"Ini yang kata Mama mau dijodohin sama Leon? Mama bilang orangnya cantik. Ini gak cantik-cantik banget kok." - Leon "Kamu jelekin aku sekali lagi, bibir kamu kutarik sampe Sumatra ya! Berani?" - Celine Pasangan yang unik. Kedua insan ini sedang berusaha disatukan oleh kedua orang tua mereka melalui perjodohan. Leon yang menetap di Papua, sedangkan Celine yang berasal dari Sumatra. Berhasilkah benih-benih cinta tumbuh diantara keduanya?
"Iya Naya, ini kita udah di jalan kok. Kita baru aja keluar dari Bandara. Ntar kalo udah sampe kita kabarin."
Dita tertawa saat mendengar celoteh sahabatnya di seberang sana. Wanita paruh baya itu terdengar tidak sabar untuk segera bertemu dengannya. Bagaimana tidak, terhitung sudah puluhan tahun lamanya mereka berpisah sejak mereka menikah selepas lulus dari kuliah. Menjadi istri seorang abdi negara memaksa mereka untuk mendampingi suami mereka yang ditugaskan di pulau yang berbeda. Begitu pun mereka tetap berhubungan baik melalui telepon atau sosial media. Hingga di penghujung tahun ini, pertemuan mereka berhasil terealisasikan dengan Dita yang berencana datang ke rumah Naya di Tanah Papua, untuk kemudian liburan bersama.
Setelah sekian lama, akhirnya dua sahabat itu bisa melepas rindu.
"Iya, iya. Aku juga gak sabar. Anak kamu udah pulang kan dari Jakarta? Aku sampe maksa Celine buat ikut loh, kita kan rencananya mau jodohin mereka."
Celine, wanita cantik berusia 20 tahun yang berstatus sebagai putri satu-satunya Dita itu hanya menghela napas kasar. Lagi-lagi perjodohan. Topik itu selalu saja dibahas jika sang ibu sudah teleponan dengan seseorang yang katanya adalah sahabat lama. Padahal Celine sudah menolak. Demi Tuhan, Celine sudah punya kekasih dan dia sangat mencintai kekasihnya itu. Bagaimana mungkin ia menerima perjodohan konyol yang dilakukan ibunya? Omong kosong.
"Bahagia banget yang mau jodohin aku," rungut Celine setelah ibunya selesai melakukan panggilan.
Dita tertawa mendengar ujaran putrinya itu. Ia yang gemas mencubit pelan pipi Celine hingga akhirnya pipi gembil dengan kulit putih itu berubah merah bak buah tomat yang matang.
"Kamu mana paham. Mama sama tante Naya itu udah temenan puluhan tahun dari kita SMA, kuliah bahkan sampe sekarang. Sayang aja kita harus pisah setelah nikah. Terus kamu tau gak? Mama sama tante Celine itu kayanya bener-bener ditakdirkan buat jadi sahabat. Soalnya setelah mama pacaran sama papa kamu, eh seminggu kemudian dia juga dapet pacar polisi juga, sama kaya papa kamu. Keren kan?"
Celine merengut kesal sambil mengusap pipinya yang memerah.
"Keren sih keren, Ma, tapi, gak sampe jodohin aku juga. Aku kan udah bilang kalau aku udah-"
"Ssstt! Berisik!" potong Dita. Ia tak peduli dengan celotehan putrinya yang berkali-kali menolak keinginannya itu. Ia tidak mau tahu, pokoknya Celine harus menikah dengan Leon, anak Naya, kelak.
"Udah ... kamu turutin aja dulu maunya Mama kamu."
Celine terbelalak saat mendengar sang ayah malah berpihak pada mamanya. Baru saja gadis itu ingin protes, sebuah kejadian mengejutkan terjadi di depan matanya.
"Papa awas! Aaaaakh!"
***
Seorang wanita paruh baya berlari cepat menuju ruangan ICU, ruangan di mana sahabat yang ia tunggu kedatangannya sejak tadi malah terbaring lemah karena kecelakaan yang menimpanya.
Air mata tak kunjung berhenti mengalir di pipi Naya saat perawat mempersilakannya masuk karena tak ada harapan atas keadaan sang sahabat.
"Hiks, Dita!" lirih Naya saat dengan mata kepalanya ia melihat sendiri bagaimana sahabatnya itu terbaring lemah dengan banyak perban menutupi beberapa bagian tubuhnya, bagaimana bekas darah masih tersisa di tubuhnya dan bagaimana alat-alat penunjang kehidupan dipasangkan padanya. Air mata Naya kian deras.
"Kenapa bisa gini? Kamu udah janji bakal ke rumah. Kita bakal kenalin anak kita. Kamu ingatkan? Kenapa kamu ingkar?"
Isakan Naya semakin keras saat air mata nampak mengalir dari sudut mata sang sahabat. Gumaman maaf terlihat dari gerak bibir wanita paruh baya yang terbaring lemah itu. Ia yang frustasi dan tak tahu harus apa, hanya bisa memegang erat tangan Dita.
Naya mendekatkan telinganya ke arah Dita saat wanita itu menggerakkan bibirnya berusaha berbicara.
"Nay, aku titip anak aku. Dia gak punya siapa-siapa selain aku dan papanya. Kamu harus janji, Nay. Kamu harus janji buat jagain Celine," ujar Dita dengan suara begitu pelan, bahkan hampir tidak terdengar jika saja Naya tidak menajamkan pendengarannya.
"Iya, aku bakal lakuin semuanya buat Celine, tapi kamu harus sembuh dulu Dit, kamu harus sembuh!"
Tak terdengar jawaban dari Dita. Hanya gerakan bibir yang menggumamkan maaf.
Jeritan disertai tangisan keras keluar dari mulut Naya tatkala elektrokardiograf berbunyi panjang menandakan bahwa detak jantung pasien tidak lagi terdeteksi.
Hari itu seorang wanita kehilangan sahabatnya dan seorang anak kehilangan ayah dan ibunya.
***
Pandangan kosong terlihat di mata Celine, saat gadis cantik berusia 20 tahun itu dihadapkan dengan dua gundukan tanah yang dihiasi nisan bertuliskan nama kedua orang tuanya. Setelah berdiskusi dengan keluarga ayahnya di Sumatra, juga dengan pihak kepolisian, di mana tempat ayah Celine bertugas, gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengizinkan ayah dan ibunya dikebumikan di bumi cendrawasih ini. Meski awalnya ia tak setuju karna akan sangat jauh baginya singgah ke makam mereka saat ia rindu, tapi mengingat rumitnya urusan pemulangan jenazah mereka, ia akhirnya hanya mengangguk lesu.
Celine melangkah menyusul Naya yang memanggilnya. Celine dengan berat hati memasuki mobil keluarga Naya dan ikut pulang dengan mereka. Untuk sementara Celine akan tinggal bersama keluarga Naya sebelum memutuskan untuk kembali pulang ke Sumatra.
Sampai di rumah, Naya menyajikan makan siang. Meski dalam keadaan berduka, Naya tidak ingin perut Celine kosong, jadi ia harus tetap memperhatikan makanan gadis itu. Bagaimana pun, Naya tahu, pasti berat rasanya ditinggalkan oleh kedua orang tua.
Keheningan menghiasi keluarga Naya dan Celine saat itu. Hanya dentingan sendok bertemu piring yang terdengar diantara mereka.
"Celine, ini mungkin terlalu tiba-tiba, tapi kamu pasti udah denger dari almarhumah mama kamu soal perjodohan kamu sama Leon kan?"
Celine tercekat. Ia tersadar dari lamunannya dan menatap lamat ke arah Naya.
"Tante ... Aku tau soal perjodohan itu, tapi ... bagi aku pernikahan itu gak mudah, Tan. Aku belum terlalu mengenal anak Tante, pun dengan anak Tante. Lagi pula aku belum siap nikah," tolak Celine sopan.
"Hah ... terima aja. Ribet banget."
Celine terbelalak saat mendengar celetukan dari pria tampan yang duduk di seberangnya. Baru saja ia berniat menyahut ujaran itu, Naya lebih dulu meminta pria muda itu untuk diam.
"Maaf ya, Leon emang suka gitu. Oh, kamu belum kenalan sama anak tante kan? Kenalin, dia anak Tante, Leon."
Naya tersenyum canggung saat melihat Leon dan Celine malah memberikan tatapan datar satu sama lain.
"Ini yang kata Mama mau dijodohin sama Leon? Mama bilang orangnya cantik. Ini gak cantik-cantik banget kok."
Celine menggigit bibir dalamnya kuat. "Tahan Celine tahan! Kamu harus bersikap sopan!" batin gadis itu.
"Orangnya juga kayanya emosian. Terus ... keliatannya gak pinter. Dia juga-"
Brak!! Celine menggebrak meja di hadapannya.
"Kamu jelekin aku sekali lagi, bibir kamu kutarik sampe Sumatra ya! Berani?" Celine berteriak dengan amarahnya!!
Bab 1 Dijodohin
10/07/2022
Bab 2 Tempat Wisata
10/07/2022
Bab 3 Taxi atau Bemo
10/07/2022
Bab 4 Kompak
10/07/2022
Bab 5 Jadi Istriku
10/07/2022
Bab 6 Mana Pacarmu
10/07/2022
Bab 7 Cengeng
10/07/2022
Bab 8 Pusaka Sakti
10/07/2022
Bab 9 Perasaanku
12/07/2022
Bab 10 Oprasi Plastik
19/07/2022
Bab 11 Kamu Gila Ya
19/02/2023
Bab 12 Sulit Dimengerti
19/02/2023
Bab 13 Tanggung Jawab
19/02/2023
Bab 14 Aku Mencintainya
19/02/2023
Bab 15 Ngelamun
19/02/2023
Buku lain oleh Christina
Selebihnya