Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
"Maya, menikahlah dengan suamiku." Ucapan Clara terdengar penuh keyakinan, dan penekanan.
Kalimat itu menghantam ruangan seperti bom yang meledak. Maya menatap Clara dengan mata membelalak, tangannya gemetar. Nampan kecil yang tadi diletakkan di meja hampir terjatuh. Sementara itu, Bagas langsung memutar tubuhnya ke arah Clara, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tak bisa ia sembunyikan.
Clara Salsabila adalah seorang publik figure yang terkenal di dunia hiburan dan bisnis, dikenal dengan pesona dan karier cemerlangnya. Ia juga istri dari Bagas Pratama, seorang CEO sukses di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi dan inovasi. Sebagai pasangan yang tampak sempurna di mata publik, kehidupan mereka tampaknya penuh kemewahan dan kebahagiaan. Namun, di balik itu, mereka harus menghadapi tantangan besar yang menguji hubungan mereka, terutama mengenai perbedaan pendapat tentang keluarga dan karir.
"Clara, apa maksudmu?" tanya Bagas dengan nada setengah berbisik, berusaha menahan emosinya.
Bagas sangat mendambakan seorang anak, berharap anak tersebut bisa menjadi penerus perusahaan yang telah dibangunnya dengan susah payah. Baginya, keturunan adalah segalanya, bukan hanya untuk melanjutkan warisan, tetapi juga sebagai simbol keberhasilan dan kelanjutan dari impian yang telah ia capai bersama Clara. Namun, bagi Clara, memiliki anak adalah ancaman besar bagi karirnya. Sebagai seorang publik figur, ia merasa kehadiran seorang anak akan merusak tubuhnya, mengurangi popularitasnya, dan menghambat impian-impian besarnya di dunia hiburan.
Konflik ini semakin memuncak ketika Bagas terus mendesak Clara untuk mempertimbangkan kemungkinan memiliki anak. Clara yang tetap teguh pada pendiriannya, merasa terpojok dan mulai mencari jalan keluar yang mungkin bisa menyelamatkan pernikahannya tanpa mengorbankan karirnya. Setelah berpikir panjang, Clara akhirnya membuat keputusan yang mengejutkan. Ia memutuskan untuk memberi jalan bagi Bagas untuk menikah lagi-dengan Maya, asisten rumah tangga mereka yang telah bekerja hampir tiga tahun bersama mereka.
Clara tetap tenang, bahkan tersenyum kecil. "Aku serius, Mas. Aku sudah memikirkan ini baik-baik. Maya adalah wanita yang tepat. Dia rendah hati, baik, dan pasti bisa menjadi ibu yang luar biasa untuk anakmu."
Maya bangkit dari tempat duduknya, tubuhnya terasa lemas. "Maaf, Bu Clara. Saya ... saya nggak mengerti. Ini ... ini nggak masuk akal."
Clara segera menahan gerak Maya dengan suaranya yang lembut namun penuh otoritas. "Dengar, Maya. Aku tahu ini terdengar mengejutkan, tapi ini adalah solusi terbaik. Aku tahu kamu butuh bantuan finansial untuk pengobatan ayahmu. Aku juga tahu Bagas ingin seorang anak, sesuatu yang nggak bisa aku berikan. Kamu bisa membantu kami, dan aku akan ... aku akan memberimu uang 1 Milyar jika kamu bersedia menikah dengan Mas Bagas."
Bagas menatap Clara dengan amarah yang tertahan. "Clara, kamu nggak bisa mengambil keputusan sepihak seperti ini. Ini hidup kita, bukan permainan."
Clara mengalihkan pandangannya ke Bagas. "Aku hanya ingin kita tetap bersama, Mas. Kalau aku nggak bisa memberimu anak, setidaknya aku bisa memberikan solusi. Maya orang yang tepat, percayalah."
Maya berdiri terpaku, merasa seperti berada dalam mimpi buruk. Ia ingin menjawab, tapi kata-kata tak kunjung keluar dari mulutnya. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang bisa mengajukan permintaan semacam ini dengan begitu dingin dan terencana?
Akhirnya, dengan suara bergetar, Maya berkata, "Maaf, Bu Clara. Saya nggak bisa menerima tawaran ini."
Namun, Clara hanya tersenyum. "Pikirkan dulu, Maya. Aku tahu kamu akan berubah pikiran. Apalagi saat ini ayahmu sedang terbaring tidak berdaya di rumah sakit. Semua ini demi kebaikan bersama."
Maya menatap Clara dalam, matanya terlihat begitu yakin dengan apa yang akan ia katakan. "Maaf, Bu. Saya rasa nggak ada yang perlu dipikirkan lagi, sampai kapan pun saya akan tetap menolak permintaan Bu Clara. Walaupun saya harus mengorbankan kesembuhan ayah saya sendiri."