Cinta yang Tersulut Kembali
Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Rahasia Istri yang Terlantar
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Jalanan pada siang hari ini, terlihat begitu sepi. Tidak banyak mobil yang lewat sehingga kemungkinan tidak akan terjadi macet. Cuaca yang mendung dan gerimis, tak menyurutkan mobil sedan warna hitam untuk berhenti. Mobil itu melaju dengan kecepatan normal, meski kadang-kadang terlihat cepat karena mungkin saja seseorang yang mengendarai mobil itu terburu-buru.
Sebelum akhirnya mobil belok ke arah kanan, dapat terlihat lampu sen menyala. Memang kelihatannya tidak ada yang salah, tetapi mendadak keluar asap dari ban belakang mobil. Sepertinya sang pengemudi tidak menyadarinya, jadi mobil masih melaju seperti biasa.
Kaca mobil tiba-tiba terbuka, terlihat wanita berambut perak yang sedang menyetir panik. Sepertinya, ia baru menyadari bahwa mobil yang ia kendarai bermasalah. Kakinya pun langsung menginjak rem, tetapi mobil tidak mau berhenti. Wanita itu semakin panik, kala rem mobilnya ternyata rusak. Ia berusaha untuk menyetir pelan, sayangnya mobil yang dikendarainya mendadak melaju dengan kecepatan yang sangat cepat.
Napas wanita itu tercekat, ia melirik pada kaca spion berkali-kali, mungkin ia berharap ada mobil yang lewat dan akan ada yang membantunya. Namun, ternyata tidak ada satu pun.
Di tengah mobil yang sudah tidak terkendali, ia mencoba mengambil gadget yang ada di dalam tas. Sial! gadget yang hendak ia ambil, malah terjatuh ke bawah kursi mobil. Ia kemudian mengamati jalanan sekilas, harap-harap cemas dengan terus berharap agar tak terjadi apa-apa. Lalu, dengan hati-hati, ia berupaya mengambil gadget yang jatuh. Belum sempat tangannya menyentuh gadget, ia bisa merasakan mobil oleng dan perlahan menjorok, dapat dipastikan mobilnya telah jatuh ke jurang. Tidak lama setelah itu, mobil menghantam pohon besar yang ada di depannya. Wanita itu merasakan kepalanya mendadak pening, tetapi masih bisa membuka mata dan melihat jelas darah bersimbah. Ia juga merasa badannya terlalu lemas untuk keluar dari mobil, hanya karena ia tidak ingin meninggal, ia lalu membuka pintu mobil. Sayangnya, sebelum ia keluar, mobil sudah meledak terlebih dahulu.
***
Enam tahun kemudian.
Adero Carlson Alyward terus menenggak alkohol, meski dapat dilihat, ada sekitar lima sampai enam botol tanpa isi yang tergeletak di meja. Masih dalam kondisi sadar, pria itu merogoh saku celana saat merasakan getaran gadgetnya. Lagi, seperti biasa, ibunya akan menanyakan ia ada di mana. Biasanya, Adero akan segera pulang. Namun, kali ini biarkan ia menghabiskan malam di klub. Ia juga sudah merogoh kocek yang tak sedikit untuk memesan ruangan VVIP. Tidak ada yang bisa menganggungnya malam ini, hanya malam ini ia bisa kembali mengingat kenangan yang sudah pergi.
Adero menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ruangan yang ia pesan lumayan gelap meski sudah diterangi dengan lilin dan lampu disko kecil yang terus berkedip-kedip. Ia mengambil kue keju yang diam-diam ia bawa dari toko kue yang tak jauh dari klub tempat ia berada. Menggigit pelan dan menikmati rasanya, mendadak hati Adero terasa sakit. Ia menyingkirkan kue itu dengan sekali senggol, sehingga kue yang tadinya ada di atas meja, jatuh ke lantai dan berserakan.
Adero memegangi kepalanya, ia menyadari betul bahwa tak seharusnya ia terus terjebak pada peristiwa enam tahun yang lalu. Tidak hanya dirinya saja yang terluka, orang-orang di sekitarnya dan teman-temannya. Namun, selama ia belum menemukan siapa dalang di balik kecelakaan itu, Adero akan terus mengingat kejadian itu. Kejadian yang telah merenggut wanita yang paling ia cintai.
Tanpa berpikir bahwa wanita itu sudah dimiliki pria lain, Adero masih terus mengharapkan wanita itu. Mencoba mencari sedikit celah agar wanita itu kembali padanya. Andai wanita itu bisa ia culik, ia sudah pasti menyekapnya untuk dirinya sendiri, agar wanita itu tetap aman, tetap hidup dan berada di sampingnya.
Lagi, Adero melihat gadgetnya menyala, sang ibu sekarang tidak mengirimi ia pesan, tetapi meneleponnya sehingga suara dering itu membuat ia mau tak mau mengangkatnya. Ia tidak ingin mengambil risiko dimarahi oleh ibunya, jadi sekarang ia bisa mendengar ocehan ibunya dari seberang sana, menyuruhnya untuk segera pulang.
Adero tiba-tiba meletakkan gadgetnya di meja, tatapannya menerawang ke seluruh sudut ruangan. Ia masih terus mendengar ucapan sang ibu, bahkan ketika ibunya bertanya apakah ia masih ada di sana. Ia mengangguk mantap, mencoba tersenyum sebaik mungkin, meski hasilnya menunjukkan seringai yang cukup mengerikan.
“Aku akan kembali ke Spanyol, jika memang ayah menyuruhku untuk datang. Apa Ibu baik-baik saja?” katanya setengah berteriak.
Setelah mendengar jawaban dari sang ibu, Adero menutup sambungan telepon. Ia berpikir untuk tidak jadi bermalam di klub. Ia mengambil jaket lalu memakainya, serta mengambil gadget dan dompet yang tergeletak di meja. Kemudian, pergi meninggalkan ruangan klub dengan berjalan sempoyongan.
Wanita mungil mendadak menggenggam tangannya saat Adero melewati meja bar, ia melirik sekilas pada wanita bergaun merah seksi sambil menggelengkan kepala. Wanita tak tahu malu yang kini bergelayut manja padanya, itu sesekali merayunya dengan kata-kata yang menjijikkan. Ayolah, Adero bukan tipikal pria brengsek yang suka meniduri wanita. Ia hanya datang ke klub untuk minum-minum, tak terpikirkan untuk berbagi kehangatan di atas ranjang.