Fatma harus berkorban demi cintanya. Dimana ia mengidap kanker rahim stadium 4, dan tidak bisa memilki keturunan. Dia meminta suaminya untuk menikah lagi, sebab selain karena anak, Fatma juga harus merasakan sakit saat mengetahui jika suaminya tak pernah mencintainya. "Aku memang tak mencintaimu, Fatma. Tapi aku tak mau menyakitimu," tolak pria yang bernama Satria. "Insya Allah aku ikhlas mengizinkanmu menikah lagi. Tolong turuti permintaan terakhirku, Mas," jawab Fatma dengan air mata yang mentes deras.
"Mas, aku mau kamu menikah lagi!" pinta seorang wanita yang sedang terbaring di ranjang dengan wajah pucatnya.
Pria yang sedang memakai dasi seketika menoleh. Terlihat raut wajahnya tak senang saat mendengar ucapan wanita itu.
"Cukup Fatma! Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak akan menikah lagi!" tegas seorang pria yang bernama Satria.
Fatma bangun dari tidurnya, lalu dia menyandarkan tubuhnya di dipan ranjang dan menatap lekat pada pria yang sudah menemaninya selama 5 tahun itu.
"Mas, aku ingin melihatmu bahagia. Kamu tahu kan, jika aku tidak akan bisa memberikanmu seorang anak? Aku ini gak bisa hamil, Mas. Aku ikhlas jika kamu menikah lagi."
"Tidak. Sudahlah Fatma, aku malas membahas ini terus." Satria keluar dari kamar untuk menuju meja makan.
Dia menghela nafasnya dengan kasar. Tatapannya kosong dengan tangan yang sedang mengaduk-aduk kopi yang ada di gelas.
Sudah beberapa kali Fatma memintanya untuk mendua, tetapi selalu Satria tolak dengan tegas. Pikirannya menerawang ke 5 tahun silam, dimana ia menikahi Fatma karena perjodohan almarhum kedua orang tuanya.
"Mas," panggil Fatma yang sudah sampai di meja makan.
"Fatma, sudah cukup! Jangan memaksaku untuk mendua." Satria merasa jengah, sebab setiap hari Fatma selalu membahas tentang menikah lagi.
"Maaf, Mas. Aku tidak bermaksud membuatmu marah. Hanya saja, kamu tahu kan jika aku sedang sakit dan kita tak mungkin mempunyai anak. Aku hanya ingin ada yang mengurus kamu sebelum aku tiada," tuturnya.
Satria bangkit dari duduknya dengan tatapan tajam ke arah Fatma. "Cukup ya! Kamu itu bukan Tuhan yang tau kapan kamu tiada. Ingat Fatma! Ucapan adalah do'a. Sudahlah, aku mau ke cafe dulu."
Tanpa mengulurkan tangannya untuk di cium oleh Fatma, Satria pergi begitu saja. Dia meninggalkan sang istri yang tengah menangis.
"Maafkan aku, Mas. Maaf jika aku memaksamu. Tapi ini untuk kebahagiaanmu," lirihnya.
Dia meremas dadanya yag terasa sakit. Bukan Fatma rela mengizinkan Satria menikah lagi, akan tetapi penyakitnya yang semakin hari semakin parah, membuat Fatma tak memiliki pilihan lain.
Fatma hanya ingin melihat Satria ada yang mengurus saat ia sudah tak ada di dunia ini lagi. Namun, di balik itu semua ada hal penting yang menjadi dorongan bagi Fatma untuk mengizinkan Satria mendua. Sebab ia tahu, jika selama ini Satria tak pernah mencintainya.
"Mas, maaf jika aku harus melakukan ini." Fatma menuju kamar lalu menelpon Uminya.
"Hallo assalamualaikum, umi," ucap Fatma saat telepon teraambung.
"Waalaikumussalam."
"Umi, apa umi dan abi sudah dapatkan calon untuk mas Satria?"
"Iya nak, kami sudah mendapatkan wanita itu. Dan umi pastikan ia gadis baik-baik. Besok umi dan abi akan ke rumah untuk berbicara sama kamu dan Satria."
Setelah berbicara dengan uminya, Fatma menutup teleponnya. Dia kembali termenung sambil menatap foto pernikahannya bersama dengan Satria.
Air mata kembali mengalir deras saat mengingat 5 tahun perjalanan rumah tangga mereka berdua. Fatma memang sadar, selama ini sikap baik Satria padanya bukan dasar cinta, namun hanya sekedar menghargai dia sebagai istri.
"Aku berharap, wanita itu tidak pernah sakit, seperti aku saat ini." Dia menghapus air matanya lalu mengambil obat yang ada di laci kamar.
"Aawwh! Sssh!" ringis Fatma saat merasakan perutnya kembali sakit.
.......................
Malam ini Satria pulang lebih lambat, karena ia sengaja sebab malas berdebat dengan Fatma yang ujung-ujungnya akan membahas soal pernikahan lagi.
"Assalamualaikum," ucap Satria saat masuk kedalam kamar.
"Waalaikumusalam," jawab Fatma sambil mencium tangan Satria. "Mas, tumben kamu pulang telat?" tanyanya sambil membuka jas Satria.
"Iya, cafe lagi rame," bohong Satria, kemudian dia segera masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai, Satria langsung menuju tempat pembaringan karena badannya terlalu lelah. Bukan hanya lelah tubuh saja, tapi pikiran juga.
"Mas, kamu gak mau makan dulu?" Fatma mengkhawatirkan kesehatan suaminya.
"Aku sudah makan, dan aku sangat lelah," jawabnya dan langsung memejamkan mata.
Fatma yang mendengar itu pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk memberitahu Satria jika besok kedua orang tuanya akan datang ke sana.
.
.
Pagi ini seperti biasa, Fatma sedang menyiapkan kebutuhan Satria, mulai dari baju sampai makannya. Walaupun dia sedang sakit, tapi kebutuhan Satria selalu Fatma yang handle, sebab ia merasa itu adalah tugas seorang istri.
"Ini Mas, kopinya." Fatma menaruh kopi di hadapan Satria.
"Hm, makasih," jawab Satria dengan datar.
Fatma hanya tersenyum tipis. Jawaban dingin nan datar sudah biasa ia dengar dari mulut suaminya, tapi tidak masalah bagi Fatma, sebab ia tau suaminya tak pernah mencintai dirinya.
Dengan cekatan Fatma mengambilkan sarapan untuk Satria, lalu dia pun duduk di samping pria itu. 'Aku rasa ini waktu yang pas,' batin Fatma sambil melirik ke arah suaminya.
"Mas, aku mau bilang kalau--"
Kriing!
Ucapan Fatma terhenti saat tiba-tiba saja ponsel Satria berdering, dan ternyata itu telepon dari Yusuf, sahabat sekaligus orang kepercayaannya di cafe.
"Iya, kenapa Suf?" tanya Fadli saat telepon tersambung.
"Oh, oke. Kamu siapkan saja semuanya, nanti aku langsung nyusul kesana ya." Telepon pun terputus.
Satria menyadari jika tadi Fatma ingin mengatakan sesuatu. "Kamu tadi mau bilang apa?" tanyanya sambil meminum kopinya.
"Itu Mas, aku cuma amu bilang kalau umi dan abi akan kesini nanti siang. Mereka juga mau menbicarakan sesuatu sama kamu," terang Fatma.
"Oh, begitu ... memang mau bicara soal apa?"
Fatma terdiam, dia nampak ragu untuk mengungkapkan kedatangan orang tuanya, takutnya Satria malah marah.
"Gak tau Mas. Nanti siang kamu makan di rumah ya!" pintanya penuh harap.
Mendengar permintaan Fatma, Satria mengangguk, "aku usahakan ya. Tapi aku tidak janji, sebab hari ini jadwal meeting ku benar-benar sangat padat." Satria tak mau memberi harapan pada Fatma.
"Iya Mas. Tapi aku berharap kamu pulang, sebab umi dan abi ingin mengatakan sesuatu yang penting."
Satria penasaran apa yang akan di bicarakan oleh kedua mertuanya, namun ia harus cepat ke cafe sebab ada meeting pagi ini.
Kemudian ia pun pergi dengan Fatma yang mengantarnya sampai halaman depan. "Sebenarnya apa yang akan di katakan oleh umi dan abi, ya? Hal penting apa itu?" lirih Satria saat berada di dalam mobil.
Dia pun ingin segera menyelesaikan pekerjaannya untuk bisa datang nanti siang, sebab Satria juga amat penasaran.
Sementara Fatma sedang menelepon Uminya dan menanyakan apakah jadi atau tidak kesana.
"Semoga nanti siang mas Satria tidak marah dan menolak. Ya Allah, lancarkanlah semuanya. Semoga umi dan abi bisa memberi pengertian pada mas Satria." Fatma kembali meringis sambil meremas perutnya, kemudian dia meminta pembantu yang ada di rumah itu mengambilkan obatnya.
BERSAMBUNG......
Bab 1 Permintaan Fatma
21/12/2023
Bab 2 Kamu Gila
06/01/2024
Bab 3 Terserah
06/01/2024
Bab 4 Pernikahan Kedua
06/01/2024
Bab 5 Kapan Memberitahu
06/01/2024
Bab 6 Kalian Menjebakku
06/01/2024
Bab 7 Membuka Cadar
07/01/2024
Bab 8 Kekasih Masa Lalu
07/01/2024
Bab 9 Takut
07/01/2024
Bab 10 Panik
07/01/2024
Bab 11 Azizah Yang Bijak
07/01/2024
Bab 12 Harus Kuat
07/01/2024
Bab 13 Hinaan
07/01/2024
Bab 14 Cemas
07/01/2024
Bab 15 Mas Rela
07/01/2024
Bab 16 Kamu Nantangin
07/01/2024
Bab 17 Surprise
07/01/2024
Bab 18 Hamil
07/01/2024
Bab 19 Permintaan Fatma Terkabul
07/01/2024
Bab 20 Kabar Buruk
07/01/2024
Bab 21 Maafkan Abi
07/01/2024
Bab 22 Membela Pelakor
07/01/2024
Bab 23 Egois
07/01/2024
Bab 24 Aku Lelah
15/01/2024
Bab 25 Salah Paham
15/01/2024
Bab 26 Satria Marah
16/01/2024
Bab 27 Saran Nisa
16/01/2024
Bab 28 Kemarahan Abi
17/01/2024
Bab 29 Penjelasan
17/01/2024
Bab 30 Tak Mau Mendengarkan
18/01/2024
Bab 31 Lepaskan aku!
18/01/2024
Bab 32 Tak Sadarkan Diri
19/01/2024
Bab 33 Paket Bunga
19/01/2024
Bab 34 Teman SMP
20/01/2024
Bab 35 Berbeda
20/01/2024
Bab 36 Hanya Benalu
21/01/2024
Bab 37 Melaporkan
21/01/2024
Bab 38 Penangkapan
22/01/2024
Bab 39 Alasan Membenci
22/01/2024
Bab 40 alasan Fatma Bertahan
23/01/2024
Buku lain oleh Tinta Hitam.
Selebihnya