Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Wanita Penghibur untuk Suamiku

Wanita Penghibur untuk Suamiku

detaindah

5.0
Komentar
4.5K
Penayangan
31
Bab

Dengan ke tidak berdayaan seorang istri dan rasa sayang yang amat sangat untuk seorang suami, Naura rela menyewakan wanita penghibur untuk suaminya. Hari demi hari, Naura lewati hidup bagaikan tercekik di antara himpitan bebatuan karang yang terjal. Tetapi Naura harus melewati rumah tangga bagaikan bara api ini, demi melancarkan balas dendamnya akan inseden kematian keluarganya. Mereka harus tahu? Dirinya memang korban satu-satunya yang selamat dari inseden kecelakaan itu. Luka di tubuhnya mungkin dengan sangat cepat akan sembuh dengan sendirinya, tetapi ... apa mereka tahu? Luka di benak Naura menyaksikan kedua orang tuanya terpanggang di dalam mobil dengan tangan yang meronta dari balik kaca?

Bab 1 Dokter Memvonis Naura

Naura Faranisa wanita yang sering dipanggil Naura itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia menangis kencang penuh emosi.

Abdi memeluk erat Naura, menggenggam tangannya dengan kuat. "Kau pasti bisa, Naura. Aku yakin!" bisiknya, kini perasaan Naura hancur ... sehancur-hancurnya. Bagaimana tidak? Dokter memvonis dirinya dengan penyakit yang tak pernah terfikirkan oleh setiap wanita.

"Aku sakit, Mas! Aku sakit!" jerit Naura menatap netra Abdi dengan linangan air mata, Abdi mengeratkan genggaman jemarinya pada Naura. Sambil mengelus lembut punggung istrinya, tanpa bisa menjawab sepatah kata pun.

Abdi membiarkan istrinya menumpahkan semua kesedihan di dalam pelukannya, Dokter yang memvonis Naura pun ikut hanyut dalam kesedihan mereka.

Istri tercinta Abdi itu telah divonis Dokter dengan penyakit yang mengerikan bagi seluruh wanita, yaitu kanker di buah dadanya dengan stadium empat dan harus mengikuti operasi untuk pengangkatan sel-sel kanker yang bersarang di bagian terindah wanita.

Wanita mana yang tidak terpukul mendengarnya? Sedangkan Naura baru saja menikah dengan pria idamannya. Abdi Ravindra Malik, pria tampan dan mapan yang sukses membuat Naura tergila-gila sampai mungkin gila beneran.

Kini Naura meratapi nasip, memegang kedua dadanya. "Haruskah Aku menjadi wanita cacat, di mata suamiku, Tuhan?" batin Naura bergejolak.

Abdi yang sangat tahu perasaan istrinya mencoba untuk menghibur hati Naura. "Kau tau, Sayang? Kau wanita cantik yang pernah, aku temui. Jadi ada atau tidak buah dadamu, aku tidak mempermasalahkan itu." Abdi memeluk Naura yang masih sangat syok dan terpukul.

"Oke Buk, Pak, harap dipertimbangkan dulu saja di rumah. Tetapi saran saya harus secepatnya dilakukan tindakan pengangkatan, karna jika terlambat sel-sel kanker nya akan menyebar lebih luas."

Mendengar perkataan sang dokter hanya membuat Naura semakin sakit hati dan ia bergegas meninggalkan suaminya di dalam ruangan itu.

Naura berjalan tertatih. Inikah nasip yang harus ia jalani? Lalu bagaimana impiannya bersama Abdi untuk mempunyai momongan?

Apakah ia gagal menjadi seorang istri? Kini fikiran Naura sangat kalut. Memikirkan tentang bagaimana hidupnya nanti? Atau malah ia tak akan hidup lebih lama lagi. Keadaan saat ini yang membuatnya bertanya banyak pada dirinya sendiri.

***

Naura yang sampai terlebih dulu di rumah, merasa semakin terpukul. Kini ia membersihkan diri di bawah genangan air shower yang mengucur dari atas, seakan air itu menutupi air matanya yang terus menetes tiada henti.

"Sayang? Apa kau sedang mandi?" tanya Abdi yang baru saja datang. Namun, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut istrinya, Abdi yang merasa khawatir dengan keberadaan istrinya. Mencoba untuk membuka pintu toilet dan benar saja dia mendapati istrinya sedang telentang tanpa busana di bawah air yang mengucur.

"Nau? Aku mohon jangan begini. Aku ingin kamu sembuh?" ucap Abdi memeluk Naura.

"Percuma ... Aku sembuh juga, aku tetap menjadi Istri yang cacat!" jawab Naura ketus sambil menatap ke arah langi-langit dengan tatapan kosong.

"Nau, Aku mohon hilangkan perasaan itu. Aku ini sangat mencintaimu." Abdi menggenggam jemari Naura hangat.

Naura beringsut bangun dari posisinya lalu duduk menatap Abdi dalam. Tiba-tiba Naura mencium Abdi, kemudian meletakkan tangan Abdi di dadanya. "Sentuhlah aku, selagi kau bisa menikmatinya, Mas!" bisik Naura di telinga kanan Abdi.

Abdi mencium tengkuk leher istrinya, menciumnya lembut dan penuh kasih sayang. Kini sepasang suami istri berpagut kasih di bawah cucuran air.

"Sayang, sembuhlah untuk, suamimu ini," bisik Abdi, membuat Naura semakin tenang. Tidak lagi menangis, tetapi ... tetap melamun yang Abdi pun tak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghibur Naura atau setidaknya mengembalikan senyuman manis istrinya itu.

Naura digendong Abdi ke kasur, menyelimuti tubuhnya dan mematikan Ac kamar agar Naura tak merasa kedinginan.

Abdi memandangi Naura dalam, perasaan tak tega melihatnya terbaring lemah seperti ini. Apa Naura tahu perasaannya? Dia pun juga sangat terpukul. Namun Abdi tahan! Abdi takut Naura akan mengira ia sedang kecewa oleh keadaan.

Air mata Abdi menetes, sebenarnya yang Abdi khawatirkan adalah bagaimana hidup Naura nanti? Dan bagaimana saat Ibunya tahu jika menantunya sakit?

Apakah Ibu akan membenci Naura, karena secara tidak langsung pasti ini akan membuatnya sulit mempunyai cucu. Lalu bagaimana jika nanti pernikahannya akan hancur karna sikap Ibu? Mengingat kembali jika Ibu tak pernah merestui pernikahan mereka.

"AH! Entahlah! Yang jelas Aku akan tetap mempertahankan Naura bersamaku!" ucap Abdi yang tak sengaja mengeluarkan nada keras.

"Mas?" panggil Naura lemah.

"Iya, Sayang?" Abdi menjawab sambil tersenyum manis menoleh ke arah Naura.

"Kamu, bilang apa tadi?"

"Hah? Bilang apa?" jawab Abdi yang berpura-pura terkejut. "Mungkin Kau hanya mimpi!" jawab Abdi mengelak.

"Ah masa? Sayang ... Aku udah siap dioperasi!" ucap Naura mendadak, Abdi tertegun mendengarnya.

"Terima kasih, Sayang ... akhirnya kamu mengerti!" ucap Abdi mengelus anak rambut Naura. "Jangan berfikir apapun ya, jangan takut. Aku selalu mencintaimu sampai kapan pun itu. Aku janji!" sahut Abdi dan Naura hanya tersenyum mendengarnya.

***

Jam di atas nakas menunjukkan pukul 07:00 WIB pagi ....

Naura bersiap-siap untuk segera ke rumah sakit, dengan tubuh yang tidak dibalut apapun. Naura menghadap ke sebuah cermin, memandangi dan meraba dadanya. Hatinya hancur kembali, air matanya tetap menetes meski sebenarnya sudah dikuat-kuatkan dirinya untuk Abdi, suaminya ....

"Jangan menangis lagi, Sayang. Kau tetap cantik dalam keadaan apapun!" bisik Abdi yang tiba-tiba datang memeluk Naura dari belakang.

Naura mengambil kedua tangan Abdi, meletakkan tangan itu ke dadanya. "Kamu akan kehilangan ini, nih!" Naura terkekeh berusaha meledek suaminya, dalam keadaan haru.

"Aku, tak butuh apapun darimu, Sayang. Yang aku butuhkan hanya dirimu di sampingku selamanya. Jadi ... kumohon berusahalah untuk sembuh!" ucap Abdi meyakinkan.

"Aku janji demi keluarga kita." Naura tersenyum manis bak gula jawa kata Abdi.

"Aku, tunggu di bawah ya ...," ucap Abdi sambil mencium pipi kiri Naura.

Naura menyentuh pipinya dia merasa beruntung memiliki suami seperti Abdi. Saat ini hati Naura benar-benar merasa tenang jauh dari sebelumnya. Semua berkat Abdi, Abdi bagi Naura adalah napas, tak ada lagi yang bisa menggantikan Abdi di hidupnya.

Sekarang Naura tahu, bahwa penyakit ini bukanlah hal penting baginya. Yang terpenting adalah bagaimana dia sembuh dan bisa membahagiakan keluarga kecilnya kelak.

Naura mulai turun dari tangga, mata Abdi tak berkedip seolah terpana melihat kecantikan istrinya. Bagaimana tidak? Naura sengaja memakai perhiasan wajah yang tebal dan dress pendek sepaha hanya untuk membuat Abdi kagum oleh kecantikannya.

Naura berfikir ia harus melakukan ini untuk suaminya, agar Abdi melihat Naura berdandan cantik yang terakhir kalinya dengan buah dada yang masih menempel di tubuhnya.

Abdi terbangun dari duduknya, segera menghampiri Naura. "Sayang, kau cantik sekali," ucap Abdi sembari mengulurkan tangannya ke arah Naura.

"Terima kasih," sahut Naura.

Mereka benar-benar seperti sepasang suami istri di film Hollywood, yang dimana jika yang menonton para kaum jomblo akut akan menggigit bibir bawahnya, karena tak kuat melihat adegan romantis mereka.

Setibanya di rumah sakit Abdi menyerahkan semua berkas Naura yang harus ditanda tangani oleh sang suami. Para suster yang membantu Naura pun semuanya dipilih langsung oleh Abdi untuk merawat istri kesayangannya itu.

Semua dokter pria yang melihat Naura tak ada henti-hentinya mencuri pandang ke arah Naura dan Abdi dengan cepat menyadari.

Alih-alih cemburu Abdi malah sengaja membiarkan mereka, agar Naura bisa melihat dirinya masih begitu cantik di mata suaminya maupun orang lain.

"Buk, kita ganti pakaian dulu ya," ucap salah satu suster yang telah menyiapkan kamar rawat inap VVIP untuk Naura.

Naura mengikuti perintah suster, setibanya Naura berganti pakaian pasien. Naura berbisik ke telinga Abdi, "Sayang ... aku masih cantik gak? Pakai pakaian ini?" tanya Naura menggoda.

"Kamu selalu cantik, istriku!" sahut Abdi.

"Ah masa?"

"Gak percaya? Coba kamu liat para dokter itu ... dari tadi ngeliatin kamu terus tuh?" bisik Abdi.

"Iya sih. Kamu gak cemburu?"

"Nggak dong! karna aku tau istriku wanita yang setia," Abdi balik menggoda sembari mengentikkan satu matanya.

Naura tersenyum lebar mendengarnya. "Selalu berjanji untuk setia. Aku mohon," ucap Naura sedikit menekan.

"Aku selalu janji untuk setia, Sayang ... sehidup semati!" seru Abdi yang berhasil meluluhkan hati Naura.

Para suster yang melihat mereka berbisik tetapi sedikit kedengaran itu, membuat mereka iri sekaligus ingin secepatnya menikah.

"Mohon maap nih, Mas, Buk. Di kamar ini kan ada orang lain. Tolong lah, Mas, Buk. Jangan bikin Kami gigit jari!" celetuk salah satu suster di ruangan itu Yang berhasil membuat sepasang suami istri kini tertawa keras.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh detaindah

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku