Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Noda Di Balut Cinta

Noda Di Balut Cinta

Aishwa Nahla

5.0
Komentar
436
Penayangan
9
Bab

Salma, gadis 19 tahun yang tak pernah berpacaran, jatuh cinta pada teman dari ayah sahabatnya, Natia. Hingga akhirnya Salma menikah dengan lelaki tersebut karena satu 'kejadian'. Akan tetapi, pernikahan itu terpaksa harus dirahasiakan pada semua orang termasuk Natia, dan dari sinilah semua masalah itu di mulai.

Bab 1 Pertemuan

Duduk di kursi meja rias, Salma menyisir rambut sejenak lalu beranjak menuju tempat tidur. Ia merasa lelah setelah siang tadi mencari pekerjaan dan ingin segera beristirahat.

Namun, sebelum sempat tertidur, suara dering menggema di kamarnya. Salma terkejut dan membuka mata lagi lalu menggerutu kesal. Ia melirik ke arah meja di samping tempat tidur, mengulurkan tangan dan mengambil telepon itu kemudian melihat nama yang muncul di layar.

Natia.

Ia menghela nafas, lalu menekan tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Salma!"

"Ada apa, Nat?"

"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan!"

"Jalan-jalan? Aku capek, Nat. Lagipula, kemarin kita sudah jalan-jalan, kan? Abangku pasti marah kalau aku keluar lagi."

"Salma... Please... Aku butuh kamu."

"Nggak bisa, Nat. Aku sudah janji sama Abangku."

"Salma... Aku ingin bertemu dengan seseorang. Tapi aku nggak berani sendiri. Aku malu."

"Bertemu dengan siapa? Kenapa malu?"

"Aku ingin bertemu dengan lelaki!"

"Hah! Lelaki? Siapa?"

"Ada, deh. Temanin aku, ya? Cepat siap-siap. Sebentar lagi aku jemput," ucap Natia lalu menutup panggilan telepon.

Bahu Salma terkulai oleh rayuan dari sahabatnya yang begitu bersemangat. Baru saja ia berkomitmen untuk tidak keluar rumah, tapi gadis itu merusak segalanya.

Salma mendengus kecil, lalu segera melangkah turun dari tempat tidur. Ia mengambil handuk kemudian berjalan menuju kamar mandi sambil menggerutu dalam hati.

*

Salma mengerutkan kening saat melihat Natia yang gelisah, berusaha mencari-cari seseorang. Salma di buat pusing melihat tingkah sahabatnya.

"Dia di mana sih, Nat?"

"Nggak tahu. Mungkin kejebak macet. Aku coba telpon lagi, ya."

Salma menatap sekeliling. Restoran mewah itu membuatnya merasa kecil. Semua pelanggan di sana tampak seperti orang berpangkat tinggi. Pria-pria berpakaian rapi dan wanita-wanita berdandan cantik, berbeda dengan dirinya yang hanya mengenakan baju lusuh dan tertutup dari ujung kaki hingga kepala.

Tidak seperti Natia, gadis cantik itu terlihat begitu elegan dan minim. Ia beruntung memiliki keluarga yang tidak mempermasalahkan cara berpakaian. Ia bisa memakai apa saja yang ia suka.

Sedangkan Salma, Abangnya sangat ketat dalam mengatur agar ia selalu menutup auratnya sebagai seorang wanita. Terpaksa atau tidak, ia harus menerimanya. Ia tidak punya pilihan lain. Ia merasa terkekang dan ingin bebas seperti Natia, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan Abangnya.

"Eh! Itu dia!" Teriak Natia membuat Salma kaget. Salma segera menoleh mengikuti arah yang ditunjuk oleh Natia.

"Ayo, cepat!" ajak Natia sambil menarik lengan Salma Nyaris saja Salma tersungkur karena Natia terlalu bersemangat.

"Om!"

Pria itu menoleh, dan Salma terpesona melihat parasnya yang tampan. Salma merasa gugup dan pipinya memerah ketika pria itu menatapnya.

"Hei, Natia," sahut pria itu sambil bangkit dari kursinya.

"Sudah menunggu lama, ya, Om?"

"Baru saja kok. Ayo, silakan duduk."

Natia mengambil tempat di kursi yang berhadapan dengannya, dan Pria itu kembali duduk, namun matanya segera tertarik pada Salma, seorang wanita yang berpenampilan sederhana namun anggun. Pandangan mereka saling bertemu, jantung Salma berdebar kencang. Matanya tak bisa lepas dari mata pria itu yang begitu menawan.

Natia mengernyit, menoleh ke samping. Dia menggeleng-geleng sambil menepuk dahinya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan temannya. Ya ampun.

"Eh! Salma. Ayo duduk. Maaf, aku lupa!" Natia meminta maaf sambil tertawa. Salma tersipu malu. Pelan-pelan, dia mengambil kursi di samping temannya.

"Ini teman papaku, Om Khai," perkenalkan Natia sambil menunjuk Khair.

"Oh..." Salma mengangguk singkat. Ia menatap Khair yang terlihat gagah dengan kemeja putih dan dasi hitamnya.

"Om, ini Salma, teman Natia. Kita kenal di universitas. Kami juga sahabat karib loh, kan, Sal!" Natia bercerita dengan antusias, membuat Jovan tersenyum lebar.

"Senang berkenalan denganmu, Salma. Jurusan apa yang kamu ambil dulu?"

"Aku mengambil jurusan sastra."

"Wah. Aku juga gemar baca karya-karya sastra."

"Natia, kamu sudah makan?"

"Tadi sudah makan dengan Papa, Om."

"Oh... Ya sudah."

'Kenapa dia nggak bertanya padaku juga? Hmm... Lagipula mana mungkin sih dia peduli dengan orang biasa seperti aku,' batin Salma

"Emm... Om, Salma, aku mau ke toilet sebentar, ya. Tiba-tiba perutku sakit." Natia tersenyum canggung. Tanpa menanti tanggapan Salma dan Khair, Natia bergegas pergi.

Khair menggeleng melihat tingkah laku putri anak temannya. Dia tampak begitu lucu. Sejurus kemudian, ia mengambil ponsel dan mengutak-atiknya.

Kruuuuk!

Khair tersungging senyum mendengar suara yang berasal dari perut gadis yang duduk di hadapannya.

"Kamu lapar?"

"Emm..." Salma mengangguk pelan. Khair tertawa terbahak-bahak. Salma merasa malu dan tersenyum tipis.

"Kenapa diam saja?" tanya Khair ketika tawanya reda. Dia melambaikan tangan meminta pelayan untuk memesan makanan.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Menunya mana?"

"Oh... maaf. Ini silakan." Pelayan itu menyodorkan buku menu kepada Khair. Khair mengambilnya.

"Kamu mau pesan apa?" Khair menyerahkan buku menu itu kepada Salma.

"Emm... Aku nggak bawa uang, Om."

"Siapa bilang kamu harus bayar? Ayo pesan. Aku yang traktir."

"Emmm. Serius?"

"Iya."

Salma mengangguk lalu membuka buku menu itu. Baru sebentar membacanya, matanya terbelalak ketika melihat harga makanan dan minuman yang tercantum di dalamnya.

"Haha" Khair tertawa membuat Salma berpaling.

"Apa yang lucu, Om?"

"Kenapa matamu melotot? Kaget melihat menu sampai segitunya? Itu buku menu, bukan buku cerita horor."

Salma menggaruk kepalanya yang tertutup. Harganya seperti makanan yang turun dari langit. Mahal! Air mineral saja harganya lima belas ribu! Ini air mineral dari mana? Himalaya?

"Emm..." Salma beranjak dari kursinya lalu mendekat ke Khair dan duduk di sebelahnya.

"Terlalu mahal, Om." Salma berbisik. Khair terkejut dengan tindakan mendadak gadis itu. Hembusan nafas Salma benar-benar di telinganya, nyaris membuat jantungnya berhenti.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Aishwa Nahla

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku