Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Duduk di kursi meja rias, Salma menyisir rambut sejenak lalu beranjak menuju tempat tidur. Ia merasa lelah setelah siang tadi mencari pekerjaan dan ingin segera beristirahat.
Namun, sebelum sempat tertidur, suara dering menggema di kamarnya. Salma terkejut dan membuka mata lagi lalu menggerutu kesal. Ia melirik ke arah meja di samping tempat tidur, mengulurkan tangan dan mengambil telepon itu kemudian melihat nama yang muncul di layar.
Natia.
Ia menghela nafas, lalu menekan tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
"Salma!"
“Ada apa, Nat?"
“Aku ingin mengajakmu jalan-jalan!”
“Jalan-jalan? Aku capek, Nat. Lagipula, kemarin kita sudah jalan-jalan, kan? Abangku pasti marah kalau aku keluar lagi."
“Salma... Please... Aku butuh kamu."
“Nggak bisa, Nat. Aku sudah janji sama Abangku.”
“Salma... Aku ingin bertemu dengan seseorang. Tapi aku nggak berani sendiri. Aku malu."
“Bertemu dengan siapa? Kenapa malu?”
“Aku ingin bertemu dengan lelaki!"
“Hah! Lelaki? Siapa?”
“Ada, deh. Temanin aku, ya? Cepat siap-siap. Sebentar lagi aku jemput,” ucap Natia lalu menutup panggilan telepon.
Bahu Salma terkulai oleh rayuan dari sahabatnya yang begitu bersemangat. Baru saja ia berkomitmen untuk tidak keluar rumah, tapi gadis itu merusak segalanya.
Salma mendengus kecil, lalu segera melangkah turun dari tempat tidur. Ia mengambil handuk kemudian berjalan menuju kamar mandi sambil menggerutu dalam hati.
*
Salma mengerutkan kening saat melihat Natia yang gelisah, berusaha mencari-cari seseorang. Salma di buat pusing melihat tingkah sahabatnya.
"Dia di mana sih, Nat?"
"Nggak tahu. Mungkin kejebak macet. Aku coba telpon lagi, ya."
Salma menatap sekeliling. Restoran mewah itu membuatnya merasa kecil. Semua pelanggan di sana tampak seperti orang berpangkat tinggi. Pria-pria berpakaian rapi dan wanita-wanita berdandan cantik, berbeda dengan dirinya yang hanya mengenakan baju lusuh dan tertutup dari ujung kaki hingga kepala.
Tidak seperti Natia, gadis cantik itu terlihat begitu elegan dan minim. Ia beruntung memiliki keluarga yang tidak mempermasalahkan cara berpakaian. Ia bisa memakai apa saja yang ia suka.
Sedangkan Salma, Abangnya sangat ketat dalam mengatur agar ia selalu menutup auratnya sebagai seorang wanita. Terpaksa atau tidak, ia harus menerimanya. Ia tidak punya pilihan lain. Ia merasa terkekang dan ingin bebas seperti Natia, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan Abangnya.
"Eh! Itu dia!" Teriak Natia membuat Salma kaget. Salma segera menoleh mengikuti arah yang ditunjuk oleh Natia.
"Ayo, cepat!" ajak Natia sambil menarik lengan Salma Nyaris saja Salma tersungkur karena Natia terlalu bersemangat.
“Om!”
Pria itu menoleh, dan Salma terpesona melihat parasnya yang tampan. Salma merasa gugup dan pipinya memerah ketika pria itu menatapnya.
“Hei, Natia,” sahut pria itu sambil bangkit dari kursinya.
"Sudah menunggu lama, ya, Om?”
“Baru saja kok. Ayo, silakan duduk."
Natia mengambil tempat di kursi yang berhadapan dengannya, dan Pria itu kembali duduk, namun matanya segera tertarik pada Salma, seorang wanita yang berpenampilan sederhana namun anggun. Pandangan mereka saling bertemu, jantung Salma berdebar kencang. Matanya tak bisa lepas dari mata pria itu yang begitu menawan.
Natia mengernyit, menoleh ke samping. Dia menggeleng-geleng sambil menepuk dahinya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan temannya. Ya ampun.