Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan bergema. Di perbatasan A telah terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh orang-orang yang ingin merusak stabilitas keamanan negara. Jacob bersama para prajurit yang lainnya berjuang untuk mempertahankan milik negara.
Dor!
Satu tembakan mengenai lengannya.
"Sial!" umpat Jacob sembari terus menembaki para perusuh.
"Bagaimana ini Pak?" Tanya seorang prajurit padanya.
"Tetap waspada dan fokus!'' tegas Jacob.
Dor! Dor! Barrr!!!!
"Aaaaa!''
Suara teriakan dari para prajurit yang terkena ranjau yang di pasang oleh musuh. Banyak para prajurit yang telah gugur di pertempuran. Jacob juga tidak bisa menahan rasa sakitnya hingga ia terus berlari untuk menyelamatkan diri. Dia dan beberapa para prajurit yang masih tersisa pun terpisah.
Jacob terus berlari menelusuri pepohonan, hutan di kegelapan malam. Setelah jauh berlari, dia melihat ada rumah di tepian sungai. Sekuat tenaga Jacob tetap berusaha agar bisa meminta tolong pada penghuni rumah itu.
Rumah yang sederhana, dan berjarak beberapa meter dari pemukiman ramai. Di tepian sungai yang indah dan suasana yang sejuk hanya terdapat beberapa rumah saja.
Tok! Tok! Tok!
Jacob menggedor-gedor pintu untuk meminta bantuan. Seorang gadis dan neneknya yang tinggal di rumah sederhana itu yang tertidur lelap tidak mendengar gedoran pintu yang begitu keras.
Waktu menunjukkan hampir pukul 5 subuh. Jacob merasa kedinginan, tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya. Pria yang terluka bersimbah darah itu pun tak kuasa menahan sakit. Kepalanya mulai pusing, sepasang matanya berkunang-kunang melihat dunia ini seperti berputar-putar .
Bruk!
Jacob pun terjatuh di depan rumah sederhana itu dan tidak sadarkan diri.
Suara adzan subuh terdengar berkumandang merdu. Namira bangun dari tidurnya untuk memasak dan membangunkan neneknya untuk sholat subuh. Mereka terbiasa mengambil air jernih dari pegunungan yang mengalir sampai ke depan rumah mereka dan di tampung dengan ember berukuran sedang di sana.
"Nek, tadi malam lupa memasukkan ember. Airnya pasti sudah penuh," ucap Namira pada neneknya.
"Iya, nenek sholat dulu. Pasti airnya sudah penuh itu."
Neneknya Namira pun memberikan satu ember kosong lagi untuk diisi.
"Kamu angkat ya dan ini Kamu isi lagi," timpal nenek Namira.
Namira keluar dengan membawa ember kosong di tangannya. Dia membuka engsel pintu yang di kunci dari dalam.
Tiba-tiba saja Namira terkejut melihat sosok pria yang terkulai lemah di depan gubuknya.
"Aaaa!''
Namira berteriak, kaget. Bola matanya ynag indah membelalak sempurna.
Neneknya yang sudah bersiap-siap untuk sholat bergegas menghampiri cucunya.
"Ada apa Namira? Kok kamu teriak?''
Sepasang mata indah berwarna hazel Namira terbelalak menatap pria asing yang tertidur di depan rumahnya. Neneknya Namira juga ikut terkejut melihat pria asing yang berpakaian seragam kemiliteran itu.
Wanita tua bergegas menghampiri pria yang tidak mereka kenali itu. Dia berusaha untuk membangunkan Jacob dari pingsannya.
"Nak...Nak...bangun."
Neneknya Namira menepuk-nepuk lengannya Jacob tapi tetap saja ia tidak sadarkan diri.
"Sepertinya dia terluka Nduk...ayo kita bawa masuk saja,''ujar Bu Sinta, neneknya Namira.