Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Possessive Wife

Possessive Wife

Christina

4.9
Komentar
655
Penayangan
40
Bab

Kisah cinta rumah tangga Ana yang bersuamikan seorang Polisi, bertugas di daerah pedalaman Papua. Segala cerita yang ia dengar membuat Ana menjadi istri yang pencemburu, egois dan posesif. Gadis yang dulunya adalah wanita kuat, kini menjadi lemah pasca menikah, cengeng, suka ngambek bahkan kerap kali memancing reaksi sang suami. Beruntung, Andra, sang suami memiliki kesabaran tingkat dewa, ia selalu mampu menjadi air saat Ana berkobar sepanas api.

Bab 1 Ponsel Baru Suami

Aku tengah menyiapkan makan siang di dapurku yang lusuh, rumahku memang sangat sederhana, bukan, tapi rumah kami, aku dan suamiku, kebetulan kami belum di karuniai buah hati, pernikahan kami baru seumur jagung, kami menempati rumah dinas dimana suami di tugaskan.

"Bun ... Bunda ...." Teriak suamiku berlari dari arah luar pintu belakang yang terletak di belakang dapur, ia tadi pamit padaku pergi main ke rumah temannya yang tidak jauh dari rumah. Ku perhatikan dari dapur di tangannya sudah memegang barang yang belum terlihat jelas di pandanganku.

Aku rasa itu adalah sebuah handphone, setauku ponsel suami memang sudah rusak dan tidak bisa di pakai lagi, mana sangka dia diam-diam membelinya, aku fikir ia akan mengajakku saat membeli ponsel barunya.

"Bun, ayah sudah beli HP baru," ucapnya dengan senyum riang menghampirimu yang tengah mengaduk masakanku di atas wajan, diperlihatkannya ponsel baru itu.

"Enak sekali beli HP baru, HP bunda ga di ganti?" Aku melengos, melirik sesaat hp yang ada di tangan suamiku, merk anu yang terkenal, tapi kalau di perhatikan bukan yang wow sekali, biasa-biasa saja, menurutku. Tapi aku iri, aku juga ingin ganti hp.

"Kan ayah memang hp sudah rusak bun, kalau bunda kan masih punya hp, hp masih bisa di pakai, masak mau beli hp lagi?" Ucapnya, itu tandanya dia tidak akan membelikanku hp baru.

Aku acuhkan ucapnya, ku lanjutkan aktifitasku memasak sampai selesai, lalu ku hidangkan di meja makan dan ku tutup dengan tudung saji.

Fikiranku terfokus pada hp baru, hpku juga merk anu, merk yang sama dengan ponsel suamiku yang baru. tapi sudah lama, sudah berkarat istilahnya, jaman sudah 4G, aku masih pake hp yang hanya bisa menangkap jaringan 3G, tanpa memakai pelindung dan sudah lecet sana sini pula karena seringnya terjatuh.

"Makan dulu yah, mungpung masih panas itu." Ucapku pada suamiku, sedangkan aku sudah memegang piringku, duduk bersandar di ruang tamu yang kecil, duduk lesehan, kami tidak memiliki sofa atau sejenisnya, karena aku tidak mau mengisi rumah dengan banyak perabotan, rencana kami ingin segera mengurus pindahnya suami ke Bali, itupun kalau rejeki.

"Iya sebentar bun." Jawab suamiku tanpa melirik ke arahku, ia masih fokus dengan hp barunya, ku lirik sesekali ke arahnya, ia begitu menikmati ponsel barunya, entah, mungkin sedang menyimpan nomor atau apalah, aku tak peduli.

Pelit sekali, minta ikut beli hp baru saja ga boleh, gerutuku dalam hati. 15 menit aku menyelesaikan makan siangku, suamiku masih saja pada posisi yang sama, duduk dan memainkan ponselnnya.

"Bun, ini gimana ya caranya? Mau mindahin nomor-nomor yang ada di kartu biar tersimpan di telpon? Ayah belum ngerti, belum paham." Tanyanya kemudian, aku masih sibuk mengunyah camilan kacang polong yang ku beli kemarin sore di warung depan asrama.

"Mana bunda liat." Jawabku mencoba meraih hpnya, tapi tangannya menahan, ia seperti enggan memberikan ponselnya padaku.

"Kasi tahu caranya gimana bun?" Ucapnya lagi, masih menatap layar ponsel itu.

"Bagaimana mau kasih tahu kalau dipegang saja ga boleh!" Gerutuku kesal. Percis seperti bapakku, sifat suami dari A sampai Z benar-benar mirip dengan bapakku.

"Ya liat saja to, bilangin, ayah harus pencet tombol yang mana? Trus apa? Gitu kan bisa, ga harus bunda yang pegang hp." Jawabnya ketus.

"Ya sudah, cari aja sendiri, otak atik sendiri, ga usah tanya-tanya, pegang aja ga boleh, pelit." Aku meninggalkan suamiku pergi, masuk ke dalam kamar, rebahan, ambil hp, nyalakan tivi, entah niatku menonton apa yang jelas perasaan kesal sedang merajaiku, ku ganti-ganti canel beberapa kali sambil menggerutu sendiri.

"Bun, coba aturkan ini, ayah ga ngerti." Suamiku ikut masuk ke dalam kamar, ia menghampiriku, bersandar di sebelahku.

"Apalagi? Usaha to, cari-cari sendiri, kan sudah bisa." Aku mendelik, ku lihat sesaat ke arah ponsel yang ia pegang.

"Pasang memorynya gimana bun?" Suamiku menyodorkan hpnya padaku.

"Itu lubangnya disitu liat." Ucapku ketus, ku lirik sekilas ponselnya, sementara tanganku masih memegang remote tv.

"Pasangkan bun, tolong." Tanpa ku jawab, ku ambil hp itu dari suamiku dengan cepat, ku bongkar, dan ku masukkan memory card'nya, belum juga terpasang sempurna, dengan gesit tangannya sudah merampas lagi ponselnya seakan-akan takut aku menemukan sesuatu yang tak ingin terlihat olehku.

Seharian ini ia disibukkan melihat layar ponsel barunya, padahal hp biasa-biasa saja, tapi sepertinya dia sangat menikmati semua aplikasi bawaan ponsel tersebut.

Aku di abaikan, bahkan sampai jam tidur kamipun ia masih fokus dengan ponselnya, awas aja kalau nanti minta anu, biar ku suruh aja dia anu sama tuh ponsel, biar tahu rasa.

Ku peluk gulingku erat, ku bungkus diriku dengan selimut, ku punggungi suamiku yang masih tidak mau melepaskan ponsel barunya itu.

"Bun..." Panggilnya lagi, ia mencolek punggungku beberapa kali.

"Hmmm..." Jawabku malas.

"Bun, facebook ayah ga bisa buka, lupa kata sandinya, tolongin dong." Ucapnya dengan nada memelas.

"Ga bisa, yang punya facebook ayah, bunda mana tau sandinya." Jawabku ketus.

"Ayah lupa bun, tidak ingat." Ucapnya.

"Tanya aja sama mantannya ayah, mungkin dia tahu sandinya." Aku kembali mengungkit-ungkit masa lalunya suami, kebiasaan burukku ya begitu, aku sering kali mengungkit masa lalu suami.

Aku baru bertemu suamiku setelah putus 7 tahun lalu, sekalinya ketemu kita langsung menikah, aku baru tahu setelah menikah, ternyata sebelum kami menikah ia sudah punya kekasih yang putus 1 bulan sebelum kami bertemu.

Aku membenci wanita itu, dia memang tidak salah, tapi aku tidak suka aja suamiku sempat berpacaran dengannya, aku iri dengan kecantikannya, iri dengan gayanya yang wow, beberapa kalipun diminta iklas aku tetap tidak bisa, padahal kalau di fikir-fikir dia tidak salah.

Aku sempat mencari tahu perihal putusnya mereka, semua karena beda keyakinan, dan 1 lagi, sifat keras kepala dan mengaturnya si perempuan itu membuat suamiku tidak kerasan.

Kembali ke topik, setelah bujuk rayunya, akhirnya ku buatkan akun facebook baru buat suamiku, aku kira setelah selesai, dia akan berhenti memgang hpnya lalu istirahat bersamaku, sayang, dugaanku salah, ia masih saja fokus dengan ponselnya itu, entah mungkin sibuk menambah pertemanan pada facebook barunya atau sibuk menghubungi teman-temannya, maybe lah, yang pasti aku jengkel sejengkel-jengkelnya.

Perasaan kesal semakin memenuhi kepalaku, rasanya pengen mengumpatnya, hp terus di pegangin, istrinya malah di anggurin kayak jemuran kering ga di angkat-angkat. Liat saja ya, aku juga bisa seperti itu. Ku pejamkan mataku kemudian, ku tinggalkan dia yang masih sibuk bermain ponsel, aku memilih berselancar ke dunia mimpi.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Christina

Selebihnya

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku