Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Suara burung yang berkicau ramai menandakan pagi ini adalah pagi yang cerah. “Hmmm..segar sekali pagi ini,” ucap gadis cantik yang kini telah menyelesaikan kuliahnya dalam bidang teknik mekatronik. Meski pun seorang perempuan, dia sangat menyukai dunia mekanik dan kelistrikan yang kebanyakan disukai oleh kaum adam.
Gadis berkulit putih langsat ini memang sedikit tomboy, seorang gadis yang dianggap pembawa sial bagi keluarganya dan dibuang begitu saja. Meski begitu dia pantang menyerah, semua hinaan, sakit yang dia terima bahkan keacuhan sang papa juga rasa benci dari anggota keluarga dari garis sang papa tak mengurungkan niatnya untuk terus berkembang.
Arcella Shameera Caluella gadis cantik yang berprestasi dan berotak cukup encer, dia yang tekun dan pantang menyerah membuat gadis itu selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya sejak SD sampai dia lulus kuliah. Dia bahkan mendapatkan gelar cumlaude dari universitas negeri terbaik di Indonesia, karena itulah dia juga meraih beasiswa untuk melanjutkan S2 nya di Jerman.
ETH Zurich, Jerman memiliki jurusan teknik terbaik – salah satu universitas teknik termasyur di dunia menjadi tempatnya menempuh pendidikan selama kurang dari dua tahun dan baru saja dia selesaikan lima bulan yang lalu dengan nilai sangat memuaskan- cumlaude.
Karena kepintaran dan prestasinya, membuat Arcella dipinang oleh salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia yang berpusat di Hamburg dengan cabangnya yang ada di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan Arcella tak bisa langsung kembali ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan-nya.
Gadis itu harus menjalani training selama enam bulan di kantor pusat, sebelum akhirnya nanti dia mendapatkan surat tugas untuk penempatan dirinya. Kemarin merupakan hari terakhir test dari kantor pusat untuk Arcella dan hasilnya seperti biasanya, gadis itu bisa lulus dan mendapatkan peringkat teratas.
Kebahagiaan Arcella pun semakin memuncak ketika dia mendapatkan tempat tugas di Indonesia. Semalam teman-teman Arcella pun memberikan fare well party sekaligus perayaan untuk mereka memulai kerja di tempat baru, tempat di mana mereka di tugaskan tentunya.
Management pusat memutuskan Cella ke Indonesia karena melihat Cella yang berkebangsaan Indonesi, kebetulan kantor cabang mereka di Indonesia masih banyak melakukan pengembangan dan tentunya banyak masalah di sana karena masih merupakan cabang baru. Antara senang dan sedih, Arcella pun menerima semua keputusan management dengan penuh semangat.
“Akhirnya, satu bulan lagi aku bisa kembali ke Indonesia,” guman Cella yang kini tengah menikmati secangkir kopi latte hangat dan croisant yang baru saja dia hangatkan di microwave.
Dia menatap keluar jendela apartemen-nya yang memberi pemandangan taman yang indah. Helaan nafas panjang keluar dari mulut Arcella, seolah tengah melepaskan beban berat di hatinya, jika boleh Arcella memilih saat ini dia ingin tinggal di Jerman saja.
“Kamu pasti bisa Arcella! Ingat! Kamu harus terus berjuang demi mama, lebih cepat lebih baik sampai Indonesia! Setidaknya kamu bisa dengan cepat bertemu mama dan menyelamatkan mama dari tempat itu.” batin Arcella memberi semangat pada dirinya sendiri.
Tapi semua tak bisa dia lakukan karena sang mama yang masih menetap di Indonesia dan membutuhkan pertolongannya. Salah satu alasan kenapa Arcella ingin menjadi orang sukses karena sang mama yang saat ini masih terjebak di dalam keluarga sang papa.
“Mama, Cella akan cepat pulang! Mama tunggu Cella! Kita akan bersama lagi dan hidup bahagia,” gumamnya sendu.
Diantara anggota keluarganya hanya sang mama dan kakak lelakinya saja yang menyayangi Arcella dengan setulus hati. Tapi sang kakak Cairo Akhles juga pada akhirnya tak sanggup hidup di dalam rumah keluarganya dan memilih untuk meninggalkan sang mama sendirian di rumah yang menjadi neraka bagi Arcella.
“Mama, Cella harap mama baik-baik saja! Maafkan Cella yang terlalu lama pergi, besok saat Cella kembali, Cella akan membuat mama tersenyum kembali,” janji Arcella dalam hati penuh kesungguhan.
Matanya mulai mengembun, gadis itu akan selalu meneteskan air matanya ketika dia mengingat sang mama. Tapi sang mama selalu mengatakan kalau beliau pasti baik-baik saja selama Arcella dan Cairo juga baik-baik saja, sang mama memang perempuan kuat dan tegar, itulah kenapa juga menjadi perempuan kuat.
Diusapnya air mata yang kini sudah menetes di pipinya, gadis itu tahu tak ada gunanya dia menangis. Dia harus membangun benteng pertahanan dan melawan semua kejahatan keluarganya sendiri, dia harus lebih kuat. Sepuluh tahun sudah Arcella membangun pertahanan, dia sudah menunggu sangat lama hari di mana dia akan mengibarkan bendera perang.
Dia pun bergegas mengambil ponselnya, dengan mata yang masih mengembun Arcella mulai menggerakkan jempolnya berselancar di layar pipih berlambang buah apel yang ujungnya hilang dimakan tupai. Dengan cepat dia pun mulai mencari seseorang yang namanya saat ini sudah bercokol di otaknya.
Dia yang matanya masih tak begitu jelas pun mulai menekan dengan cepat ketika nama orang yang dia maksud terpampang di layar ponselnya. Sebuah panggilan mulai tersambung, dai sabar menunggu, sialnya sampai dengungan terakhir ponsel itu tak dijawab. “Dia ke mana sich? Kenapa gak diangkat juga?” gerutu Arcella kesal.
“Ini jam berapa sich? Masak jam segini udah tidur? Harusnya di sana kan masi sore?” omel Arcella lagi yang akhirnya menoleh pada jam yang terpasang di salah satu dinding apartement itu. ”Baru jam segini, masak udah molor sih?” kesal Arcella yang pada akhirnya menatap layar ponselnya dengan kesal.
Ponsel itu terjatuh ke lantai seketika, beruntung lantai itu dilapisi karpet tebal hingga tak membuat benda pipih itu rusak berserakan di lantai. Membulat sudah mata Arcella kali ini ketika nama yang tertera di sana bukan nama sahabatnya Alvano Pratista melainkan nama lelaki yang selama ini selalu Cella hindari.