Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Aku bukan wanita penggoda

Aku bukan wanita penggoda

Larasjung

5.0
Komentar
93
Penayangan
10
Bab

Ketika usianya yang ke enam tahun, Anindya memilih ikut ayahnya karna kedua orang tuanya bertengkar. Di sana Anindya memilik banyak teman dan salah satunya adalah Yeja, anak laki-laki terbaik menurutnya. Namun sayang, Anindya hanya sebentar ada di sana karna kedua orang tuanya berbaikan. Di usia ke dua puluh lima tahun, Anindya tidak mengharapkan bertemu dengan Yeja lagi. Namun, tak ada yang mengetahui takdir termasuk dirinya sendiri. Anindya harus bertemu dengan Yeja dengan status sebagai calon kakak iparnya yang sayangnya sangat tampan. Semuanya berubah kala Anindya tahu alasan pria itu menikah dengan Anindira yaitu karna salah mengenali mereka. Yeja mengira Dira adalah Yaya, teman masa kecilnya. Lantas apa yang akan di lakukan Anindya? Membiarkan mereka menikah dengan segala kesalahan atau malah membongkar semuanya dengan catatan akan di benci Anindira, saudara kembarnya sendiri?

Bab 1 Pergi dari sini!

Anak berusia enam tahun itu terus menatap anak laki-laki berkaca mata yang terlibat fokus dengan buku di tangannya tanpa melihat sekitar.

Sudah satu minggu Anindya ada di sini bermain dengan banyak anak, tapi hanya anak laki-laki itu yang tidak tertarik bermain bersamanya. Hal itu membuat anak itu bertanya-tanya, sebenarnya apa ada yang salah dengan dirinya?

"Jangan melihatnya seperti itu, nanti dia bisa marah," kata seseorang membuat Anindya tersentak, lalu melihat si pelaku.

Gadis kecil itu menaikkan satu alisnya heran. "Kenapa dia harus marah?" sahutnya heran, lalu kembali menatap anak laki-laki yang masih fokus pada bukunya. "Aku cuma lihat kok."

Erin, teman baru Anindya di panti berdecak tidak suka. "Aku juga tidak tahu, tapi intinya dia orang yang pemarah."

"Tapi aku ngga punya salah," Anindya masih merasa dirinya tidak salah, lalu ia mengalihkan pandangan pada anak berusia sepuluh tahun dengan polos. "Dan–"

"Bagaimana kalau kita main boneka lagi?" Ajak Erin mengalihkan pembicaraan dari anak laki-laki bernama Yezra.

Anak perempuan dengan rambut yang di ikat dua itu mengangguk dengan cepat. "Ayok, tapi tadi kata kakak bosan katanya main boneka terus."

"Itu kan tadi." Erin sedikit menyeret Anindya menjauh dari teras dan meninggalkan anak laki-laki yang duduk di bawah pohon sedang menatap mereka.

Seperti yang di janjikan, kedua anak itu bermain boneka di ruang yang berfungsi sebagai tempat meletakkan semua mainan yang di berikan orang baik.

Semua mainan di dalam ruangan ini tidak boleh di mainkan di luar rumah karna akan di curi sebab mereka lupa membawa masuk ke dalam rumah.

"Ngga tahu Dok, tapi anak Yaya tadi pagi bicara sakit panas."

"Oh, jadi anaknya demam Bu?" Erin pura-pura menulis di atas kertas kosong, lalu mendekat pada boneka yang ada di dekat Anindya.

Anak itu menyentuh kening boneka, lalu tersentak kaget. "Ini panas sekali, Bu."

"Apakah parah Dok? Apa dia harus di operasi?" Celetuk Anindya dengan polos, membuat Erin tertawa begitu juga dengan si pelaku.

"Sangat parah, tapi ngga sampai di operasi kok," ucap Erin setelah lelah tertawa. "Aku akan menulis obatnya dan Ibu hanya perlu menebusnya di apotek."

"Apotek itu apa?" tanya Anindya polos.

"Oh, apotek itu ..." Erin terdiam, anak berusia sepuluh tahun itu bingung mencari cara menjelaskan pada anak enam tahun di depannya. "Ah, apotek itu tempat orang mengambil obat."

Anindya mengangguk mengerti, namun masih ada yang menjadi tanda tanya untuknya. "Memang apo ... tek, itu ada di rumah sakit? Kalau ngga salah ... Ayah pernah cerita ke Bunda katanya mencari obat untuk Mas Andra jauh."

"Ada, aku pernah pergi ke apotek!"

"Benar?" Tanya Anindya tidak yakin mendapatkan jawaban berupa anggukan kepala dari Erin. "Berarti selama ini Ayah bohong sama Bunda dong!"

"Belum ..." Erin tidak melanjutkan kata-katanya melihat Anindya sudah berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan bermain.

Sementara itu Anindya sudah keluar dari gerbang panti berjalan menuju rumahnya yang berada di seberang jalan.

Anindya merasa sangat marah karna ayahnya lagi-lagi berbohong pada Bundanya. Pikiran kecilnya terus saja bekerja dengan melangkah mendekati pintu rumah yang terbuka.

"Ayah!" Anindya berteriak ketika baru saja masuk ke dalam rumah. Kaki kecilnya terus berjalan ke kamar pria yang di panggilnya ayah dan mengetuk pintunya dengan brutal.

"Ada apa–"

"Ayah bohongi Bunda lagi ya?" Tanya Anindya tidak membiarkan Adam untuk menyelesaikan perkataannya.

"Bohong?"

"Hm, kata Kak Erin di rumah sakit ada apo ... tek, tapi kata Ayah dulu kalau mencari obatnya jauh," Anindya menatap ayahnya curiga. "Jujur aja, Yah. Bunda tidak marah, tapi akan memaafkan Ayah."

Adam terdiam cukup lama mendengar perkataan agak aneh dari putri bungsunya. Ia tidak pernah bercerita tentang masalah rumah tangganya pada siapa pun hingga terdengar oleh anaknya.

Masalahnya yang terusir dari rumah juga hanya di ketahui oleh dirinya dan sang istri. Sebenarnya masalah di rumah tangganya terjadi hanya karna salah paham, sebab Adam tak pernah selingkuh.

Tapi yang namanya wanita, tak akan mengalah. Bahkan istrinya mengancam akan meninggalkan rumah.

Sebagai seorang pria dan ayah, Adam tentu saja tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Lebih baik ia yang pergi dari pada istri dan anak-anaknya.

"Ih, kok ayah diam aja sih!" Anindya menatap ayahnya kesal. "Aku udah dengar semuanya. Saat Ayah sama Bunda bertengkar, aku juga ada di dapur."

"Jadi kamu dengar semuanya?" Adam mengulang perkataan putrinya, lalu ayah dari tiga orang anak itu berjongkok menyamakan tinggi dengan sang putri. "Tapi kenapa kamu–"

"Iya, semuanya! Bahkan aku juga dengar Bunda mendapatkan telepon dari seseorang sebelum memanggil Ayah," kata anak itu polos.

"Apa kata orangnya?" Adam menahan senyum, pria itu mendapatkan titik terang akan masalah rumah tangganya.

"Rahasia," Anindya melipat kedua tangan di dada dengan terus menatap sang ayah. "Tapi ayah juga harus janji kalau tidak menyakiti Bunda lagi. Ayah sih ngga tahu kalau setelah bertengkar, Bunda nangis. Aku jadi kasihan kan."

Adam sangat menyadari kalau menghadapi anak perempuannya yang ini sangat sulit dari pada saudaranya. Jika anaknya yang lain dengan mudah di bujuk dengan makanan atau uang maka anak yang ini tidak.

Anindya juga keras kepala atau mungkin keras hati jika sudah menginginkan sesuatu. Sangat mirip istrinya.

"Kalau kasihan dengan Bunda, kenapa malah ikut Ayah?" tanya Adam setelah bosan mendengar omelan dari putrinya cukup lama.

"Karna Ayah jauh lebih kasihan lagi."

Adam mengerutkan kening, ia semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran anaknya. Pria itu juga tidak buka suara dan menunggu Anindya melanjutkan perkataannya.

"Bunda di temani oleh Mbak Dira dan Mas Andra, sementara Ayah? Tidak ada. Jadi, dari pada Ayah nantinya sedih, lebih baik aku pura-pura menangis ingin ikut."

Pria itu berdiri dari jongkoknya dan menatap putrinya lelah. "Ya sudah, terserah kamu saja, Ya."

***

"Baca buku aja terus, apa ngga bosan?" Tanya Anindya begitu lewat di depan seorang anak lelaki yang wajahnya tertutup buku.

Anindya sengaja berjalan pelan dengan tatapan tidak putus dari anak lelaki itu hingga akhirnya berhenti melangkah sebab semakin menjauh.

Anindya mendekati anak lelaki itu dan berhenti tidak jauh darinya. "Yaya lagi ngomong sama manusia lho, bukan–"

"Pergi dan jangan mengganggu!"

"Eh, bisa ngomong ternyata," Anindya tidak menyerah dengan memberanikan diri untuk semakin dekat anak lelaki itu. "Siapa sih namanya? Namaku Yaya."

Tidak ada jawab dan hal itu tidak membuat Anindya menyerah. Ia bahkan dengan berani duduk di samping anak lelaki itu, lalu kembali menatapnya.

"Diam lagi," kemudian ia menghela nafas kasar. "Oke, Yaya juga bisa diam."

Namun yang namanya Anindya Kalya Putri tidak akan bisa diam, mungkin bisa untuk tidak bicara, tapi tangan anak itu sudah bergerak-gerak menyentuh buku anak lelaki itu.

"Aku bilang pergi dari sini!" Bentak anak itu sambil menepis tangan Anindya dari bukunya. "Dan jangan pernah dekati aku lagi."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku