Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kurebut Istri Mandul Milikmu

Kurebut Istri Mandul Milikmu

Sarah Jihan

5.0
Komentar
2K
Penayangan
35
Bab

Karena tidak mendapatkan keturunan dari istrinya, Morgan tidak tahan lagi mendengar ucapan dari kedua orang tuanya. Ia hendak menceraikan Fla, untuk menikahi adiknya yaitu Ara. Namun, Fla sama sekali tidak mengizinkannya. Dari sekian banyak wanita di dunia ini, Fla sama sekali tidak mau berbagi dengan adiknya. Namun, Morgan nekat menyelingkuhi Fla, untuk bersama dengan Ara. Apakah pernikahan mereka akan tetap abadi?

Bab 1 Meminta Izin

Setiap tetes air matanya, telah dicurahkan hanya untuk menangisi pernikahannya yang sudah terjalin selama lima tahun lamanya.

Fla sama sekali tidak bisa berkata apa pun, saat mendengar permintaan Morgan yang menyayat hatinya.

"Izinkan aku menikah dengan Ara," ucapnya sembari memandang Fla dengan dalam.

Fla hanya mendengarnya sekilas, tanpa mengatakan apa pun. Ia melangkah menuju dapur yang masih menyatu dengan meja makan, untuk mengambil gelas dan air mineral untuk melepas dahaga.

GLEK ... GLEK ....

Fla meminum air tersebut hingga tetes terakhir, berusaha menghilangkan dahaga, sekaligus menghilangkan sakit di keningnya.

Wanita mana yang hatinya tidak hancur, saat mendengar permintaan suami tercinta untuk meminta izin agar bisa menikah kembali?

Fla termasuk wanita yang sangat tegar, karena ia sama sekali tidak meluapkan emosinya di hadapan Morgan. Hal itu yang sebenarnya membuat Morgan tidak tega untuk menyakitinya.

Namun, berhubung keluarga Morgan sudah mendesak agar Morgan bisa memberikan keturunan dan penerus keluarga mereka, Morgan terpaksa harus mengatakan hal menyakitkan ini kepada Fla.

Fla meraih tissue yang terletak tak jauh dari hadapannya. Ia mengelap sisa air yang masih berada di sekitar sudut bibirnya, dan juga butiran keringat yang membasahi keningnya. Ia sangat bingung, harus menjawab apa pertanyaan dari Morgan itu.

"Bagaimana? Ayah dan Ibu terlalu mendesak, agar aku bisa memberikan mereka cucu. Seperti yang kamu ketahui, kita sudah lima tahun berumah tangga, tapi masih belum dikaruniai keturunan. Aku harap, kamu mengerti dengan apa yang aku maksud," ujar Morgan dengan sangat berhati-hati memilah kata yang ia katakan pada Fla.

Fla menghela napasnya dengan panjang, berusaha meraih kembali tissue yang agak jauh dari hadapannya.

Melihat Fla yang sepertinya kesulitan, Morgan segera bangkit dari tempa duduknya, dan membantu Fla untuk meraih tissue tersebut.

"Biar aku bantu--"

"Tidak perlu, Gan. Aku bisa melakukannya sendiri," tolak Fla, memangkas ucapan Morgan.

Niat hati Morgan untuk menolong Fla tertahan, karena Fla yang tidak ingin terlihat lemah di mata Morgan.

Walaupun hati Fla sangat sakit, tetapi ia tidak ingin menunjukkannya di hadapan Morgan. Ia cukup bersikap seadanya, dan tidak meluapkan emosi apa pun pada Morgan yang sudah menyakitinya itu.

Ucapan Morgan yang seperti itu, sudah seringkali Fla dengar, sehingga tanpa sadar membuat hati Fla terbentuk dan seteguh seperti sekarang ini.

Fla kembali meraih tissue yang berada di hadapannya, dan ternyata ia sama sekali tidak bisa menggapainya.

Sama seperti Morgan, yang hanya bisa ia lihat tanpa bisa ia gapai.

"Sudah sering sekali Morgan bicara seperti ini, tapi kenapa yang ini lebih sakit dari biasanya?" batin Fla, sembari berusaha menahan air matanya, agar tidak menggenang pada pelupuk matanya.

Morgan memandang Fla dengan dalam. "Apa ada yang ingin kamu katakan mengenai ucapanku tadi?" tanya Morgan, Fla hanya bisa menunduk dan menggelengkan kepalanya saja.

Seringkali ia meminta izin seperti ini, tetapi Fla sama sekali tidak mengizinkannya untuk menikah lagi. Terlebih lagi orang yang ingin Morgan nikahi, adalah adik kandung dari Fla sendiri.

Siapa wanita yang sanggup memberikan izin seperti itu, kepada suaminya sendiri?

Fla berusaha memandang Morgan dengan dalam. "Sudah malam, Gan. Aku harus tidur, supaya jam 3 nanti bisa berangkat ke rumah sakit," ujarnya berusaha untuk mengakhiri percakapannya dengan Morgan.

Fla melangkah melewati Morgan, tetapi Morgan yang masih belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, segera menahan tangan Fla, agar Fla tidak meninggalkannya sendirian di sana.

"Fla ...." Morgan memandangnya dengan dalam, walaupun Fla sama sekali tidak membalikkan tubuhnya ke hadapan Morgan. "Aku antar kau ke rumah sakit ya, jam 3 nanti," ucapnya dengan inisiatif yang tinggi.

Fla tersenyum pahit mendengarnya. "Tidak perlu, Morgan. Kau 'kan besok harus ke kampus, karena harus mengawas ujian semester. Kau jangan sampai terlambat. Biarkan aku berangkat bersama Sakila saja," tolaknya, yang benar-benar tidak ingin membuat Morgan sampai terlambat masuk ke kampusnya pagi nanti.

Kesibukan mereka yang sangat padat, membuat mereka sangat jarang untuk berkomunikasi yang berkualitas. Mereka jarang mencurahkan isi hati mereka, sampai-sampai mereka saling memendam apa yang terjadi dengan mereka di hari itu.

Morgan merupakan seorang dosen di salah satu kampus swasta di kota ini. Sementara itu, Fla adalah seorang admin di salah satu rumah sakit, yang tugasnya menerima pembayaran dari orang yang sudah selesai menerima pengobatan.

Pernikahan mereka terjadi karena Morgan yang lebih dulu jatuh cinta dengan Fla. Mereka bertemu di rumah sakit, tempat Fla bekerja.

Kala itu, Morgan sedang mengantarkan temannya yang juga berprofesi sebagai dosen, untuk mendapatkan pertolongan pertama pada kecelakaan yang mereka alami. Di saat itulah, Morgan bertemu dengan Fla, kemudian mulai jatuh cinta dan memberanikan diri mengajaknya menikah, meskipun kedua orang tuanya sangat tidak menyetujuinya.

Morgan menghela napasnya dengan panjang. "Fla ... kau ingin sampai kapan bersikap seperti ini? Aku sama sekali tidak tahu, perasaan kau saat ini seperti apa," ujar Morgan.

Bertanya tentang perasaan Fla? Tentu saja saat ini ia sangat hancur. Ia hanya tidak ingin mengutarakannya saja di hadapan Morgan, karena ia memang jarang sekali menunjukkan sisi kelemahannya.

Fla memandang ke arah Morgan dengan dalam. "Fla capek, Gan. Fla istirahat dulu," ucapnya. "Selamat malam."

Dengan langkah yang gontai, Fla meninggalkan Morgan sendiri di ruangan dapur rumah mereka. Rumah yang tidak terlalu mewah, dan juga tidak terlalu sederhana. Asalkan nyaman, Fla sama sekali tidak mempermasalahkannya.

Melihat kepergian Fla, Morgan merasa hatinya seperti teriris. Ia sama sekali tidak bisa berbuat apa pun, karena memang sampai detik ini ia masih sangat menyayangi Fla.

Karena desakan dari keluarganya saja, yang membuat dirinya harus secepatnya menceraikan Fla. Pada dasarnya Morgan sangat tidak rela, dan sangat tidak mau jauh dari Fla, apalagi menceraikannya.

Hancur hatinya saat ini. Morgan meremas rambutnya, dan mengusap kasar wajahnya karena ia yang benar-benar bingung harus berbuat seperti apa. Kenyataan kalau Fla mandul, tidak bisa dipungkiri.

Fla memang mandul, sehingga orang tua Morgan memintanya untuk menceraikan Fla.

"Argh!" gumam Morgan, kesal dengan keadaannya sendiri.

Rasanya seperti sangat sulit untuk menggapai sesuatu, yang padahal sudah menjadi miliknya.

Morgan memandang ke arah tangannya, yang sama sekali tidak bisa menggapai Fla lagi, seperti saat ia mengejarnya enam tahun lalu.

"Satu tahun mengejarnya, lima tahun menikah, tapi tangan ini masih juga belum bisa menggapainya. Bahu ini masih belum bisa membuatnya bersandar dengan nyaman, dan menumpahkan semua yang dia rasakan," gumam Morgan, sembari terus menghela napasnya dengan panjang.

Kini, Morgan telah dikalahkan oleh keadaaan.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Sarah Jihan

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku