'Tidak ada wanita di dunia ini yang ingin berbagi suami.' Tapi sayangnya, hal tersebut harus Syaqila rasakan, dengan terpaksa ia mengizinkan Nusa-suaminya untuk menikah lagi dengan wanita pilihan keluarganya. Tak kunjung dikaruniai anak menjadi alasannya, bahkan Syaqila mendapatkan sematan wanita mandul dari keluarga suaminya. Hingga akhirnya pernikahan suaminya dan Lara pun terjadi, Syaqila resmi di madu. Tapi, di saat yang bersamaan Syaqila juga mendapatkan suatu fakta yang sangat mengejutkan, fakta kenapa selama ini dia belum mendapatkan keturunan. Fakta yang bisa membuktikan bahwa dia 'Bukan Wanita Mandul.'
"Hasil semua periksaan, semuanya baik, Bu. Rahim Ibu tidak bermasalah," kata seorang Dokter yang baru saja selesai memeriksanya.
"Tapi, kenapa saya tak kunjung hamil, Dok?" tanya wanita cantik bernama Syaqila tersebut.
Penasaran kenapa ia tak kunjung hamil, wanita itu memutuskan untuk memeriksa rahimnya. Sebenernya ini bukan yang pertama kalinya ia memeriksa hal tersebut, sudah berulang kali dan berbeda Dokter. Semua hasil pemeriksaan Dokter menyatakan kondisi rahimnya sangat baik. Tapi, kenapa ia tidak kunjung hamil juga? Bahkan ia selalu berkonsultasi dengan Dokter bagaimana cara agar cepat hamil. Melakukan program hamil pun sudah pernah ia dan suaminya-Nusa jalani, tapi hasilnya selalu gagal.
"Apa sebelumnya Ibu pernah memakai KB?"
"Enggak, Dok. Dari awal saya menikah bahkan sudah jalan tiga tahun ini, saya tidak pernah memakai KB apapun," jawab Syaqila sambil menggeleng kepalanya.
Kerena memang selama ini ia tidak pernah memakai KB. Dari awal menikah ia dan suaminya memang tidak ingin menunda mendapatkan momongan. Apakah mungkin memang Tuhan belum menghendaki mereka untuk punya anak saja? Hingga sampai saat ini dirinya tak kunjung hamil juga.
"Obat-obat mungkin?" tanya Dokter lagi. Dari raut wajahnya Dokter bernama Sinta itu nampak menemukan sebuah hal yang janggal. Namun, sebelum ia memberitahu Syaqila, ia ingin memastikannya dulu, benar atau tidak dugaannya tersebut.
"Obat-obatan?" ulang Syaqila, seperti tengah berpikir. Dokter Sinta mengangguk.
"Saya gak pernah memakai barang haram itu, Dok," lanjut Syaqila. Sepertinya ia salah paham dengan apa yang dimaksud oleh Dokter Sinta.
Membuat Dokter Sinta terkekeh, "bukan obat itu maksud saya, Bu. Mungkin Ibu punya riwayat penyakit apa, dan mengharuskan mengonsumsi obatnya, begitu?"
"Oh, maaf Dok, seperti saya salah tanggap." Syaqila kikuk, "saya tidak mempunyai riwayat penyakit apapun, Dok. Tapi ... saya baru ingat, saya memang suka mengonsumsi satu obat rutin sebelum saya tidur,"
"Obat apa?" pungkas Dokter Sinta.
Syaqila nampak ragu untuk mengatakannya, tepatnya malu. "Emm ... obat kesuburan, Dok," jawabnya pelan, tapi masih terdengar oleh Dokter Sinta.
"Apa nama obatnya?" tanya Dokter Sinta lagi.
"Kalau itu saya lupa, tapi bentuknya kecil gitu Dok, obat pil gitu, warnanya ada yang kuning sama warna putih," jelas Syaqila, ia memang lupa nama obatnya apa.
Karena setiap akan meminum obat tersebut, Syaqila tinggal meminumnya saja, biasanya Bibi dirumahnya yang selalu menyiapkannya. Jadi ia tidak pernah melihat merek obat tersebut, bahkan jika obat tersebut habis, Nusa yang selalu membelinya.
Dokter Sinta nampak mengangguk-angguk kepalanya. "Boleh saya lihat obatnya?"
"Saya gak bawa, Dok."
"Oh, gak apa-apa. Saya cuman mau lihat aja, memastikan obatnya itu benar atau tidak, soalnya sekarang banyak obat abal-abal. Kalau saya boleh tahu obat yang Ibu Syaqila minum itu obat herbal atau resep Dokter?"
"Emm, tepatnya inisiatif sendiri sih, Dok. Ikhtiar," jawab Syaqila jujur. "Saya belum pernah konsultasi mengenai obat penyubur yang saya minum. Kalau besok saya balik lagi ke sini buat kasih lihat obatnya ke Dokter, gimana?"
"Tentu saja boleh, saya tunggu."
"Baik, Dok. Kalau begitu saya permisi," pamit Syaqila.
Dokter Sinta mengangguk, setalah itu Syaqila pun berlalu dari sana.
"Apa mungkin efek samping dari obat itu ya jadi aku gak kunjung hamil juga?" gumam Syaqila.
"Tapi, 'kan, obat itu obat penyubur, mana mungkin efek sampingnya seperti itu?" gumamnya lagi bermonolog sendiri, seraya melajukan mobilnya meninggalkan Klinik tersebut.
Tapi, apa salahnya bukan jika ia konsultasi mengenai obat yang sering ia minum itu pada Dokter Sinta, siapa tahu memang obat itu tidak cocok dengannya.
***
Syaqila kini tengah berkutat di dapur di bantu oleh Bi Nur asisten rumah tangganya. Selepas pulang dari Klinik tadi, ia mendapatkan pesan dari Nusa jika malam ini Ibu mertuanya-Bu Yanti, akan berkunjung ke rumah mereka.
Untuk menyambut kedatangan sang Ibu mertua. Syaqila pun memutuskan untuk memasak dengan menu spesial untuk malam malam kali ini, tak lupa ia juga memasak makanan kesukaan Ibu mertuanya.
Kurang lebih dua jam akhirnya Syaqila dan Bi Nur pun selesai menghidangkan makanan tersebut. Syaqila tersenyum puas saat ia melihat beberapa menu masakan yang ia buat sudah tertata apik di atas meja makan.
Seraya menunggu kepulangan suaminya bersama Ibu mertuanya. Syaqila pun memutuskan untuk membersihkan badannya terlebih dahulu. Tidak lucu bukan jika nanti mereka tiba, dirinya masih bau bawang.
Kurang lebih setengah jam, akhirnya Syaqila pun selesai mandi dan berganti pakaian, tidak lupa juga ia menghias wajahnya dengan make-up natural.
"Mas Nusa dan Ibu kok belum sampai juga ya?"
Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. Biasanya Nusa sampai ke rumah sebelum magrib, jika pun suaminya itu menjemput Ibunya dulu, seharusnya sudah tiba dari setengah jam yang lalu, kerena rumah Ibunya tidak jauh masih satu kota, hanya beda kecamatan saja.
Hingga akhirnya deru mesin mobil pun terdengar memasuki carport rumah mereka. Bisa dipastikan itu adalah mobil milik Nusa, dengan segara Syaqila keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menyambut kedatangan suami dan Ibu mertuanya.
Dengan senyuman yang merekah Syaqila pun membuka pintu rumah, saat pintu terbuka ia mendapati Nusa-suaminya serta Ibunya sudah berdiri di sana. Tapi, tunggu! Ternyata mereka tidak datang berdua, melainkan ada seorang wanita cantik ikut bersamanya. Siapa wanita itu?
"Assalamualaikum," ucap mereka.
"Waalaikumsalam." Syaqila membalas salam mereka. Lalu ia menyalami Ibu mertuanya serta suaminya dengan takzim.
Sebenernya Syaqila penasaran siapa wanita yang ikut serta datang bersama dengan suami dan Ibu mertua itu, namun rasanya tidak etis jika ia langsung bertanya saat ini.
"Silahkan masuk," ujar Syaqila mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan mereka pun masuk.
"Aku mau mandi dulu," pamit Nusa seraya melanjutkan langkahnya. Entah mengapa dari raut wajah suaminya itu, Syaqila melihat ada sesuatu yang aneh.
"Iya, Mas. Jangan lama-lama ya, aku udah siapkan makan malam, baju ganti Mas udah aku siapkan juga di kamar," kata Syaqila langsung mendapatkan anggukan dari suaminya itu.
Tadi ia memang sempat menyiapkan baju ganti untuk suaminya juga, kerena tahu jika Ibu mertuanya akan datang, jadi ia terlebih dahulu menyiapkan keperluan untuk suaminya.
Sementara Ibu Yanti dan wanita yang entah siapa itu, kini sudah duduk di sofa yang ada diruang tamu.
"Gimana kabar kamu, Nak?" tanya Bu Yanti usai kepergian Nusa. Seperti biasa Ibu mertua Syaqila itu memang selalu bersikap ramah, cara bicaranya pun sangat lembut. Jika beliau sedang marah atau kesal pun tidak pernah berbicara dengan nada yang tinggi, tapi jangan salah, ibarat kata lidah tidak bertulang, terkadang dibalik sikap lemah lembutnya ada racun yang berbisa siap memangsa lawan bicaranya. Tajam, setajam belati, jika perkataan dirinya tidak dituruti.
"Alhamdulilah, baik Ma," jawab Syaqila. "Mama, gimana?" Lanjutnya, namun tatapan Syaqila mencuri pandang pada wanita cantik yang duduk di samping ibu mertuanya itu.
"Sepertinya yang kamu lihat, Sya. Mama juga baik kok. Oh iya, kenalkan ini Lara, dia anaknya temen Mama," ujar Bu Yanti. Ia tahu jika menantunya itu pasti bertanya-tanya siapa wanita yang ikut bersamanya.
'Anaknya temen Mama? Ngapain dia ikut ke sini?' ucap Syaqila, namun hanya terdengar oleh bilik hatinya. Rasanya ia ragu jika bertanya hal tersebut secara langsung kepada Ibu mertuanya.
"Hallo, Mbak. Kenalkan aku Lara, Tante sering banget loh cerita banyak tentang Mbak Syaqila sama saya," kata Lara, memperkenalkan dirinya secara langsung seraya mengulurkan tangannya kearah Syaqila.
Syaqila tersenyum, ia pun membalas uluran tangan wanita bernama Lara tersebut. "Saya Syaqila, istrinya Mas Nusa," ucap Syaqila.
Entah mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba Syaqila memperkenalkan dirinya seraya mempertegas posisinya jika ia adalah istri dari Nusa. Apa ini terlalu berlebihan?
"Iya saya tahu kok, Mbak, semoga nanti kita bisa akur ya, Mbak," ujar Lara seraya melepaskan jabatan tangannya lebih dulu.
Akur?
Syaqila mengerutkan keningnya, apa maksud perkataan Lara?
Melihat menantunya yang kebingungan, Bu Yanti tersenyum kearah Syaqila, lalu wanita itu meraih tangannya. "Nanti Mama jelasin semuanya, ya. Kamu udah masak banyak, 'kan? Mama udah kangen banget sama masakan kamu, coba kamu lihat apa Nusa sudah selesai bersih-bersihnya," titah Bu Yanti.
"I-iya, Ma," angguk Syaqila memaksakan senyumannya. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak.
Setalah itu Syaqila pun beranjak menuju kamarnya untuk melihat Nusa sudah selesai atau belum mandinya. Syaqila membuka pintu kamarnya itu, dilihatnya Nusa sedang duduk di tepi ranjang.
"Mas," panggil Syaqila. Membuat Nusa langsung menoleh kearahnya, terlihat wajah suaminya itu seperti terkejut melihat kedatangannya.
Syaqila pun merasa heran, apa suaminya tengah melamun?
"Sayang," sahut Nusa tersenyum pada istrinya itu.
Syaqila pun menghampiri suaminya, lalu ia duduk di samping suaminya. Bau maskulin suaminya itu langsung memenuhi indra penciumannya. Nusa seperti sudah selesai mandi, Syaqila juga melihat suaminya sudah berganti pakaian dengan pakaian yang sudah ia siapkan sebelumnya tadi.
Tapi kenapa Nusa malah duduk di sana, bukannya segera turun ke bawah untuk makan malam bersama? Padahal tadi Syaqila sudah mewanti-wanti agar suaminya tidak berlama-lama.
"Mas lagi mikirin apa, hmm?" tanya Syaqila ia yakin ada sesuatu yang suaminya itu sembunyikan.
Namun, bukannya menjawab pertanyaan istrinya itu. Nusa malah menarik Syaqila kedalam pelukannya. Membuat Syaqila semakin keheranan.
"Maafkan Mas, sayang ... " ucap Nusa dengan lirih. Kemudian mengecup kening Syaqila berulang kali.
Syaqila yang bingung dengan tingkah aneh suaminya itu pun, langsung melepaskan pelukannya. Ditatapnya kedua netra milik suaminya yang memerah itu.
Apa yang terjadi?
Kenapa tiba-tiba suaminya meminta maaf?
"Mas, ada apa? Kenapa Mama tiba-tiba minta maaf?" tanya Syaqila.
"Say--"
Baru saja Nusa akan menjawab, tiba-tiba terdengar suara dari arah luar kamar mereka.
"Gimana Sya, apa Nusa sudah selesai?"
Bu Yanti terlihat muncul di balik pintu kamar mereka yang kebetulan memang sedikit terbuka. Membuat Nusa dan Syaqila refleks menoleh kearah pintu tersebut.
"Eh, maaf, Mama ganggu kalian ya?" lanjut Bu Yanti dengan raut wajah sesalnya.
"E-enggak kok, Ma. I-ini Mas Nusa udah selesai kok," jawab Syaqila gugup. Merasa tidak enak pada Ibu mertuanya itu.
"Ayo Mas kita kebawah," ajak Syaqila pada suaminya.
Nusa hanya mengangguk, lalu keduanya pun beranjak dari sana.
Mereka pun berjalan beringin menuju ruang makan, Nusa berjalan terlebih dahulu. Lagi-lagi Syaqila mendapati sikap aneh suaminya, kenapa sikap suaminya terkesan sangat dingin pada Mama Yanti?
Apa ini hanya perasaan Syaqila saja.
Setelah sampai di ruang makan, mereka pun langsung duduk di kursi meja makan tersebut. Lara, wanita itu sudah lebih dulu berada di sana. Mereka pun langsung menikmati makanan yang sudah tersaji di atas meja makan tersebut. Tak banyak pembicaraan saat makan malam tersebut berlangsung, hanya sesekali Ibu mertuanya dan Lara yang bersuara memuji masakan Syaqila yang mereka bilang sangat enak. Bahkan mereka begitu sangat menikmatinya.
Berbeda dengan Syaqila dan Nusa, pasangan suami-istri itu lebih banyak diam. Saat Ibu mertuanya dan Lara memuji masakannya pun, Syaqila hanya menanggapinya dengan senyuman. Entahlah makan malam kali ini terasa sangat canggung, tidak seperti biasanya.
Biasanya jika Syaqila, Nusa dan Bu Yanti sedang makan malam bersama, banyak hal yang mereka bahas tentunya diiringi dengan canda tawa.
Apa mungkin karena adanya orang asing saat ini bersama mereka?
Yang pasti dalam benak Syaqila saat ini hanya dipenuhi dengan banyak tanda tanya mengenai sikap aneh suaminya. Apa mungkin ini semua berkaitan dengan kehadirannya Lara? Entahlah.
Hingga akhirnya mereka pun menghabiskan makanannya masing-masing.
"Masakan kamu emang paling enak sedunia, Sya," puji Bu Yanti. Entah yang keberapa kalinya mengatakan hal tersebut.
"Iya benar ih, aku jadi iri deh sama Mbak Syaqila, pinter banget bikin makanan enak, kayanya aku harus belajar deh sama Mbak," tambah Lara.
Lagi-lagi Syaqila hanya tersenyum menanggapinya.
"Harus dong, La," kata Bu Yanti sambil tersenyum pada wanita itu.
Lalu tatapan Bu Yanti kini berpindah pada Syaqila. "Oh iya, Sya. Kamu pasti bingungkan dengan kedatangan Mama yang mendadak ini, sambil bawa Lara juga?" lanjut Bu Yanti.
Syaqila hanya diam saraya menatap kearah mertuanya itu. Mencoba mendengar dengan seksama apa yang akan disampaikan lebih lanjut olehnya.
Bu Yanti terlihat menghelai nafas beratnya, lalu wanita itu beranjak dari tempat duduknya beralih mengambil kursi yang ada di samping Syaqila. Diraihlah tangan menantunya itu. "Sya, kamu tahu, 'kan kalau selama ini mama ingin sekali punya cucu, Mama harap kamu bisa mengerti. Maksud kedatangan Mama ke sini membawa serta Lara juga, Mama ingin meminta izin sama kamu, bagiamana pun kamu adalah menantu Mama, kamu istri dari anak lelaki Mama satu-satunya,"
Sejenak Bu Yanti menjeda ucapannya, wanita paruh baya itu seperti tengah mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya.
Syaqila masih mendengarkan, menunggu wanita yang berstatus mertuanya itu selesai menyampaikan semuanya. Sementara Nusa, pria itu seperti orang yang tidak berdaya hanya mampu menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Lara, wanita itu nampak gregetan dengan wajah yang berseri-seri seakan tidak sabar menunggu moment tersebut.
"Sebelumnya Mama minta maaf, Sya. Kamu dan Nusa sudah menikah hampir tiga tahun, kan?" Lanjutnya, langsung mendapatkan anggukan dari Syaqila.
"Tapi, sampai saat ini kamu belum hamil juga, 'kan? Maaf, seperti kamu memang mandul, Sya. Mama ingin secepatnya mempunyai cucu, usia mama sudah tidak mudah lagi, jadi Mama mengambil keputusan ini, Nusa akan segara menikah Lara, Mama berharap kamu bisa menerima Lara nantinya sebagai madu kamu," pinta Bu Yanti memohon.
Deg!
Syaqila terkejut.
Perkataan dan permintaan Ibu mertuanya itu sukses membuat Syaqila terkejut, bahkan tak percaya. Setiap tutur kata yang lemah lembut keluar dari mulut mertuanya itu berhasil membuat hatinya hancur porak-poranda.
Permintaan macam apa ini?
Seperti ada bongkahan batu besar yang menimpa dadanya, sesak, tenggorokannya terasa tercekat, diiringi dengan rasa perih yang terasa menjalar kedalam ulu hatinya.
Rasa sakit dan kecewa itu seketika tidak mampu membuat Syaqila berkata-kata. Hanya lelehan air mata yang kini tanpa diminta, begitu saja mengalir deras dari sudut matanya membasahi dua pipinya.
Di madu?
Syaqila tidak pernah berpikir sejauh ini. Pernikahannya dengan Nusa bahkan baru berjalan tiga tahun. Apakah se-dasyat itu pengaruh harus memiliki anak dalam pernikahan?
Setiap pasangan yang sudah menikah pasti menginginkan seorang anak, begitu pun Syaqila. Tentu saja ia mau, segala cara sudah ia lakukan, berdoa, berikhtiar, tapi jika Tuhan belum menghendaki?
Ia bisa apa?
Tidak bisakah mereka bersabar sedikit lagi saja? Saat ini ia sedang berusaha! Diluar sana bahkan ada yang sudah lebih lama menikah dan sama-sama belum dikaruniai seorang anak.
"Mama tahu semua ini pasti berat untuk kamu, Sya. Tapi, Mama mohon, izinkan suami kamu menikah dengan Lara," pinta Bu Yanti lagi, memohon penuh dengan harapan.
Bersambung ...
Buku lain oleh NAFFIA INTHAN
Selebihnya