Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Aku Bukan Sampah

Aku Bukan Sampah

Sri MM

5.0
Komentar
71
Penayangan
33
Bab

Kekerasan seksual yang dialami Berlian membuatnya berubah jadi gadis yang tomboi dan nakal. Ia bahkan tidak mau lagi berurusan dengan makhluk Adam karena merasa rendah diri. Tidak mungkin ada yang mau menerima gadis kotor sepertinya. Namun, ketika takdir menyatukannya dengan seorang pria kalangan berada, akankah mampu merubah hidupnya yang penuh derita atau justru malah menambah luka?

Bab 1 Ayah tiri yang modus

Berlian Andini, gadis berumur dua puluh tahun itu berbinar saat seorang pria paruh baya memberinya handphone baru. Sebenarnya dia sangat senang dengan hadiah kesekian kalinya dari ayah sambungnya tersebut. Hanya saja ada rasa tidak enak dan sungkan.

Lian, begitu ia kerap disapa. Bibir mungilnya melengkung tipis sambil memberikan lagi barang pemberian Darma. Pria itu merengut tidak mau mendengar penolakan.

"Ayah ikhlas membelikan ini untukmu. Masa anak muda pake Hp jadul! Jadi, ambil saja!" Dia menarik tangan Lian untuk memberikan lagi kotak handphone, sengaja ingin menyentuh kulit bersih anak tirinya.

Lian menarik tangannya. Ada perasaan was-was saat melihat kilat mata jelalatan dan senyum penuh seringai milik Darma. "Te-terima kasih, Yah. Nanti setelah aku gajian, uangnya kuganti."

"Lho ... gak usah! Ayah tersinggung kalau kamu melakukan itu," ucapnya masih tersenyum mencurigakan.

Mau tak mau benda itu diterima. Tapi Lian tetap berniat menggantinya nanti jika sudah punya uang.

Wanita paruh baya menghampiri mereka. Tersenyum bahagia karena melihat keharmonisan antara suami dan putri semata wayangnya.

"Lian, apa kamu suka handphone baru itu? Ayah memang bilang ingin membelikannya untukmu tapi Ibu tidak sangka akan secepat ini," tutur Ayu Sari, ibu dari Berlian.

"Ayah kan memang sayang sama Lian. Apapun akan Ayah lakukan untuknya," timpal Darma sambil memegang kursi roda yang diduduki istrinya tapi tatapannya tertuju pada si anak tiri.

"Handphone-nya bagus, Bu! Eh, iya. Aku harus segera berangkat takut kesiangan!" Lian menatap jam di pergelangan tangan lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil tas.

"Ayah akan mengantarmu," tawar Darma.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Lian diantar-jemput oleh ayah sambung menuju ke tempat kerja. Tapi saat ini rasanya ada kecemasan yang melanda sejak Darma menatapnya berbeda tadi.

"Ini hanya ketakutan yang tidak jelas. Aku memang harus ikut sama ayah biar tidak telat ke pabrik. Tenanglah! Kemarin-kemarin aman dan dia tidak melakukan hal aneh. Jadi, tidak usah cemas!" pikir Lian yang disusul dengan anggukan yang tertuju pada Darma.

Ayu mengusap kepala putrinya saat gadis itu berpamitan. Senyumnya makin mengembang. Rasanya lega karena dia mempunyai suami yang juga menyayangi Lian seperti anak sendiri.

**

Seperti biasa, Lian duduk dengan posisi menyamping saat menaiki motor matic milik ayah sambungnya. Tangannya selalu berpegangan pada besi ujung jok.

"Yah, gak usah ngebut biar aman!" Memang saat ini Lian sedang berlomba dengan waktu untuk sampai di tempat kerja. Tapi jika harus membahayakan nyawa, itu juga salah.

Darma sama sekali tidak mempedulikan permintaan dari Lian. Dia sengaja membawa si kuda besinya untuk memacu lebih kencang. Si gadis masih bertahan untuk tidak berpegangan pada pinggang ayah tirinya.

"Lihat saja, kamu pasti akan memelukku dengan erat!" batin Darma yang diiringi senyum seringai.

Pria setengah botak itu menambah kecepatan motor seperti pembalap liar hingga membuat Lian benar-benar menyentuh pinggangnya dengan sebelah tangan. Bagian benjolan di dada sedikit menyundul pada punggung Darma, membuat pria itu makin berotak miring.

Lian segera melepas tangannya saat kendaraan berhenti di depan gerbang sebuah pabrik garmen.

"Sun tangan dulu kalau mau pergi!" Darma mengulurkan tangannya saat Lian baru saja turun dari kendaraan.

Dengan sungkan, gadis itu menurut. Dia terhenyak ketika pipinya dielus oleh Darma. Lian sedikit mundur kemudian buru-buru pergi tanpa berkata apa-apa.

"Hem, manis sekali. Aku suka!"

Seringai itu muncul lagi sebelum Darma meninggalkan tempat tersebut.

**

Lian berkutat di dapur setelah pulang dari bekerja. Memasak untuk makan malam seperti biasanya.

Kompor dimatikan. Dia mengambil wadah untuk nasi goreng dan telur dadar. Menyimpannya di atas meja makan kemudian bergerak membersihkan dapur dan mencuci tangan.

Gadis itu tersentak karena pinggangnya dipeluk seseorang dari belakang. Segera berbalik dan menjauh. Matanya membeliak dan dadanya berdegup-degup.

"Lian, Ayah bikin kamu kaget ya?" Darma tersenyum tanpa dosa.

Gadis tersebut gemetaran menatap takut. Kakinya dipaksakan bergerak meski terasa lemas. Dia harus menjauh dari ayahnya yang makin menakutkan.

Darma menyeringai. "Aku suka aroma tubuhnya."

Pria itu duduk tenang di ruang makan, menunggu yang lainnya datang. Sekitar sepuluh menit, Lian muncul bersama ibunya.

"Akhirnya ... yang ditunggu-tunggu datang juga," ucap Darma dengan senyum tipis yang menyeringai.

Ayu tersipu karena berpikir jika suaminya sedang menggombal. Dia salah, perkataan Darma sebenarnya tertuju pada anaknya.

Pria itu menatap Lian yang tengah menyendokkan makanan. "Bu, anak gadismu mirip denganmu. Sepertinya dulu kamu juga secantik Lian."

"Mas bisa saja. Lian itu jauh lebih cantik karena hidungnya mirip sama almarhum ayahnya, sementara aku kan pesek begini." Wanita paruh baya itu terkekeh.

"Tentu saja, Lian jauh lebih cantik dan muda daripada kamu. Sudah tua, cacat lagi. Tahu begini aku dulu tidak akan menikahimu. Tapi tidak apa-apa, masih ada yang seger di rumah ini," batin Darma.

Lian sebenarnya tidak terlalu berselera makan. Itu karena perlakuan tidak menyenangkan dari ayah tirinya tadi. Tapi karena perutnya perih maka dia mengganjalnya dengan beberapa suap nasi.

Darma mendorong kursi roda untuk mengantar istrinya ke kamar. Membantu Ayu berbaring kemudian pergi lagi ke dapur. Senyum menyeramkan itu terbit lagi karena melihat si Daun Muda berdiri membelakanginya. Lian sedang membersihkan piring bekas makan.

Air liur Darma nyaris menetes melihat sosok tinggi semampai itu. Perlahan dia mendekat lalu berbisik tepat di daun telinga anak tirinya. "Anak Ayah selain cantik juga rajin."

Jantung gadis itu nyaris keluar dari tempatnya. Tubuhnya gemetaran hingga piring yang dia pegang jatuh ke wastafel. Dia menggeser tubuhnya agar menjauh. Namun, Darma mengikuti pergerakannya dan dengan secepat kilat mencuri pipinya menggunakan bibir agak hitam itu.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Darma. Gadis itu menatapnya tajam meski dipenuhi air mata. Tak ada kata yang terlontar karena dadanya terlalu sesak.

"Gadis galak, aku malah makin tertantang untuk memillikimu!" Pipi yang masih terasa panas itu dielus-elus. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas.

Lian berlari masuk ke dalam kamarnya. Pintu dikunci lalu telungkup di atas tempat tidur. Bahunya berguncang hebat. Air mata membanjiri bantal yang dijadikan tempat bersandarnya saat ini.

Kecewa dan takut bercampur di dadanya. Kemarin-kemarin dia sangat bersyukur mempunyai sosok pengganti ayahnya yang telah tiada. Darma begitu perhatian dan menjaga dia dan ibunya dengan baik. Namun, sejak Ayu Sari mengalami kecelakaan dan lumpuh sebulan yang lalu, pria itu perangainya berubah. Memandangnya dengan cara berbeda tapi Lian belum betul-betul menyadarinya. Baru hari ini sejak Darma berani menyentuhnya. Apalagi kejadian tadi di dapur, membuatnya makin gemetaran.

**

Darma keluar dari kamarnya setelah memastikan jika istrinya sudah pulas. Langkahnya mengendap-endap dan menutup pintu dengan pelan. Kakinya berhenti tepat di depan kamar anak tirinya yang terhalang oleh kamar mandi.

Pria itu memegang handle pintu. "Sial, dikunci!"

Dia mengambil kunci cadangan yang ada di dalam kamarnya dengan super hati-hati. Kembali lagi ke kamar Lian dan ... pintu itu terbuka! Kembali ditutup dan dikunci.

Darma berjalan perlahan lalu duduk di bibir ranjang. Senyum menyeramkan muncul setiap otaknya berjalan-jalan pada hal yang liar. Matanya memindai setiap inchi tubuh indah yang sedang meringkuk. Jakunnya naik turun saat tangannya merayapi kaki hingga naik makin ke bagian atas dari anak tirinya.

"Benar-benar indah dan menantang!" gumamnya.

Darma melucuti pakaiannya sampai keadaannya benar-benar polos. Jemarinya membelai lembut bibir Lian. Mata gadis itu membulat sempurna saat ruhnya kembali ke jasad. Baru sadar jika ada makhluk menyeramkan di dekatnya.

"Apa yang Ay ...." Mulut yang ingin berteriak itu dibekap oleh tangan kasar Darma.

Lian tahu bahwa keadaan ini sangat berbahaya. Dia harus bisa melarikan diri. Sayangnya pria itu sudah menindihnya dan memegang pergelangan tangannya dengan kuat-kuat. Bibirnya dibekap lagi tapi saat ini menggunakan bibir bau rokok milik Darma.

Lian menggigit bibir yang menyosornya dengan kuat hingga pria itu mengaduh. Niatnya ingin melawan tapi malah mendapat respon menjijikan.

"Bagus, Sayang. Aku suka dengan gadis galak sepertimu! Tidak masalah jika bibirku sampai berdarah jika itu hasil dari gigitanmu," lirihnya sambil menatap lapar.

Lian menyemburkan salivanya tepat di wajah Darma. Tatapannya penuh kebencian meski terselip ketakutan. "Lepaskan aku, brengsek!"

Darma mendesis agar gadis itu tidak berisik. "Diam dan ikuti kemauanku! Jika tidak maka aku tidak akan segan untuk mengantarmu pada ayahmu yang sudah mati itu!"

"Lenyapkan saja aku! Aku tidak mau melayanimu! Ibu ... tolong!" teriaknya.

Darma segera turun dari tubuh semampai itu. Memungut celananya tapi bukan untuk dipakai. Dia hanya ingin mengeluarkan sebuah benda tajam dari sakunya.

Lian memanfaatkan waktu untuk turun dari ranjang dan bergerak ke arah pintu.

"Mau ke mana?" Darma mencekal pergelangan tangannya lalu menempelkan senjata tajam pada leher jenjang Lian.

"Kalau kamu macam-macam maka aku akan menghabisimu sekarang juga! Bukan cuma kamu tapi juga ibumu, camkan itu!" bisiknya penuh penekanan.

Darma memangku paksa tubuh Lian dan melemparnya ke atas kasur. Lian memohon agar dirinya bisa dibebaskan tapi tentu saja tidak dikabulkan.

Pria itu melepas segala penghalang yang masih menempel di tubuh Lian dengan kasar. Sama sekali tidak peduli dengan tangisan anak tirinya. Kepalanya sudah dipenuhi nafsu setan.

"Ibu ...!" batin Lian.

Wajahnya banjir air mata saat Darma berusaha merenggut miliknya secara paksa. Seluruh tubuhnya dikunci oleh pria bejad yang ada di atasnya. Ingin melawan tapi tak mampu. Kalah tenaga oleh orang yang tengah kesetanan itu.

"Jika kamu menurut, Sayang ..., aku tidak akan mencelakaimu dan ibumu!"

Darma menyeringai dan melancarkan aksinya dengan kasar. Sudah tak tahan lagi ingin menuntaskan hasrat yang sudah lama tidak terpenuhi. Sebenarnya Ayu masih sanggup untuk melayaninya tapi pria itu terlalu maruk. Dia ingin yang lebih segar dan sempit untuk memberi kepuasan batin. Otak dan hatinya sudah gelap tidak bisa memilih mana yang benar.

Suara gedoran di pintu utama membuat aksinya terganggu. Dia menggeram kesal lalu terpaksa turun dari ranjang dan memakai pakaian dengan lengkap. Benda tajam didekatkan pada wajah Lian sekedar untuk mengancam agar gadis itu tidak kabur.

Darma memasukan pisau kecil ke saku celana lalu mengunci pintu setelah dia keluar kamar.

"Aku harus bisa kabur!" gumam Lian. Dia harus memanfaatkan waktu singkat itu dengan baik.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku