Ranjang Panas Istri Kedua

Ranjang Panas Istri Kedua

Cerita _46

3.5
Komentar
30.2K
Penayangan
34
Bab

Bella menggeliat di bawah tubuh Bram, kedua tangannya mencengkeram erat sprei yang sudah kusut. Nafasnya terengah, bibirnya tak berhenti mengeluarkan desahan. "Ahh... Bram... ahhh... lebih dalam..." suara itu pecah, bercampur antara kenikmatan dan keputusasaan. Tubuhnya bergetar setiap kali Bram menghantam, membuatnya semakin terhanyut. "Ahh... enak sekali... jangan berhenti..." rintih Bella, matanya terpejam, wajahnya memerah diliputi panas yang semakin membakar. Bram hanya terkekeh rendah, melihat bagaimana istrinya tenggelam dalam permainan mereka. Semakin Bella mendesah, semakin cepat gerakannya, membuat kamar itu penuh dengan suara ranjang yang berderit, bercampur dengan panggilan dan rintihan Bella yang semakin tak terkendali.

Bab 1 Part 1

Bella mendesah pelan, wajahnya memerah, napasnya mulai tersengal. Sentuhan itu membuat tubuhnya bergetar, ini kali pertamanya merasakan tangan seorang pria di bagian yang begitu sensitif dan pria itu adalah suaminya sendiri.

Bram menatap wajah Bella yang memerah, bibirnya terangkat membentuk senyum tipis. Tangannya tetap di dada Bella, menggenggam dan memijat perlahan, membuat denyut hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Perlahan ia menggeser tubuhnya, menunduk hingga napas hangatnya menyapu pipi sang istri. Bella memejamkan mata, menunggu apa yang akan terjadi.

"Mas..." suara Bella bergetar, setengah ingin menahan, setengah ingin menyerah pada sensasi itu.

Bram menangkup wajah Bella dan menempelkan bibirnya. Ciuman itu dalam, panas, dan mendesak. Lidahnya menyapu lembut bibir bawah Bella, memaksanya terbuka, lalu menyelip masuk dengan gerakan yang membuat napas sang istri tercekat.

Tangan Bram yang sudah berada di dada Bella kini bergerak lebih berani. Jemarinya menekan dan mengelus, sementara bibirnya mulai turun, menyapu kulit di sekitar payudara Bella dengan lembut tapi penuh hasrat. Bella menegang, napasnya tercekat, suaranya berubah menjadi lirih yang nyaris seperti erangan.

"Ahh... mas... lidah kamu..." rintih Bella, tubuhnya melengkung tak terkendali di bawahnya.

"Begini maksudnya?" bisik Bram rendah, suaranya berat dan menuntut, sementara bibirnya mencium, menjilat, dan menempel di kulit yang sensitif itu, membuat seluruh tubuh Bella bergetar hebat.

Bella menggigit bibirnya, mencoba menahan, tapi sensasi itu terlalu kuat. "Ahhh... geli... uh... panas..."

Namun di sela dekap itu, pikiran Bella mulai melayang. Bagaimana ia sampai di titik ini, berada di pelukan pria yang dulunya hanya nama besar yang menakutkan di desanya? Ingatan itu menyeruak begitu saja, membawa Bella kembali pada siang yang mengubah seluruh hidupnya.

---

Siang itu, udara panas menyelimuti desa. Terik matahari memantulkan cahaya ke tanah berdebu, membuat udara bergetar tipis. Di warung kecilnya yang beratap seng, Bella duduk di kursi kayu, menggenggam gelas teh hangat yang mulai kehilangan uapnya. Tak ada pembeli. Ia hanya melamun, memikirkan cara menambah pemasukan agar ibunya tidak terlalu lelah berjualan.

Langkah kaki terdengar dari luar, disusul dua pria asing yang berhenti di depan warung. Mereka saling bertukar pandang.

"Ini warungnya," ucap salah satu pria dengan nada datar.

"Iya, dia ada di dalam," jawab yang lain.

Bella berdiri, tersenyum ramah. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

Salah satu dari mereka menatap Bella dari kepala hingga kaki, tatapan yang membuatnya tidak nyaman. "Ikut kami."

Bella mengerutkan kening. "Ngapain? Saya jualan di sini."

"Jangan banyak tanya. Ikut." Suaranya meninggi, dan sebelum Bella sempat mundur, pergelangannya sudah dicengkeram kuat.

"Mas! Lepasin! Saya nggak kenal kalian!" teriak Bella, mencoba memberontak. Tapi genggaman mereka seperti besi. Ia terseret keluar, langkahnya terhuyung, hingga pintu mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan terbuka.

Tanpa diberi pilihan, Bella didorong masuk. Aroma pengap bercampur parfum menyengat menyergap hidungnya. "Mas... mau bawa saya ke mana?!" tanyanya panik. Tak ada jawaban, hanya tatapan dingin dari pria di kursi depan. Mobil melaju meninggalkan warung, meninggalkan hidup Bella yang sederhana.

Perjalanan tiga puluh menit itu terasa seperti seharian penuh. Sinar matahari siang menembus kaca, membakar kulit, tapi hawa di dalam mobil dingin dan kaku. Pandangan Bella kosong menatap sawah yang berlari mundur di luar.

Laju mobil melambat saat gerbang besi hitam setinggi dua kali orang dewasa terlihat di depan. Di baliknya, rumah besar berdiri angkuh dengan cat putih yang menyilaukan, kontras dengan rumah-rumah sederhana desa. Mobil masuk ke pelataran berkerikil putih, ban berderit pelan sebelum berhenti tepat di depan pintu megah.

Bella mengenali tempat ini. "Juragan Bram..." gumamnya pelan.

"Turun," perintah salah satu pria dengan nada datar.

Begitu kakinya menginjak lantai teras, panas siang menyerang kulitnya. Tapi genggaman di pergelangan tangan memaksanya melangkah ke dalam. Pintu besar terbuka, dan hawa sejuk dari pendingin ruangan menyambut, kontras dengan teriknya luar.

Di ruang tengah, beberapa orang berkumpul. Langkah Bella terhenti begitu matanya menangkap dua sosok yang sangat ia kenal.

"Ibu... bapak..." suaranya pecah. Ia berlari memeluk ibunya yang tubuhnya bergetar hebat.

"Jelaskan. Sekarang." Suara berat memotong momen itu.

Bram berdiri tak jauh, tegap dengan kemeja putih, mata biru dingin menembus siapa pun yang menatapnya.

Joko, ayah Bella, menunduk. "Maaf, Nak... bapak dan ibumu... kami enggak sanggup bayar hutang. Juragan... minta kamu sebagai gantinya. Kami enggak tahu lagi harus apa..."

"Bapak... bapak menukar aku... dengan hutang?" suara Bella bergetar.

"Bapak janji... kalau bapak punya uang... bapak akan nebus kamu."

Intan hanya menangis, air matanya membasahi bahu Bella. Bella memeluk ibunya erat. "Kalau ini jalan terbaik... aku ikhlas, Pak... Buk..." meski hatinya terasa jatuh ke jurang gelap.

Bram tetap diam, tatapannya sulit diartikan, antara puas dan penuh perhitungan. Dalam hati, ia sudah menetapkan: gadis ini sekarang miliknya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Cerita _46

Selebihnya
Puncak Nafsu Ayah Mertua

Puncak Nafsu Ayah Mertua

Cerita pendek

5.0

Aku masih memandangi tubuhnya yang tegap, otot-otot dadanya bergerak naik turun seiring napasnya yang berat. Kulitnya terlihat mengilat, seolah memanggil jemariku untuk menyentuh. Rasanya tubuhku bergetar hanya dengan menatapnya. Ada sesuatu yang membuatku ingin memeluk, menciumi, bahkan menggigitnya pelan. Dia mendekat tanpa suara, aura panasnya menyapu seluruh tubuhku. Kedua tangannya menyentuh pahaku, lalu perlahan membuka kakiku. Aku menahan napas. Tubuhku sudah siap bahkan sebelum dia benar-benar menyentuhku. Saat wajahnya menunduk, bibirnya mendarat di perutku, lalu turun sedikit, menggodaku, lalu kembali naik dengan gerakan menyapu lembut. Dia sampai di dadaku. Salah satu tangannya mengusap lembut bagian kiriku, sementara bibirnya mengecup yang kanan. Ciumannya perlahan, hangat, dan basah. Dia tidak terburu-buru. Lidahnya menjilat putingku dengan lingkaran kecil, membuatku menggeliat. Aku memejamkan mata, bibirku terbuka, dan desahan pelan keluar begitu saja. Jemarinya mulai memijit lembut sisi payudaraku, lalu mencubit halus bagian paling sensitif itu. Aku mendesah lebih keras. "Aku suka ini," bisiknya, lalu menyedot putingku cukup keras sampai aku mengerang. Aku mencengkeram seprai, tubuhku menegang karena kenikmatan itu begitu dalam. Setiap tarikan dan jilatan dari mulutnya terasa seperti aliran listrik yang menyebar ke seluruh tubuhku. Dia berpindah ke sisi lain, memberikan perhatian yang sama. Putingku yang basah karena air liurnya terasa lebih sensitif, dan ketika ia meniup pelan sambil menatapku dari bawah, aku tak tahan lagi. Kakiku meremas sprei, tubuhku menegang, dan aku menggigit bibirku kuat-kuat. Aku ingin menarik kepalanya, menahannya di sana, memaksanya untuk terus melakukannya. "Jangan berhenti..." bisikku dengan napas yang nyaris tak teratur. Dia hanya tertawa pelan, lalu melanjutkan, makin dalam, makin kuat, dan makin membuatku lupa dunia.

Buku serupa

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku