewakilinya mengajar anak di bawah umurnya.

Setiap bulan Ustaz Rahman akan membayarnya dengan upah ala kadarnya sebagai jasa telah membantu meringankan pekerjaanya. Kami setiap hari hanya bertahan hidup dari pengiriman Mas Anan yang hanya dua ratus ribu per bulan. Itu pun ia kirim lewat tetangga Pak Nurmin yang biasa menjual barang dagangnya ke Jakarta melalui penyeberangan Lampung pelabuhan Bakauheni.

Tentu saja aku tidak bisa hanya mengandalkan hasil uang kiriman Mas Anan yang berjumlah sedikit. Setiap hari aku harus mengambil cucian warga Kampung dan menyetrikanya hingga rapi barulah mendapat upah untuk mencukupi kebutuhan dapur. Untuk biaya yang lainnya membayar uang sekolah Habib atau pun membayar tagihan listrik tiap bulan aku harus menjual kue dan menitipkannya ke warung-warung tetangga barulah bisa terbayar itu pun kadang kue buatanku banyak yang sisa.

Jika sudah sore hari barang daganganku tidak laku, aku akan memberinya pada anak panti yang di pimpin oleh Ustaz Rahman. Letak panti tersebut di ujung jalan kampung.

"Nak, Ayah dan Bunda sekarang sudah bercerai. Kami tidak akan mungkin bersatu kembali," jelas Mas Anan.

"Ayah, bercerai itu apa?" tanya Habib polos.

Mas Anan terdiam. Dia tidak mampu menjawab pertanyaan Habib yang mampu menohok hatinya. Dengan susah payah ia menelan salivanya.

"Sayang, suatu hari nanti kamu akan mengerti jika sudah besar," potongku memberi penjelasan.

Kuraih tubuh kurus Habib yang tinggi dan memeluknya dengan erat, tanpa terasa air mataku mengalir deras, sementara putri kecilku masih bermain dengan boneka pemberian ayahnya. Putri kecilku Nara tak sedikit pun bertanya tentang Mas Anan, karena memang sedari kecil ia tidak pernah melihat wajah Ayah kandungnya.

Berbeda dengan Habib yang saat itu sudah berusia lima tahun, ia sudah bisa mengenali wajah ayahnya. Hatiku terasa teriris-iris dengan pisau merasakan sakit dan perih yang begitu dalam saat lelaki tampan di hadapanku dengan mudah menghadiahiku talak.

Selama lima tahun lamanya aku menunggu kedatangannya kembali, tapi saat ia datang bukan manisnya cinta atau terobatinya rindu yang membara, aku dapatkan. Tapi kata talak yang ia hadiahkan.

"Nak, ini hadiah dari Ayah untukmu," Mas Anan mengeluarkan bungkusan dari peper bag dan memberikannya pada Habib. "Pakailah untuk mengaji!"

Sepasang baju koko dan peci hitam di keluarkan dari peper bag yang ia bawa tadi. Mas Anan memberikan Habib baju koko baru lengkap dengan pecinya. Ia memberikan baju itu pada Habib. Lalu, menghujani Habib dengan ciuman.

"Maafkan Ayah, Nak. Ayah belum bisa membahagiakanmu. Setelah kamu besar nanti Ayah harap kamu akan mengerti dan memaafkan Ayahmu ini," ucap Mas Anan lirih.

Setelah itu ia beringsut dari tempat duduknya hendak meninggalkan gubukku.

"Ayah," panggil Habib. Mas Anan seketika menoleh kebelakang dan menghentikan langkahnya.

"Jaga Bunda dan adikmu Habib! Jadilah anak yang sholeh dan membanggakan orang tua." Mas Anan mengucapkan kalimat itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sedetik kemudian ia berlalu keluar dari gubukku dan masuk ke dalam mobil mewahnya.

Habib mengejar ayahnya yang sudah memasuki mobil dan memanggil nama Mas Anan dengan nyaring.

"Ayah, jangan pergi! Kami merindukanmu," ucapnya sambil berlari mendekati mobil Mas Anan.

Namun, Mas Anan tidak menghiraukan panggilan Habib yang memanggilnya sembari mengetuk pintu mobilnya. Mas Anan malah menutup kaca mobilnya dan melajukan menjauh dari gubukku.

Sekilas kulihat di mobilnya duduk seorang wanita cantik berkacamata hitam duduk di sebelahnya dengan tersenyum tipis. Mas Anan sudah mempunyai wanita lain yang lebih cantik hingga memilih membuangku dan meninggalkanku dengan anak-anak.

Kupeluk Habib yang masih menangis melepas kepergian ayahnya. Lambat-laun mobil Mas Anan hilang menjauh sampai yang terlihat hanya seperti titik hitam.

***

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Morina

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Istri Yang Tak Dirindukan
1

Bab 1 Talak

23/10/2021

2

Bab 2 Gosip

23/10/2021

3

Bab 3 Menahan Lapar Karena Tidak Punya Uang

23/10/2021

4

Bab 4 Disekor Dari Sekolah

23/10/2021

5

Bab 5 Pertemuan Yang Tak Disengaja

23/10/2021

6

Bab 6 Mendapat Bea Siswa

10/11/2021

7

Bab 7 Lulus Seleksi

10/11/2021

8

Bab 8 Berangkat Ke Jakarta

10/11/2021

9

Bab 9 Teganya Ayah

10/11/2021

10

Bab 10 Kejahatan Paripurna

10/11/2021

11

Bab 11 Tertawa Diatas Derita

11/11/2021

12

Bab 12 Meraih Kemenangan

12/11/2021

13

Bab 13 Perdebatan

12/11/2021

14

Bab 14 Tanpamu Aku Bisa Bahagia

13/11/2021

15

Bab 15 Fitnah

13/11/2021

16

Bab 16 Fitnah 2

15/11/2021

17

Bab 17 Kemenangan

15/11/2021

18

Bab 18 Penyesalan Selalu Datang Terlambat

17/11/2021

19

Bab 19 Minder

17/11/2021

20

Bab 20 Penolakan Umi

17/11/2021

21

Bab 21 Mertua Yang Dingin

19/11/2021

22

Bab 22 Gadis Pilihan

19/11/2021

23

Bab 23 Janji Kepala Desa

20/11/2021

24

Bab 24 Status

20/11/2021

25

Bab 25 Kasih Sayang Seorang Ibu

20/11/2021

26

Bab 26 Belajar Mengihklaskan

20/11/2021

27

Bab 27 Ijinkan Aku Pergi

24/11/2021

28

Bab 28 Hijrah

24/11/2021

29

Bab 29 Demi Sesuap Nasi

24/11/2021

30

Bab 30 Mencari Nafkah Halal

24/11/2021

31

Bab 31 Ikhlas Membantu

24/11/2021

32

Bab 32 Tawaran Rekaman

24/11/2021

33

Bab 33 Penyesalan Rahman

26/11/2021

34

Bab 34 Pertemuan Kembali

26/11/2021

35

Bab 35 Menolak

26/11/2021

36

Bab 36 Hukuman Untuk Seorang Pendosa

26/11/2021

37

Bab 37 Demi Harta Rela Masuk Bui

26/11/2021

38

Bab 38 Akhir Sebuah Kisah

26/11/2021

39

Bab 39 Sesaknya Menahan Cemburu

26/11/2021

40

Bab 40 Masa Lalu Bukan Untuk Dikenang

26/11/2021