Menjadi Istri Dadakan Mas Duda

Menjadi Istri Dadakan Mas Duda

Cacctuisie

5.0
Komentar
6.6K
Penayangan
21
Bab

"Menikah dengan duda? Perjalanan hidup saya masih panjang, Om." Audra hendak pergi, namun tangannya ditahan. "Kita sama-sama diuntungkan di sini, menghindari permintaan orang tua kita yang konyol, kan?!" tegas Igo menanti jawaban Audra. Akankah Audra dapat menerima pernikahannya dengan tulus setelah tahu masa lalu Inigo? Apakah Inigo mampu meluluhkan hati wanita yang serba blak-blakan ini? Mari simak kelanjutan kisah mereka bertabur romantis dengan komedi tipis-tipis.

Bab 1 Salah Masuk

Hentakan suara sepatu yang beriringan, napas yang tersengal-sengal. Mata yang tidak fokus, memasuki sebuah apartemen yang dia sendiri belum pernah menapakkan kakinya di tempat ini.

"Astaga ... dua botak itu masih mengejar. Ini Selen ke mana, panggilanku kenapa enggak diangkat-angkat?" ungkap gadis yang sibuk melarikan diri dari dua orang yang mengejarnya.

Dia adalah Audra Valentina, seorang gadis yang akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan anak bos petani karet. Dia memasuki apartemen, melihat lift masih tertutup, Audra mendengus kesal. Terus melangkahkan kakinya tanpa tahu arah, melihat tangga sepanjang jalan kenangan.

Audra menganga sempurna. "Badan sudah kurus kering, harus menaiki tangga ini. Huh ... Selen keterlaluan banget sahabat satu ini," gerutu Audra menaiki tangga satu per satu.

"Ke mana perginya? Kayaknya tidak mungkin naik lift. Kita lanjut saja, di sana mungkin ada tangga yang dinaiki Mbak Audra," ujar salah satu pria.

Audra belum pernah ke apartemen baru Selena, sahabatnya semasa kuliah. Lantaran lulus, makanya Selena ingin mencoba hawa baru. Apartemen kali ini sangat megah, dibandingkan kontrakannya yang lama. Hidup terlahir dengan sendok emas, semuanya sangat mudah bagi semua orang. Tangan meminta, uang sudah ada di depan mata.

Audra sudah berada di tingkatan ketiga, napasnya tidak beraturan. Dia sudah tidak sanggup lagi berlari. Namun, ini tangga terakhir, Audra juga mendengar ketukan kaki yang berjalan dengan sangat cepat.

"Kenapa mereka tidak ada lelah-lelahnya. Badan besar seharusnya mereka berhenti, awas saja kamu, Harjo!" gumam Audra tertatih.

Sudah sampai di lantai empat, Audra bingung dengan bangunan ini yang hampir mirip semua. "Sel, kamar yang mana? Angkat telepon aku," ucap Audra gusar. Audra mendengar salah satu pintu terbuka, dia berlari cepat.

Di lain tempat, seorang pria sedang memperhatikan dirinya di cermin. Penampilannya sangat berarti, seorang CEO dari perusahaan desain dan fashion, Inigo Elwood.

"Sial! Harusnya dia mengatakan ini lebih awal. Aku tidak akan melepaskanmu secara percuma. Terima hukuman yang akan aku berikan!" umpat Inigo.

Inigo membuka pintunya dengan tatapan tajam, tiba-tiba saja seorang gadis menerobosnya. Mendorong Inigo masuk kembali ke dalam, gadis itu menutup pintu dengan kasar dan menguncinya. Tanpa sadar, dia menjinjit menutup mulut pria berkumis tipis itu, memejamkan matanya dengan deg-degan yang tak terkendalikan, dan Inigo membelalakkan matanya sempurna.

"Siapa gadis yang tidak sopan ini?" batin Inigo.

Audra melepaskan dekapan tangannya di mulut Inigo, mendekatkan telinganya di balik pintu. Tidak mendengar suara apapun, dia membuka pintu dengan hati-hati. Melihat ke kanan dan kiri, benar-benar mereka yang mengejarnya sudah pergi.

Dia merasa lega, ponselnya berdering. Panggilan dari Selena, namun Audra belum mengangkatnya. Dia baru menyadari, ada hal yang lebih penting untuk menyelesaikan masalah yang dia buat sendiri. Dia salah memasuki ruangan, bukan itu. Dia tadi sudah tidak memiliki pilihan, ada kesempatan makanya dia tanpa berpikir panjang masuk ke sini.

Tatapan Inigo sangat mendominasi, Audra dibuat salah tingkah. "Saya minta maaf atas kelancangan saya, tapi ada alasannya. Jadi, saya sedang dikejar-kejar oleh orang jahat. Posisinya saya tidak salah apa-apa. Saya ke sini ingin ke tempat teman saya untuk meminta bantuan, namun dia sulit dihubungi, mendengar kamar anda terbuka jadi saya masuk dengan paksa," jelas Audra sambil menggigit bibir bawahnya.

Inigo menyilangkan tangannya tampak berpikir. "Sepertinya dia cocok menggantikannya," batin Inigo.

Audra melambaikan kedua tangannya di mata Inigo yang tidak membalas ucapan maafnya. "Pak, apakah saya sudah boleh keluar?" tanya Audra.

"Saya akan memaafkan kamu, tetapi kamu harus membantu saya. Bukankah harus menerima dan mengambil juga?" sahut Inigo.

Audra terperangah mendengarnya. "Jangan-jangan dia om-om mesum, astaga aku dalam masalah besar," batin Audra ketakutan memundurkan badannya.

Inigo menantangnya, memajukan dirinya terus mendekati Audra. Semakin membuat Audra ingin melarikan diri. "Bagaimana?" tanya Inigo lagi dengan suara seraknya.

"Tenang, Om. Apa aku boleh tahu bantuan apa yang Om, eh maksud saya, anda inginkan?" ucap Audra dengan suara bergetar.

"Jangan bilang kamu sekarang sedang berpikiran aneh-aneh tentang saya?" ujar Inigo dengan tatapan tajamnya.

Audra menegakkan badannya. "Ti-tidak, saya orang yang positif jadi pikiran saya sehat-sehat saja. Baiklah, saya akan membantu anda," ungkap Audra menyetujuinya meskipun sedikit gugup.

Audra kembali membuat dirinya dalam masalah, dia izin ke kamar mandi dulu dan memberitahu sahabatnya. Inigo tidak keberatan, membiarkan Audra masuk lebih dalam apartemennya. Dia menunggu, sembari memainkan ponselnya. Dia sedang memesan sesuatu.

"SELENA! Kamu ke mana saja, sih. Giliran di telpon lagi enggak diangkat. Kalau tahu bakalan susah menghubungi kamu, aku enggak akan memutuskan untuk bersembunyi di sini," kesal Audra hendak menghempaskan ponselnya.

Dia mengurungkan niatnya, belum tepat untuknya menggantikan ponsel kesayangannya. Sahabatnya itu, belum juga mengangkat panggilan maupun balasan pesan Audra. Ketukan pintu terdengar, Audra ingin sekali menghilang sekarang juga.

"Maaf, lama. Teman saya belum bisa dihubungi," ucap Audra.

"Saya tidak peduli, ikuti saya," titah Inigo mengajak Audra.

Langkahnya berat mengikuti pria di depannya. Audra masih celingak-celinguk, takut jika dua orang tadi masih melihatnya, bisa-bisa Audra akan dibawa pulang lagi.

Inigo melepaskan jasnya, melemparkan ke arah Audra. Dengan sigap dia mengambilnya. "Ini untuk apa?" tanyanya.

"Tutup kepalamu pakai itu, kamu waspada, kan," balas Inigo yang peka.

Seseorang datang menemui Inigo di dekat parkiran. Entah apa yang dibawanya. Audra hanya menuruti perintah Inigo untuk masuk ke dalam mobil.

"Siapa namamu?" tanya Inigo yang masih fokus dengan jalan di depan.

"Saya Audra, bagaimana dengan anda?" sahut Audra.

"Inigo, panggil saja Igo. Kenapa kamu memanggil saya Bapak atau Om, apakah saya terlihat setua itu?" ungkap Inigo yang merasa dituakan.

"Memangnya, anda belum setua itu? Saya hanya ingin bersikap sopan dengan orang yang lebih tua," jawab Audra.

"Berapa umurmu?" kesal Inigo.

"Umur saya 22 tahun, bulan depan," balas Audra.

"Kita hanya selisih 8 tahun, jadi jangan panggil saya dengan sebutan tadi!" ujar Inigo meninggikan suaranya.

Audra terkejut, melirik ke arah Inigo. "Aneh, sudah tua juga, memangnya harus dipanggil kamu, gitu?" gerutu Audra.

"Saya masih bisa mendengarnya," sahut Inigo.

Audra memutar bola matanya. "Ngomong-ngomong kita mau ke mana?" Audra penasaran.

Inigo tidak menjawab Audra, berhenti di sebuah salon kecantikan. Inigo mengajaknya masuk. Seorang wanita mengarahkannya untuk duduk di sebuah kursi. Audra yang kebingungan, wajahnya sedang menerima polesan, rambutnya juga sedang diatur. Dia tidak diberi waktu untuk mengetahui alasan mengapa dia diajak ke sini.

Merasa terganggu dengan ucapan Audra, Inigo mencukur kumisnya. Ternyata jika dicukur lebih memperlihatkan ketegasan mukanya. Dia puas dengan hasilnya, tinggal menunggu gadis yang sedang dirias.

Terakhir, Audra dipakaikan baju langsungan, sangat pas dengannya. Lekukan tubuhnya terlihat, meskipun tidak detail. Semua yang dia kenakan, sudah dipersiapkan oleh Inigo.

Inigo menatapnya sangat terpukau, gadis kecil yang dia temui itu sangat cantik. Mereka sama-sama terpana, Inigo juga sangat tampan di pandangan Audra setelah mencukur kumisnya, tampak lebih muda.

"Kamu harus mempersiapkan diri menemui bos besar," ungkap Inigo.

"Maksudnya?" tanya Audra yang tidak digubris.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Gavin
5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku