Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dendam Cinta Sang Miliarder

Dendam Cinta Sang Miliarder

Putri_Pratama

5.0
Komentar
6.2K
Penayangan
33
Bab

Sagara Tyson Murphy sangat mencintai Janessa Kennedy Jordan, sampai ia memantapkan hati untuk menikahi gadis yang sudah ia kencani cukup lama itu. Mendapati kenyataan pahit bahwa Jane mengalami kecelakaan sampai meninggal dunia, bahkan sebelum ia bisa menjadikan sang kekasih sebagai miliknya secara utuh, tentu Saga merasa dunianya hancur. Mengetahui Aluna Jaylee Morris yang dijadikan tersangka dari kecelakaan yang membuat sang kekasih meregang nyawa masih bisa hidup bebas, Saga amat sangat murka hingga menaruh dendam yang begitu membara pada gadis itu. "Aku akan membuat hidupmu menderita, layaknya dalam sebuah neraka!" - Saga "Lakukan apapun padaku. Kau ingin aku menderita? Silakan! Tapi jangan pernah kau sakiti satupun orang terdekatku!" - Aluna Urung untuk membatalkan rencana pernikahan yang sudah tersusun begitu rapi, Saga memutuskan untuk menjadikan Luna sebagai pengantin pengganti dengan tujuan, agar ia bisa lebih leluasa membuat hidup Luna berada di bawah kendalinya. Luna hanya bisa parsah, meskipun hidupnya dihancurkan dengan cara sedemikian rupa oleh Saga. Akankah selamanya dendam itu membara dalam hati Saga, meskipun seiring berjalannya waktu kebenaran di balik kecelakaan yang menimpa Jane terkuak?

Bab 1 Hancurnya Dunia Sagara

Embusan napas tertahan yang terdengar begitu menyesakan, menguar melalui celah antara bingkai birai milik Sagara Tyson Murphy yang sedikit berjarak juga tampak gemetar, karena tengah mencoba mati-matian untuk menahan tangisan.

Manik mata jelaganya yang dikelilingi iris yang memerah, menyalang tajam, dibiarkan menatap lamat pada pusara yang ada di hadapannya.

Berdiri tegap kendati dengan seluruh persendian di seluruh tubuh sebenarnya sudah merasa begitu lemas, Saga - begitu singkatnya pria berusia tiga puluh tahun itu biasa di sapa, sudah sekitar tiga puluh menit memaku di sana.

Mengabaikan derasnya air hujan yang mengguyur tubuh, juga gelegar guntur yang seakan memberi cambukan pada relung yang tengah didera asa, Saga masih belum memiliki keinginan untuk beranjak.

Hati Saga saat ini sebenarnya sedang remuk redam. Dunianya runtuh, sebab baru saja ditinggalkan oleh Salsabila - sang ibu, untuk selamanya.

Beberapa jam yang lalu, tepatnya saat Saga baru sekali tiba di bandara selepas melakukan perjalanan bisnis, pria pemilik paras tampan itu dikagetkan dengan sebuah kabar yang berhasil membuat dunianya seperti berhenti berputar.

Saga yang ingin bergegas kembali ke Mansionnya, berjalan begitu antusias dengan senyuman yang memeta indah, menghiasi bibir, menambah pesona yang ia miliki.

Ia merasa bahagia bukan main, karena pikirnya ... saat itu akhirnya ia bisa melepas rindu yang sudah begitu menggebu dalam relung pada sang kekasih dan sang ibunda yang menunggu kedatangannya.

Dua minggu terasa waktu berjalan begitu lambat bagi Saga, karena harus berjauhan dengan orang-orang terkasihnya. Namun, begitu dirinya tiba, bukannya ia disambut oleh pelukan hangat atau pun senyum senang dari mereka, Saga mendapati Julian - orang kepercayaannya, menerima telpon dari Sesil yang kepala pelayan di mansionnya membawa kabar menyedihkan.

"Tuan?" Julian ragu-ragu menyeru begitu dirinya menghentikan langkah dan menutup panggilan dengan Sesil.

Dengan perasaan heran, Saga melakukan hal yang sama, yakni menghentikan ayunan tungkai dan menoleh ke arah Julian.

"Ada apa?" Saga bertanya dengan suara bariton bernada dingin, sedikit jengkel.

Pandangan Julian seketika tertunduk, menatap jemari yang ia tautkan di depan badan. "Ada hal yang ha-harus saya sampaikan, Tuan."

Kerutan samar muncul di kening Saga. "Apa? Katakan. Jangan membuang waktu. Aku harus segera pergi menemui Jane dan juga ibuku." Saga memendarkan pandangan, menatap keadaan sekitar dengan nanar. "Kenapa tidak ada satupun dari mereka datang ke bandara seperti biasanya? Apa mereka lupa, jika hari ini aku pulang?" gumamnya.

"Ini tentang Nyonya Besar dan Nona Janesaa, Tu-Tuan."

"Ada apa dengan mereka?"

Julian menelan ludahnya dengan susah payah. "Me-mereka ... me-mereka mengalami ke-kecelakaan, Tu-Tuan."

Mata Saga membelalak. Terkejut, tentu sangat. Jantung Saga saat itu seketika bekerja lebih keras daripada biasanya, berdebar dalam tempo yang begitu cepat, ayalnya orang yang baru selesai melakukan lari marathon.

Rasa bahagia yang sebelumnya hampir membuncah dalam relung, seketika diambil alih oleh rasa cemas yang begitu mengungkung.

"Ke-Kecelakaan? Lalu bagaimana keadaan mereka sekarang? Di mana mereka?"

Sungguh, tak sampai hati Julian menyampaikan kebenaran yang harus Saga dengar saat itu, karena ia mengetahui pasti, jika berita yang hendak ia sampaikan, mampu menghancurkan perasaan orang yang saat ini berdiri di hadapannya itu.

Julian yang bisa dibilang sebagai tangan kanan Saga, orang yang paling mengenal Saga di antara para pekerja lainnya, tahu ... jika Saga sangat menyayangi sang ibu dan Janessa Kennedy Jordan - kekasihnya, lebih dari apa pun, bahkan dirinya sendiri.

"Tiga hari yang lalu mereka mengalami kecelakaan, Tuan. Nona Janessa tidak memberi anda kabar sejak saat itu, karena dia sebenarnya telah meninggal dunia."

Sebagaimana ada ribuan pisau belati yang tepat mengarah pada dada dan menancab dalam relungnya, Saga sungguh merasa dadanya sesak bukan main.

Saga bergeming, membiarkan perasaannya perlahan mengambil alih. Dirinya yang selama ini dikenal dengan pria berhati batu dan tidak memiliki rasa empati, tidak sanggup menerima berita yang baru saja ia dengar.

"Dan Nyonya besar-" Julian menjeda perkataannya, karena terasa berat sekali bagi dirinya untuk berucap. Hatinya tidak menginjinkan, sementara lidahnya enggan, karena tiba-tiba menjadi kelu.

"Damn just say it!" Saga berteriak, penuh emosi.

Julian terhenyak. "Bi Sesil tadi menelponku untuk memberi kabar, jika Nyonya Besar telah mengembuskan napas terakhirnya hari ini."

Belum sempat hatinya bisa menerima berita terkait sang kekasih dan sang ibu mengalami kecelakaan, bahkan Jane telah tiada, kini seolah ada sambaran petir yang membawa badai, membuat hatinya porak-poranda seketika.

Dunia dan perasaan Saga hancur, tak tersisa. Namun, pria tampan itu sama sekali tidak meneteskan air mata, meskipun manik jelaganya sudah gemetar dan berkaca-kaca.

"Tiga hari yang lalu? Kecelakaan itu terjadi tiga hari yang lalu? Lantas kenapa tidak ada yang memberitahuku?!" Suara Saga meninggi di penghujung kalimat.

Dicengkramnya kerah pakaian yang Julian kenakan saat itu, membuat Julian terkejut bukan main, karena kedua tungkainya hampir tidak lagi menapak di lantai.

Pandangan Julian masih tertunduk, tak berani balas menatap Saga yang sudah menatapnya penuh kemarahan. "Tuan B-Besar memintaku untuk memberitahumu, sa-saat anda sudah kembali, Tu-Tuan."

Saga menghempas tubuh Julian, membuat Julian jatuh terjerambab. Namun, daripada marah, Julian lebih merasa sedih, karena melihat atasannya terluka.

Saga mencengkram geram rambutnya dengan telapak tangan sembari memejam dan membungkukan tubuhnya, sesaat. "Antarkan aku pada ibuku, sekarang!"

Sekitar lima jam sudah berlalu, dari proses pemakaman Salsabila dilakukan, dengan sangat berat hati Saga harus meninggalkan tempat peristirahatan beliau dan pulang ke Mansion.

"Jelaskan padaku, sejelas-jelasnya. Kapan mereka mengalami kecelakaan dan apa penyebabnya?" titah Saga seraya menghadap ke arah Julian yang sudah menunggunya di depan pintu kamar miliknya, penuh tuntutan.

"Nona Jane dan Nyonya Besar pergi bersama satu minggu yang lalu ke sebuah pusat perbelanjaan. Setelahnya ... mereka kemudian pergi jalan-jalan bersama di taman kota. Ti-Tidak ada yang tahu bagaimana persisnya kecelakaan itu terjadi, Tuan. Karena Nyonya Besar, sa-saat itu meminta para ajudan membiarkan mereka pergi berdua saja."

"Dan mereka membiarkannya begitu saja?"

"Ti-tidak ada yang berani menolak permintaan Nyonya Besar, Tuan."

"Lalu apa yang terjadi sampai mereka berakhir tiada seperti ini?"

"Se-sepertinya Nyonya Besar dan Nona Janessa mengalami tabrak lari, saat mereka berjalan di trotoar hendak kembali ke mobil, Tuan."

Saga memejamkan pelupuk matanya rapat-rapat, beberapa saat. Kedua telapak tangan yang saat itu menggantung bebas di kedua sisi tubuhnya, mengepal erat.

"Apa kalian belum benar-benar mencari tahu bagaimana kecelakaan ini bisa mereka alami, dan siapa yang menabrak mereka?"

Julian menggeleng ragu. "K-kami belum mendapatkan perintah apa pun."

"Kalau begitu segera lakukan dan berikan laporan padaku sejelas-jelasnya dan secepatnya!"

Tidak memerlukan waktu cukup lama bagi Saga untuk menerima laporan yang ingin ia ketahui dari Julian, karena dua hari setelahnya, Julian datang menemui Saga yang tengah berada di ruang kerja, membawakan sebuah berkas yang berisi sebuah laporan yang diinginkannya tersebut.

Sembari duduk tenang, Saga pun mulai membaca laporan yang dibawa Julian, dibantu oleh Julian sendiri yang sesekali memberikan keterangan terkait bagaimana kecelakaan yang dialami sang ibu dan sang kekasih terjadi.

Benar adanya, sang ibu dan sang kekasih mengalami tabrak lari di jalan yang berada di area dekat taman yang kala itu habis mereka kunjungi.

Dalam berkas yang tengah Saga telisik, terdapat sebuah foto yang menunjukan sosok gadis cantik yang tengah tersenyum manis.

Saga sempat dibuat terkejut, karena kecantikan yang gadis itu miliki. Pria itu membiarkan sebuah seringaian ngeri penuh arti memeta di bibirnya. "Aluna Joylee Morris? Dia cantik." Kemudian mata yang sebelumnya nampak kosong, seketika berubah menjadi dingin, beraura gelap.

"Benar, Tuan. Dia adalah anak kedua dari Tuan Theo Morris, pemilik TM Group."

Saga menengadah, menatap Julian. "Kau yakin dia pelakunya?"

Julian mengangguk samar. "Iya, Tuan. Meskipun tidak ada bukti jelas, karena rekaman Dashcam dari mobil yang dikendarainya hanya merekam suara sang adik yang memintanya untuk memperlambat laju mobilnya."

"Kau mendapatkan rekaman ini dari mana?"

"Dari kantor polisi."

"Kantor polisi?" Kening Saga mengernyit, keheranan. "Apa itu artinya, dia saat ini sedang dipenjara?"

"Seharusnya, tapi keluarganya membebaskannya dengan menyuap pihak berwajib."

Saga marah, sangat marah. Namun, dia tersenyum. Bukan tersenyum karena senang, justru senyum yang ia tunjukan, terlihat begitu sinis. "Cukup menarik. Apa dia memiliki catatan kriminal, sebelumnya?"

Julian mengangguk, mengiyakan. "Saat dia masih kelas dua SMA, dia dijerat kasus penyelundupan obat-obatan terlarang dan perundungan, sampai salah satu korbannya meninggal dunia, karena bunuh diri. Sama seperti saat ini, saat itu ... dia juga tidak dihukum karena keluarganya memberikan jaminan, beserta suapan. Tapi anehnya ... dia sempat menjadi siswi berprestasi."

Saga menyeringai lagi, sementara membiarkan manik mata legamnya menatap dingin potret wajah cantik Luna. "I don't give a damn, tentang prestasinya di sekolah. Wajahnya sangat cantik, membuatku sejenak merasa tidak percaya, jika dia sudah menjadi penyebab Jane meregang nyawa."

Saga melempar map berisi berkas laporan tersebut ke atas meja di hadapannya. Ia kemudian mendongakan kepala sembari membuang napas kasar dan memejam. "Aku harus menemui Tuan Morris."

Saga mengernyitkan kening. "Untuk apa?"

"Kau tidak perlu tahu."

Julian berdehem, singkat. "Apa anda ingin saya buatkan janji temu?"

"Nanti saja. Ada beberapa hal yang ingin aku lakukan lebih dulu."

"Lantas, apa yang akan anda lakukan pada gadis itu, Tuan?"

Saga membuka pelupuk mata seraya meluruskan pandangan. Diraihnya map yang sebelumnya ia lemparkan, guna mengambil foto Luna tadi.

Saga tersenyum sinis, lagi. Manik matanya menatap tajam sosok Luna, sebelum telapak tangannya mengepal, meremat geram foto Luna tersebut. "Aku akan membuatnya menyesali setiap napas yang ia embuskan, sampai menyesali kehadirannya di dunia ini. Aku akan membuatnya menyesal, karena telah menghancurkan satu-satunya kebahagiaan yang aku miliki. Air mata dan penderitaan akan menjadi satu-satunya hal yang hadir dalam hidupnya. Aku akan menunjukan seperti apa itu neraka. Dia tidak akan hanya melihat, tetapi akan hidup di dalamnya."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Putri_Pratama

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku