Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sang Desainer
5.0
Komentar
5K
Penayangan
38
Bab

Karina merupakan mahasiswa jurusan desain semester lima. Dirinya juga merupakan desainer pemula. Perjuangannya untuk meniti karir mendapat berbagai hambatan dan halangan. Namun itu semua tidak menyurutkan semangatnya. Memiliki paras cantik merupakah kelebihannya. Banyak pria jatuh cinta kepadanya. Sayangnya, ia selalu mendapat gangguan dari mantan pacarnya yang bernama Langit. Tak sampai disitu, ia juga harus kerja menjadi baby sitter untuk membayar pengobatan ibunya dan biaya kuliahnya. Dirinya pun mendapat banyak cobaan dalam pekerjaannya. Mampukah Karina melewati itu semua?

Bab 1 Pasti Ada Jalan

Di sebuah ruang rawat inap, suasana sangat sunyi dan hanya ada bunyi elektrokardiogam yang menjadi satu-satunya suara di ruangan tersebut. Namun beberapa detik kemudian, terdapat suara lain yang mengisi kesunyian di ruangan itu. Suara itu adalah suara isakan dari seorang gadis yang duduk di samping brankar.

Gadis dengan name tag Karina Faradina itu membekap mulutnya untuk menahan tangisnya.

"Dimana aku bisa mendapatkan uang?" Karina bertanya dalam hati.

Karina memandangi wajah damai ibunya yang tertidur di atas brankar. Ibunya yang bernama Kasih itu tertidur setelah menjalani kemoterapi untuk kanker payudara.

Karena penyakit Kasih itulah yang membuat Karina menangis dan terisak. Ia terus memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang untuk biaya kemoterapi ibunya.

Karina menghapus air matanya lalu bangkit dari kursi. Ia merasa sangat lapar. Ia pun berjalan dengan lunglai menuju kantin rumah sakit.

Sesampainya di kantin, ia memesan soto dan jus jeruk sebagai menu makan siangnya. Ini adalah makan siang di rumah sakit untuk ke puluhan kalinya.

Beberapa menit kemudian, soto dan jus jeruk sudah terhidang di meja Karina. Karina pun segera melahap soto tersebut. Akhirnya perutnya terisi setelah berbunyi beberapa kali.

Beberapa menit kemudian, Marissa sudah menghabiskan sotonya. Ia mengusap perutnya yang sudah kenyang sambil bersendawa. Marissa lalu meminum jus jeruknya sambil melihat ponselnya untuk mencari lowongan pekerjaan.

Marissa malah tak sengaja menguping pembicaraan ibu penjual kantin dengan seorang wanita bergaun putih.

"Iya, saya lagi cari babby sitter untuk anak saya yang habis lahiran. Gajinya sepuluh juta per bulan. Tapi belum ada yang melamar jadi baby sitter. Padahal itu gajinya lumayan banget, lho. Soalnya 'kan anak saya artis. Jadi gaji segitu kecil buat dia," ucap wanita bergaun putih dengan bangga.

"Kalau saya gak jualan pun saya mau jadi babbu sitter. Gajinya lumayan banget," ucap ibu penjual kantin.

"Kubilang juga apa. Eh, saya pamit dulu, ya. Ada urusan."

"Tunggu!" Karina berdiri lalu mendekati wanita bergaun putih tersebut. "Saya bersedia menjadi baby sitter," ucapnya.

Wanita bergaum putih tersebut lantas tersenyum dengan mata berbinar-binar. "Syukurlah.... Perkenalkan, saya Agatha. Besok kamu langsung ke rumah saya aja, ya. Ini kartu identitas saya."

Agatha menyerahkan sebuah kartu berisi data dirinya. "Bye," ucap Agatha sambil pergi berlalu meninggalkan Karina.

"Wah, kamu hebat, Dik, mau ambil tawaran itu. Kesempatan jangan disia-siakan," ujar ibu penjual kantin.

•••

Karina memapah Kasih menuju kasur. Lalu Karina menidurkan Kasih di atas kasur.

"Ibu istirahat dulu, ya. Karina mau membuat baju pesanan pelanggan," ujar Karina.

"Apa kamu tidak kecapekan, Nak? Maafkan Ibu, ya. Gara-gara Ibu, kamu jadi harus bekerja keras," ucap Kasih sambil menangis.

Karina tidak tega melihat ibunya menangis. Maka, Karina mengusap air mata ibunya. "Ibu tidak boleh menangis. Karina 'kan sudah pernah bilang, jangan pernah merasa bahwa Karina direpotkan oleh Ibu. Karina ikhlas demi Tuhan."

"Kamu memang malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk Ibu. Kamu sungguh anak yang berbakti," ucap Kasih penuh haru.

"Justru Ibu lah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk Karina. Berkat Ibu, Karina bisa menjadi wanita yang tangguh dan pekerja keras."

"Semoga Tuhan melimpahkan kebahagiaan untukmu, Karina."

"Terima kasih doanya, Bu. Karina keluar dulu, ya."

Karina lalu keluar dari kamar ibunya dan melangkahkan kaki menuju kamarnya. Karina membuat kamarnya menjadi memiliki dua fungsi, sebagai ruang kerja dan ruang tidur.

Jangan heran kalau saat Karina membuka pintu, maka tampaklah kamarnya yang sangat berantakan. Karina langsung mendudukkan dirinya di kursi tempat ia bekerja. Tangannya membuka buku besar miliknya yang memuat data-data pekerjaannya.

Ia melihat daftar pemesanan. Ada tiga baju pesanan pelanggan yang belum ia buat. Ia pun mulai menggambar desain pakaian pesanan pelanggan yang lebih dulu memesan dari pada dua pesanan lainnya. Sebuah gaun tanpa lengan dengan model kain menyilang di bagian dada dan perut.

Setelah menulis ukuran dan desain gaun tersebut, Karina pun langsung menjahitnya. Pekerjaan ini adalah satu-satunya sumber penghasilannya sebelum ia memutuskan ingin bekerja sebagai baby sitter.

Berjam-jam kemudian, akhirnya gaun yang ia buat selesai di buat. Senyumnya mengembang ketika melihat betapa indahnya gaun buatannya. Itu adalah gaun pesanan artis yang akan dipakai di acara ulang tahun salah satu stasiun televisi.

Karina pun memasang gaun tersebut di manekin. Karina tersenyum puas melihat karyanya. Ia memotret gaun tersebut lalu ia mengirim foto tersebut kepada pelanggannya. Pelanggannya pun memberi respon yang sangat positif.

Karina merasa lega, kepuasan pelanggan adalah hal yang sangat ia utamakan. Ia pun memutuskan beristirahat sebentar sebelum membuat pesanan pakaian yang lainnya. Ia keluar kamar dan mengecek keadaan ibunya.

Karina tersenyum melihat Kasih sudah tertidur lelap. Ia lalu memutuskan untuk makan sebentar sebelum berangkat kuliah. Ia memang ada jadwal kuliah satu jam lagi.

•••

Karina memarkirkan motor vespanya di parkiran kampusnya. Ia pun melepas helm lalu turun dari motor. Ia segera berjalan cepat menuju kelasnya agar tak terlambat karena beberapa menit lagi, kelas akan dimulai.

Langkah Karina terhenti ketika ada seorang pria yang menghadangnya. Karina memandang pria itu sengit. Pria itu adalah Langit, mantan pacar Karina.

"Mau apa, kamu? Jangan halangi aku. Aku ada kelas, nanti terlambat gara-gara kamu," ucap Karina kesal.

"Aku akan minggir kalau kamu mau balikan sama aku," sahut Langit.

"Jangan mimpi! Aku tidak akan sudi balikan sama kamu lagi."

"Ayolah Karina, kamu butuh uang 'kan untuk biaya pengobatan ibumu?" Langit tersenyum, ia sangat percaya diri bahwa Karina tidak akan menolak tawarannya.

"Syukurnya, Tuhan sudah kasih jalan buat aku. Aku sudah dapat pekerjaan baru," ujar Karina.

"Kerja? Kerja dimana? Jadi pembantu?" Langit tersenyum meremehkan.

"Bukan urusan kamu. Minggir!" Karina mendorong Langit lalu bergegas menuju ke kelasnya.

Langit mengejar Karina. "Aku bakal kasih sepuluh juta perbulan kalau kamu mau balikan sama aku. Dengan syarat, kamu harus bisa memuaskan aku."

Karina menampar Langit. "Dasar gila! Sudah dibilang, aku gak sudi!" Karina berteriak, wajahnya merah padam.

Langit terperangah karena Karina berani menamparnya. "Berani kamu sama aku?"

Karina menatap Langit nyalang. "Ngapain takut sama kamu? Kamu bukan Tuhan yang harus aku takuti. Minggir, nggak?!"

Langit pun memutuskan untuk menyingkir, membiarkan Karina melewatinya.

Sesampainya di kelas, sudah ada dosen yang sedang menerangkan materi. Karina meminta maaf karena datang terlambat. Tapi sebenarnya teman-teman Karina sudah tahu kalau Karina habis bertengkar dengan Langit.

"Kamu sering terlambat, lain kali datang tepat waktu atau kamu tidak usah mengikuti kelas saya," ucap dosen yang sedang mengajar.

"Baik, Mr. Saya minta maaf," sahut Karina seraya mendudukkan diri di kursi dengan hembusan nafas panjang.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku