Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
81
Penayangan
15
Bab

Izza adalah perempuan yang selalu dicibir dan dihina lantaran sudah lama menikah dan belum memiliki keturunan. Dia bahkan dibandingkan dengan Asih, menantu baru yang sudah hamil 5 bulan saat pernikahannya menginjak baru usia 1 bulan. Bagaimanakah perjalanan Izza dalam berjuang demi garis dua?

Bab 1 MENANTU BARU YANG HAMIL DULUAN

"Waah, alhamdulillah Asih sudah hamil ya. Topcer banget itu si Ragil. Menikah baru sebulan, eh sudah hamil lima bulan." Suara Bulek Yayah terdengar melengking.

"Bagus lhooh, Nduk. Daripada istrinya masmu itu, istri si Yanto. Si Izza itu sudah menikah lima tahun, tapi belum juga ada tanda-tanda hamil lho ya. Mandul tuh pasti," lanjutnya.

Suara Bulek Yayah semakin dikeraskan, seakan sengaja menyinggung Izza yang berada di ruangan itu.

Mendengar hal itu, hati Izza tiba-tiba menciut. Ada rasa sakit di dalam dadanya, yang ia rasakan semakin sesak. Di kala kabar kehamilan Asih, istri adik iparnya yang merupakan menantu baru di keluarga ini, tengah hamil lima bulan. Padahal resepsi pernikahan mereka sepertinya baru dilaksanakan tiga minggu yang lalu.

Izza menyeka bulir di sudut matanya. Ia menahan matanya untuk tidak berkedip. Ia khawatir jika bulir-bulir itu akan menetes. Akan sangat menyedihkan sekali, ketika sakit itu dilihat oleh banyak orang. Terlebih lagi, di ruangan itu berkumpul saudara-saudara Yanto.

Sore itu, Izza dan Yanto sepulang dari kerja mampir ke rumah Bu Ami. Meraka sering mampir. Sekedar membawakan martabak kesukaan mertuanya, atau jajanan kesukaan Bu ami. Apalagi selepas gajian, Izza selalu menyempatkan kesana, sekedar memberi uang jatah bulanan mertuanya yang janda itu.

"Gimana Zah? Kapan nih kamu hamil? Rugi lhoh, kalian berdua itu sudah bekerja dan membanting tulang, tapi gak ada anak yang dinafkahi. Buat apa uang banyak? Lihat tuh si Asih udah hamil. Lha kamu kok kalah sama adik iparmu?" Bulek Yayah terus memburu Izza. Seakan ini adalah sebuah moment yang tepat untuk menyudutkan wanita 30 tahun itu.

"Resign aja lah dari kerjaanmu Zah. Ada tuh teman mas Udin, yang sama kayak kamu. Dia menikah sudah 12 tahun tapi gak hamil-hamil. Terus mengundurkan diri dari tempat ia bekerja, eehhh...langsung hamil lhoh," timpal Mbak Ina, menantu nomer 3 di keluarga itu.

Izza yang sedari tadi diam dan mengalihkan perhatian ke handphonenya, tiba-tiba ada dorongan untuk berbicara.

"Bulek, bisa gak sih Bulek itu ada rasa simpati sedikit kepada sesama wanita? Daritadi bulek memburu saya yang dicap mandul ini dan bulek terus saja mengompor mengecilkan saya." Izza terlihat mulai tersinggung.

Wajah Izza menegang, suaranya berat, tapi ia tunjukkan ketegaran di setiap ucapannya.

"Lhoo saya ini cuma kasian sama kamu. Dan kasian sama yanto juga. Masak dari 8 bersuadara, hanya Yanto yang belum punya anak lho. Malu lah itu sama si Ragil yang anak bungsu dan baru menikah, eh sudah hamil tuh istrinya," timpal bulek yaya dengan lantang. Logatnya memang tak pernah berubah. gaya bicaranya juga dari dulu begitu, ceplas ceplos.

"Lhoo bulek gak perlu kasian sama kami, kami baik-baik saja kok. Sejauh ini kami hidup mandiri tanpa merepotkan kalian-kalian. Kami program hamil pun kesana kemari habis puluhan juta juga kalian mana tahu?" Suara izza mulai meninggi.

Izza tak peduli jika di ruangan itu ada mertuanya, Bu Ami. Mungkin dia mulai lelah dan kesal. Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama kalinya. Ini adalah untuk yang kesekian kalinya dia dikecilkan karena sudah 5 tahun tidak memiliki momongan.

Sementara Asih, dia merasa sangat menang. Sebagai menantu baru, ia menang telak karena bisa hamil mendahului kakak iparnya yang sudah menikah lama. Terlihat dari wajahnya, ia begitu bangga dan sumringah sambil mengelus perutnya yang mulai buncit.

Dia sesekali melirik ke arah Izza dengan tatapan puas.

Izza ingat betul beberapa hari yang lalu Asih memasang status di WA nya. Gambar kartun wanita hamil yang sedsng dipeluk oleh suaminya. Dengan caption, "Sebentar lagi hadir malaikat kecil ini, duh syukurlah tak harus menanti lama, beruntung deh bisa hamil dengan mudah," tulisnya.

Seakan-akan sengaja menyindir Izza, status itu dia hapus beberapa saat setelah Izza melihatnya.

Mengingat hal itu, tiba-tiba dada Izza bergetar.

"Yang perlu bulek kasihani adalah Ragil dan Asih. Sadar gak kalian sudah memutar balik hal-hal yang salah menurut agama? Oh, jadi bagi kalian, wanita yang hamil di luar nikah itu lebih mulia dari pada wanita yang menikah bertahun-tahun tapi belum punya anak? Tuh si Asih hamil duluan kan? Menikah belum 1 bulan, dan sudah hamil 5 bulan. kalian bangga-banggain, dan kalian sanjung-sanjung. Gak malu kah sama Allah?" Kali ini Izza berbicara sambil menahan tangis.

Terdengar suaranya serak dan berat.

Izza bediri, menghampiri mertuanya dan berpamitan pulang. Yanto yang memang tipikal laki-laki pendiam hanya mematung menyaksikan kejadian itu. Ia membuntuti istrinya keluar setelah bersalaman kepada ibunya. Lalu mereka berdua mendekati motor di halaman rumah Bu Ami.

Terdengar Bulek Yayah masih nyerocos. "Kalau dikasihani suka gak tau terimakasih mereka ya? Pantesan mandul," teriaknya.

Yanto yang mau men-stater motor tiba-tiba turun dari motornya dan berdiri di tengah pintu rumah ibunya.

"Cukup, Bulek..!!!! Cukup...!!!, Yanto diam karena menghargai kalian, yang katanya lebih tua. Tapi jangan terus menerus menginjak-injak harga diri kami. Apalagi mengata-ngatai istri saya dengan kalimat mandul, mandul, mandul. Kami berdua hidup tanpa meminta-minta atau merepotkan kalian sedikitpun. Jadi, jagalah perilaku kalian yang seakan-akan hidup paling sempurna itu". Terlihat mata Yanto berkaca-kaca.

Bu Ami berdiri hendak mengatakan sesuatu. Tapi Yanto segera pergi. Yanto membalikkan badannya dan segera menyalakan motor. Mereka berlalu meninggalkan rumah ibunya.

Di sepanjang perjalanan, Izza hanya menangis. Sesekali Yanto melihat istrinya lewat spion motor. Terlihat istrinya menyeka air mata berulang kali. Ketika di spion itu pandangan mereka bertemu, yah ..., mereka menangis bersama di tengah jalan sambil berboncengan.

Mereka sering kalut dalam penantian itu, penantian memiliki buah hati. Sudah lima tahun, yah lima tahun. Ejekan dan cacian adalah menu harian bagi mereka. Dulu Izza selalu diam ketika ditanya kapan hamil. Lama-lama, Izza melawan setiap kali mereka mempertanyakan soal anak. Izza yang selalu tersenyum manis saat ditanya perihal momongan, lama-lama jadi Izza yang sangat vokal menanggapi omongan orang-orang tak punya otak itu.

"Maafkan istrimu yang tidak sempurna ini, Sayang," bisik si Izza di telinga suaminya.

Mandul. Kata yang singkat, padat, dan penuh arti kesedihan. Tersirat makna menyepelekan ketika kata ini terlontar. Tersurat penekanan akan kegagalan dan selalu ditujukan untuk mengintimidasi. Tak ada sarat makna indah sama sekali. Label mandul selalu menjadi momok bagi banyak pasangan. Dan sebagian besar memburu para kaum wanita.

Wanita yang dicap mandul akan senantiasa dikategorikan menjadi wanita gagal, wanita bodoh, wanita bernasib naas, dan wanita yang patut dikecilkan. Mandul selalu menjadi konotasi negative dan maknanya memuncak dikala yang mengucapkannya adalah orang terdekat.

Mandul selalu menjadi semacam simbol, bahwa penyandangnya adalah orang-orang yang pantas dijadikan objek bully-ing tanpa mengenal waktu dan tempat. Mandul selalu dijadikan bahan lawakan dan senda gurau versi sindiran halus yang selalu membantai mental yang menyandang.

Mandul, begitulah orang-orang mengeja. Hal yang paling ditakuti oleh pasangan-pasangan yang masih menanti garis dua. Mereka yang mendapatkan gelar mandul, akan senantiasa dihubungkan dengan kesepian dan kesndirian. Padahal, ada banyak pasangan yang memang ditakdirkan mandul, namun mereka sangat bahagia dengan anugerah lain yang Tuhan berikan di luar momongan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku