Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Di Ceraikan Karena di Tuduh Mandul

Di Ceraikan Karena di Tuduh Mandul

Caca Aca

5.0
Komentar
4.2K
Penayangan
20
Bab

Namaku Kinara. Di usiaku yang menginjak ketigapuluh, aku tak kunjung menikah. Karena khawatir anaknya menjadi perawan tua, orangtuaku menjodohkanku dengan lelaki pilihannya. Dua tahun menikah aku tak kunjung punya anak. Hingga mertuaku menuduhku mandul dan suamiku menikah lagi dengan perempuan lain. Sakit hati dengan perbuatan mereka, itu pasti. Aku berjanji dalam hatiku, suatu saat akan ku buktikan pada mereka, kalau aku ini tidak mandul,seperti apa yang mereka tuduhkan.

Bab 1 Di Jodohkan

"Kinar, kapan kamu bawa calon suamimu kesini?"

Pertanyaan bapak disaat aku pulang dari kerja. Bukan sekali dua kali tapi sudah berulang kali, bapak menanyakan ini padaku. Bagiku itu lumrah, karena bapak sangat khawatir aku tak kunjung menikah. Padahal usiaku sudah hampir kepala tiga.

"Pak, kalau sudah ketemu orang yang tepat. Pasti Kinar kenalin kok sama bapak,"

Aku menjawab pelan, takut bapak emosi. Diusia nya yang tak muda lagi, bapak sudah sering sakit-sakitan. Aku takut kalau bapak sering marah-marah, akan berpengaruh pada kesehatannya.

"Bapak tak mau lagi dengar alasanmu, pokoknya Bapak akan jodohkan kamu, dan kali ini kamu harus nurut!"

Haah, bapak ingin menjodohkan aku. Dengan siapa? Apa yang harus aku katakan sama bapak, kalau aku tidak mau dijodoh-jodohkan.

Aku jadi bingung sendiri. Sungguh aku tak mau kalau harus dijodohkan, tapi bagaimana cara menolaknya, sepertinya bapak berkata serius.

"Tapi Pak, Kinar nggak mau nikah dengan orang yang nggak Kinar cinta!"

Bapak menatapku kesal, aku menunduk takut. Bapak orang yang paling ku segani. Aku tak pernah melawannya. Tapi kali ini, karena menyangkut hati dan perasaanku, aku berani menolak permintaan nya.

"Kinar, mau sampai kapan kamu sendiri terus? ingat usiamu Kinar. Lihat teman temanmu, Mereka semua sudah menikah dan memiliki anak." Ucap bapak ketus.

Aku masih menunduk takut. Tak berani lagi ku bantah kata kata bapak. Aku sadari memang bapak menyuruhku menikah, bukan tanpa alasan.

Di usiaku yang hampir berkepala tiga, seharusnya aku sudah menikah dan memiliki anak. Tapi mau bagaimana lagi, jodoh sudah ada yang mengatur. Mungkin aku belum ketemu jodoh ku saja.

Bukan tidak laku. Sebenarnya banyak lelaki yang menyukaiku. Tapi entah kenapa hatiku belum tersentuh dengan lelaki yang berusaha mendekatiku. Aku juga tak mengerti kenapa bisa seperti ini.

"Besok Bapak akan kenalkan kamu, dengan calon suamimu."

Setelah berkata demikian, bapak pergi meninggalkan aku yang masih diam membisu.

Besok, bapak bilang. Dimana bapak ketemu orang yang mau dijodohkan denganku. Perasaan bapak tak pernah pergi kemana-mana.

Ibu keluar dan menghampiriku.

"Kinar, sebaiknya kamu turuti keinginan Bapakmu!"

"Tapi Bu, Kinar tak mau menikah dengan orang yang tidak Kinar cinta."

Kali ini sepertinya ibu lebih memihak bapak. Tak seperti biasanya, ibu selalu mendukungku. Apa yang terjadi sama Ibu?

"Bu, kenapa ibu sama saja dengan Bapak? ikut ikutan menjodohkan Kinar."

Aku menangis terisak dipangkuan ibu, berharap ibu kasihan padaku dan menolak keinginan bapak. Ibu membelai rambutku dan mengusap air mataku.

"Kinar, Ibu sama Bapak sudah tua. Kami hanya ingin melihatmu bahagia, dan usia kamu sudah tak muda lagi bukan? Ibu tak mau, kamu dibilang perawan tua, karena tak kunjung menikah. Ibu mohon, kamu jangan tolak keinginan Ibu sama Bapak ya?"

Perawan tua? Jadi ada orang yang mengatakan seperti itu pada ibu, pantas saja ibu dan bapak bersikeras ingin menjodohkanku. Baiklah bu, demi ibu dan bapak, aku akan turuti yang kalian mau.

"Baikla Bu. Kalau ini sudah menjadi keinginan Bapak dan Ibu, Kinar akan terima Bu,"

Aku menyerah dan menerima keputusan kedua orang tua ku. Apapun yang merek lakukan padaku, aku yakin itu semua demi kebaikanku.

"Kamu serius kan Kinar?"

Reaksi ibu seperti tak percaya, wajar saja karena setiap ibu dan bapak ingin menjodohkanku, aku selalu menolaknya. Tapi kali ini, demi mereka aku akan terima.

"Iya Bu, Kinar serius, ya sudah Kinar mandi dulu ya Bu."

Aku tinggalkan ibu, yang masih duduk termangu, mungkin saja dia merasa senang. Karena aku menurut keinginannya. Atau justru sebaliknya, dia merasa sedih. Karena memaksaku menerima perjodohan ini.

Pagi ini seperti biasanya, aku sudah bersiap hendak berangkat kerja. Aku bekerja disebuah perusahaan Textil ternama dikotaku. Aku hanya seorang karyawan biasa, dengan gaji standar perusahaan. Sebenarnya ibu bapakku melarangku bekerja. Karena tanpa aku bekerjapun, mereka masih bisa mencukupi kebutuhanku.Tapi karena aku bersikeras dengan alasan ingin mandiri, akhirnya ibu dan bapak mengijinkan aku bekerja.

Bapaku seorang pensiunan, meskipun sudah tidak bekerja, bapak masih mendapatkan uang tunjangan setiap bulan. Kegiatan bapak sehari hari sekarang, mengelola warung sembako miliknya. Warung yang lumayan besar dengan dua orang karyawannya.

"Kinar, nanti sore Bayu dan orang tuanya akan datang kesini. Jadi, setelah pulang kerja kamu langsung pulang saja!" perintah bapak saat aku berpamitan untuk berangkat kerja.

Bayu? Jadi orang yang mau dijodohkan denganku itu, bernama Bayu.

"Iya pak, Kinar langsung pulang kok."

Ku iyakan saja apa mau bapak. Aku bergegas keluar, segera kunyalakan mesin motor maticku. Kulajukan sedikit cepat, karena aku hampir terlambat.

Sampai ditempat kerja, sudah tak ada satupun karyawan berada diluar. Aku sedikit terlambat, untung saja pintu gerbang belum ditutup.

Aku bergegas masuk. Karena terburu buru, tak sengaja aku bertabrakan dengan seorang pria, yang entah siapa. Karena baru pertama kali aku melihatnya. Dilihat dari penampilannya, dia bukan karyawan biasa. Mungkin saja dia tamu diperusahaan ini.

"Maaf Pak, saya tidak sengaja," ucapku lirih.

Jujur aku merasa takut, kalau nanti dia memarahiku.

Namun segera kubuang rasa takutku, karena pria itu menatapku, dan tersenyum.

"Santai saja Mbak. Kita sama sama salah kok. Sepertinya Mbak sedang terburu buru, aku juga sama Mbak"

"Iya pak. Saya hampir terlambat masuk. Kalau begitu saya permisi."

Aku segera bergegas menuju ruang kerjaku, tak kupedulikan lagi orang itu.

Aku bekerja dibagian packing, mengemas barang barang yang sudah tersusun rapi lalu kumasukan kedalam Dus.

Karena pekerjaanku sedikit menguras tenaga, maka aku selalu membawa sebuah sapu tangan, untuk mengelap keringat yang kadang suka keluar sendiri tanpa kuharapkan.

Benar saja, saat keringat mulai timbul dibagian dahi dan wajahku, segera kuraba saku kemejaku. Untuk mencari saputangan disana. Namun tak kutemui saputangan di saku ku. Apa mungkin tertinggal dirumah? Tapi sepertinya aku sudah membawanya. Apa mungkin tadi terjatuh, saat bertabrakan dengan orang itu? Entahlah. Untung ada Dina sahabatku, yang selalu menyediakan tisu gratis untukku.

"Din. Minta tisu dong," pintaku pada Dina.

"Lupa bawa barang kesayanganmu ya Key?" Bisik Dina.

"Enggak Din. Tapi di saku tidak ada, mungkin jatuh."

Barang kesayangan yang dimaksud Dina adalah saputangan. Memang kemanapun aku selalu membawa sapu tangan. Jangan ditanya, kenapa tak bawa tisu saja seperti Dina. Bukan tanpa alasan, meski terkesan kampungan, sapu tangan itu adalah pemberian seseorang yang pernah ada dan special dihatiku. Walau aku tak berjodoh dengannya. Karena dia telah menikah terlebih dahulu dengan wanita pilihan orangtua nya.

"Tuh ambil saja di Tas." Ucap Dina sambil menujuk tas disamping meja.

Segera kuambil beberapa lembar tisu dari dalam Tas Dina.

"Terimakasih Din."

"Sama sama Key."

Begitulah Dina selalu memanggilku Key, bukannya Kin atau Nar.

Tak terasa kini saatnya pulang kerja. Aku segera bergegas menuju parkiran untuk mengambil sepeda motorku. Kulajukan sedikit cepat, agar cepat sampai rumah. Bukan apa apa, aku hanya tak mau bapakku cemas memikirkanku.

Ternyata benar, bapak dan ibu sudah menantiku diteras depan.

"Langsung mandi saja Din, terus siap siap! sebentar lagi, keluarga Bayu datang!"

"Iya Pak."

Aku langsung masuk kekamar, kuhempaskan tubuhku sejenak dikasur. Aku membayangkan, seperti apa wajah calon suamiku nanti. Apakah tampan seperti Sahrukhan, atau justru sebaliknya? wajahnya hitam bibirnya doer, sudah tua seperti aki aki. Iiih aku jadi begidik ngeri membayangkannya.

Daripada mikir yang bukan bukan, lebih baik aku segera mandi. Sebentar lagi, pasti ibu datang kekamar untuk memastikan aku sudah bersiap apa belum.

Benar saja, selesai mandi, ibu sudah berada dikamarku. Ibu tersenyum kepadaku, sambil menyerahkan sebuah Tas kresek, entah apa isinya.

"Kinar, ini dipakai ya?"

"Apa ini Bu?"

Aku yang penasaran, langsung membuka isi dari tas kresek itu.

Ternyata isinya sebuah gamis berwarna merah muda lengkap dengan kerudungnya.

"Dipakai ya Nak, sebentar lagi mereka datang,"

"Iya Bu."

Baru saja aku hendak memakainya, kudengar diluar ada suara mobil berhenti tepat didepan rumah.

"Sepertinya itu mereka, kamu selesaikan dulu dandan nya ya Nay. Ibu akan menemui mereka dulu!"

"Iya Bu."

Selesai berhias, aku menatap wajahku didepan cermin. Cantik. Pujiku pada diri sendiri. Ya, meskipun usiaku terbilang sudah tak muda lagi, tapi kalau kulihat wajahku, aku tak kalah dengan gadis berumur dua puluh tahunan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Caca Aca

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku