Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Planet Kryo adalah planet yang
sebagian besar daratannya adalah gurun berbatu. Perang sedang terjadi
di planet itu. Perang antara pasukan Union (United Nation) melawan
bangsa Kryponian yang merupakan penghuni asli planet tersebut.
Mereka adalah sebagian penduduk planet yang menolak planet Kryo menjadi
bagian dari aliansi Union di galaksi Ursa Mayor.
Di orbit luar planet Kryo, satu kapal kapal induk berbentuk kerucut segi
enam dan kapal -kapal pelindung dari pasukan Union sedang melayang di
wilayah luar planet.
Seorang Kapten dari kapal penghancur yang melindungi kapal induk berbicara
melalui gambar proyeksi komunikasi. Pria itu segera memberi hormat
pada komandan tertinggi satuan tempur yang akan merebut panet yang
sedang mereka awasi.
“Lapor Laksamana White. Seluruh pasukan yang diterjunkan ke planet Kryo saat
ini sudah mulai bertempur untuk merebut kota Krom dan Pirim dari
kelompok pemberontak.”
“Tetapi, kita baru mengetahui jika mereka menyewa banyak pendekar bayaran. Ini
membuat pasukan darat sangat kesulitan mendekati kota.”
“Karena kekuatan para pendekar, sudah banyak korban di pihak kita yang gugur
dalam perang.”
Dengan raut wajah kesal setelah mendengar laporan dari bawahannya, Laksamana
White berdecak marah dan berbalik menatap pilot yang sedang
mengendalikan kapal induk Lentera Hitam.
“Kenapa tidak ada laporan dari pengintai tentang para pendekar sewaan
sebelumnya?”
“Segera hubungi markas pusat untuk mengirim pasukan yang memiliki prajurit
pendekar ke sini! Manusia-manusia barbar hanya pantas dihadapi oleh
sekumpulan barbarian lainnya,” ujar Laksama White mengakhiri
perintahnya.
“Tetapi Laksamana, bukankah itu akan memakan waktu lama dan korban di pihak
kita akan semakin bertambah.” Dengan sedikit was-was pilot wanita
memberanikan diri berbicara pada Laksamana White.
“Lakukan saja apa yang kuperintahkan Kapten! Kita sudah diperintahkan untuk
meminimalisir kerusakan kota-kota yang menjadi basis pemberontak di
planet ini. Serangan besar dari udara hanya akan menghancurkan kota.
Akan membuat citra Union buruk di mata planet-planet lain.”
Sedikit tersenyum, pilot wanita kapal induk berbicara dengan penuh semangat.
“Kalau seperti itu, hanya ada satu kapal perang penjelajah yang
sesuai dengan tugas kali ini.”
“Maksudmu? Kapal perang Dewa Ruci yang dikomandoi oleh pria itu? Pendekar yang
berasal dari planet Neo
Nusantara ?”
Pilot wanita itu memberi anggukan untuk membenarkan perkataan dari
Laksamana Arthur White.
...
Sementara itu, jauh di pinggiran sabuk galaksi Ursa Mayor. Satu kapal perang
penjelajah berwarna putih terlihat keluar dari satu planet yang
terlihat berwarna kehijauan jika dilihat dari angkasa luar, planet
itu disebut Emerald.
Suasana di dalam kapal yang tak lain adalah kapal perang penjelajah Dewa
Ruci, terlihat sangat riuh dan ceria.
“Akhirnya setelah satu tahun kita bisa kembali ke kampung halaman dan menikmati
libur panjang bersama keluarga.” Celetuk seorang awak Dewa Ruci
dengan riang, sembari menari-nari menggengam sebotol minuman di
tangannya. Dia seorang pria muda dengan rambut pirang dan sedikit
keriting.
“Ronald. Berhentilah berbicara omong kosong, seolah-olah merindukan
keluargamu. Padahal kau hanya ingin secepatnya bertemu dengan Miriam
kekasihmu itu bukan?!” Seorang kru lain menimpali perkataan
rekannya dengan sedikit bercanda.
“Hahaha. Karan, apa kau merasa iri dan cemburu dengan keberuntunganku memiliki
kekasih secantik Miriam?” Tidak mau kalah, Ronald membalas ejekan
awak yang bernama Karan.
“Cih. Kenapa aku harus iri? Dia memang cantik, tapi tidak secantik Adele
wanita yang akan menjadi istriku nanti.”
“Bermimpilah teman, gadis itu mungkin sudah memiliki kekasih dalam satu tahun ini.
Pengecut sepertimu tidak memiliki harapan sedikit pun.” Ucapan
Ronald disambut dengan tawa oleh awak kapal Dewa Ruci lainnya.
“Dengar semuanya. Sebelum kita berlayar setahun yang lalu, Karan berusaha
menyatakan cinta pada gadis yang bernama Adele. Namun pria penakut
ini justru tergagap-gagap dan kabur seperti pengecut yang desersi di
medan perang.”
Mendengar penjelasalan Ronald, semua orang tertawa geli, selain Karan yang
menjadi bahan tertawaan tentunya.
“Hahaha. Apa kau serius Ronald? Karan prajurit pemberani dari kapal Dewa Ruci
menjadi pengecut di hadapan seorang gadis?” Seorang teknisi dengan
raut wajah tidak percaya menatap Ronald dan Karan bergantian.
“Aku tidak perlu menjawabnya bukan?! Kau bisa lihat kebenaran dari wajah
merahnya saat ini.” Dengan raut wajah puas Ronald menyenggol sikut
Karan dan merangkul pundak pemuda yang hanya bisa tersenyum masam.
Seorang wanita berpangkat letnan, tiba-tiba saja sudah berdiri dibelakang
Ronald dan Karan. “Kalian berhentilah mengolok dirinya. Kapal ini
akan hancur karena wajah merah Karan bisa meledakkan seisi kapal Dewa
Ruci.”
Meski dikejutkan oleh kehadirannya, Karan bisa sedikit bernapas lega.
Setidaknya ia tidak lagi menjadi bahan candaan rekan-rekannya.
Kehadiran Letnan wanita membuat suasana cair langsung membeku seketika. Tanpa
menghiraukan keadaan yang mendadak sunyi. Wanita itu langsung
bertanya untuk mengalihkan pembicaraan.
“Omong-omong, apa ada dari kalian yang melihat Kapten? Aku sudah beberapa kali
menghubunginya lewat gelang komunikasi. Tetapi sepertinya dia
mematikan gawai miliknya.”
“Haaah... Ada apa Letnan Jenn? Setiap kali dirimu muncul mencari Kapten, setiap
itu pula kau membawa kabar buruk untuk kami.” Ronald dengan raut
penasaran mengemukakan keingintahuannya pada pilot wanita yang