Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ashes Of Love (Abu Cinta)

Ashes Of Love (Abu Cinta)

Kak Ikma

5.0
Komentar
83
Penayangan
30
Bab

Arkan dan Dinar yang memiliki janji untuk menikah ketika dewasa. Keduanya adalah anak asuh dari Panti Asuhan yang sama, mereka besar bersama, tumbuh bersama, dan saling menjaga satu sama lain. Suatu ketika tragedi menimpa yang membuat Arkan akhirnya dipenjara. Bertahun-tahun kemudian, Arkan akhirnya bebas dari tahanan, ketika keluar dia sangat ingin bertemu Kekasihnya, namun bukannya bertemu, dia justru mendapatkan kenyataan yang menyakitkan bahwa sang kekasih sudah berbahagia dengan suaminya. Dia kecewa, terluka, juga marah akan penghianatan Dinar membuat rasa benci mulai mengakar hatinya. Hingga suatu kejadian membuatnya bertemu dengan Kirana yang kemudian hari diketahui Arkan sebagai anak tiri dari Dinar, dan disinilah kisah yang sebenarnya dimulai. Apa yang terjadi selanjutnya? Yuk ikut kisah Arkan, Kirana dan Dinar di sini.

Bab 1 Awal Kehancuran

2013- Jakarta

DUAK!

"Aaaa....!"

Malam itu suara teriakan melengking terdengar dari dalam kamar apartemen mewah yang kini sudah dalam keadaan berantakan.

Tampak seorang gadis duduk bersimpuh di sudut kamar dengan kondisi pakaian yang berantakan bersama barang-barang yang berserakan di sekitarnya. Tubuhnya tak berhenti gemetar dengan air matanya berlinang di pipi. Matanya memerah, pandangannya terpaku di tubuh pria setengah baya yang tergeletak tak sadarkan diri dengan bersimbah darah.

"Tidak...ak...ku...tidak sengaja...aku tak sengaja melakukannya," rancau gadis itu tergagap dengan sorot ketakutan, tangannya mencengkeram kuat-kuat vas keramik bernoda darah yang digunakan untuk memukul pria di depannya hingga tak sadarkan diri.

"Aku....hanya...mem...membela diri," rancaunya lagi dengan suara parau, kini sorot matanya berubah kebingungan dengan melihat ke sekelilingnya, "sungguh aku tak sengaja...melakukannya...."

Namun seakan tersadar, gadis itu bangkit. Dia dengan panik merogoh tas, mengambil ponselnya dan dengan cepat melakukan panggilan.

Tut...tut.... bunyi nada panggilan.

'Halo ada apa? Kenapa menelepon malam-malam begini?'

"Tolong....tolong aku..." ucapnya begitu panggilan terhubung.

'Apa yang terjadi?' balas lawan bicaranya dari seberang panggilan.

"Tolong aku... kumohon tolong aku, aku tak sengaja melakukannya, sungguh aku tak sengaja..." gadis itu meracau dengan panik, dia sama sekali tak menghiraukan pertanyaan lawan bicaranya.

'Dinar tenanglah, katakan padaku apa yang terjadi?' kali ini suara bas itu diliputi nada khawatir.

"Memukul, aku memukulnya dan itu berdarah...sangat banyak. Arkan aku takut... Aku sangat takut Arkan, kumohon tolong aku...huhuhu...tolong aku..." tangis Dinar tersedu-sedu, dia makin merapatkan duduknya disudut ruangan dan meringkuk di sana.

'Tenang jangan menangis, katakan kamu ada dimana, aku akan segera datang ke sana?' ujar Arkan setenang mungkin karena di saat seperti bukan waktunya untuk panik.

Sejenak Dinar tenang, sebelum dengan lirih menjawab, 'Aku ada...di...."

*****

Beberapa Jam Sebelumnya.

Pagi itu di Balai Pusat Administrasi Kota suasananya tampak ramai dari orang-orang bersetelan kerja yang lalu-lalang masuk ke kantor.

Begitu pun dengan tiga pemuda berpakaian hitam putih yang merupakan mahasiswa dari Universitas X kota A jurusan bisnis yang saat ini tengah melakukan magang di sana yang juga bergegas masuk kebangunan kantor.

Mereka tak ingin terlambat datang karena itu bisa mempengaruhi nilai mereka di akhir semester nanti. Bisa kacau jika itu terjadi, terlebih bagi ketiganya yang merupakan mahasiswa beasiswa.

Ketiganya berjalan melawati lorong kantor sambil berbincang tentang tugas yang mereka dapatkan dari divisi masing-masing.

Namun tiba-tiba saja langkah pemuda yang berada di tengah berhenti, dia mendongak menatap TV LED di dinding tepat samping mereka yang tengah menayangkan acara bincang pagi bersama beberapa seorang model baru yang tengah naik daun.

Pemuda itu mengulas senyum saat melihat salah satunya model yang merupakan teman masa kecil sekaligus kekasihnya berada di antara model-mode lain, tampak sangat cantik dan ceria.

"Ada apa, kenapa berhenti?" tanya pemuda berpotongan cepak dengan tag name Dika pada Arkan, dia heran dengan tingkah rekannya. Tak biasanya seorang Arkana Samudera yang hanya menyukai buku tertarik dengan acara televisi, terlebih acara gosip. Baginya itu merupakan pemandangan yang langka.

Karenanya dia tak bisa menghentikan matanya untuk bergantian melirik acara TV dan Arkan yang tetap terpaku di tempatnya.

"Kau mengenal mereka?" tanya pemuda yang lain, yang bernama Angga.

Arkan menggeleng, "tidak, hanya mengenal satu, dan itu adalah kekasihku," jawabnya, dagunya menunjuk salah satu di antara beberapa model itu.

"Ha? Kau bercanda kan?" ucap Dika dan Angga bersamaan dengan mata terbelalak tak percaya.

Yah mana mungkin keduanya percaya, secara mereka masih seorang mahasiswa semester tujuh yang bahkan saat ini masih melakukan magang.

"Kenapa tak percaya?" Arkan menatap keduanya dengan alis terangkat.

Dika dan Angga tak menjawab, namun dari ekspresi yang ditampilkan jelas sekali bahwa keduanya memang tak percaya dengan ucapannya.

Arkan menghela nafas kemudian menjelaskan, "namanya Dinara Wulandari, umurnya 25 tahun, dia dan aku adalah anak asuh dari panti asuhan yang sama, kami tumbuh bersama, besar bersama dan saling menjaga satu sama lain. Dan mungkin karena terbiasa bersama akhirnya membuat kami menyukai satu sama lain, bahkan kami memiliki janji untuk menikah ketika kita sudah dewasa dan sukses."

"Oh, begitu...." Dika dan Angga serentak mengangguk. Yah walaupun tak terlalu percaya keduanya tetap mengangguk. Hitung-hitung untuk menyenangkan Arkan.

"Lalu jika dia 25 tahun, bukankah artinya lebih tua dia darimu?" tanya Dika.

"Kenapa kalau lebih tua? Selama aku mencintainya dan dia juga mencintaiku, itu sudah cukup bagiku. Toh dia hanya lima tahun lebih tua dariku." Tukas Arkan, dia cukup tak suka saat Dika mengatakan bahwa Dinar sudah tua.

Tak ingin lama-lama berkutat dengan topik percakapan ini, Arkan akhirnya menginterupsi, "oke enggak usah di bahas lagi, sekarang ayo masuk, nanti keburu telat."

Setalah mengatakannya, Arkan berlalu meninggalkan Dika dan Angga yang hanya bisa melongo sambil menatap punggungnya.

*****

Malam hari, di asrama mahasiswa Arkan tengah meninjau berkas kantor, tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama 'Dinara' di layar ponsel.

Dahinya mengercit melihatnya, heran kenapa Dinar meneleponnya selarut ini. Tapi walaupun heran dia tetap menjawab panggilan itu. "Halo ada apa? Kenapa menelepon malam-malam begini?" Tanya dengan suara tenang.

'Tolong....tolong aku...'

"Apa yang terjadi?" tanya Arkan begitu mendengar suara Dinar.

"Dinar ada apa kenapa kau menangis? Apa, apa yang terjadi?" Arkan bertanya tak mengerti, alisnya mengerut saat itu.

'Ku ... Kumohon tolong aku, aku tak sengaja melakukannya, aku tak sengaja....'

"Dinar, katakan padaku apa yang terjadi?" kali ini suara bass Arkan terdengar mengandung rasa khawatir. Itu terlihat dari raut wajahnya yang menegang.

'Tolong aku... kumohon tolong aku, aku tak sengaja melakukannya, sungguh aku tak sengaja...' bukannya menjawab Dinar justru makin tangis tersedu-sedu. Sontak itu membuat Arkan semakin menghawatirkannya.

"Tenang jangan menangis, katakan kamu ada dimana, aku akan segera datang ke sana?" ujar Arkan setenang mungkin karena di saat seperti bukan waktunya untuk panik.

'Ak... aku ada dia di... apartemen C nomor 102.'

Mendengarnya Arkan segara meraih jaket dan kunci motornya dan langsung keluar dari mes. Dia ingin secepat mungkin mendatangi Dinar, sungguh dia sangat khawatir dengan keadaannya. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Ketika sampai di tempat yang dimaksud, Arkan langsung memarkirkan motornya secara sembarangan dan bergegas masuk.

Tok tok tok... Arkan mengetuk pintu tapi sama sekali tak ada jawaban sama sekali. Dan karena sudah sangat khawatir dia tanpa pikir panjang mendobrak pintu.

Brak! Suara pintu di dobrak.

"Dinar..." Teriak Arkan saat masuk, namun betapa terkejutnya dia ketika melihat keadaan dalam apartemen yang begitu berantakan. Semua barang di ruang tamu berserakan, bahkan beberapa keramik sudah tak berbentuk lagi.

Arkan berjalan pelan, matanya menelisik setiap sudut ruang tamu tapi tak menemukan tanda-tanda keberadaan Dinar kemudian dia melanjutkan memeriksa ruangan-raungan yang lain namun tetap tak ada Dinar di dalamnya. Sampai tatapannya tertuju pada pintu warna coklat, satu-satunya pintu yang belum dia periksa.

"Dinar, kau ada di dalam?" tanyanya mendekati pintu.

Tak ada jawaban tapi samar-samar dia bisa mendengar suara tangisan dari dalam. "Huhuhu....tolong aku...aku tak seng...sengaja..."

'Itu suara dinar,' Batin Arkan.

Clek, Arkan memutar engsel pintu dan mendapati pintu lagi-lagi tak dikunci. Dia melangkah masuk dan langsung disuguhi dengan keadaan kamar yang begitu berantakan dengan segala barang pecah belah berserak dilantai kamar tak satu pun yang berada pada tempatnya.

Namun yang membuatnya terkejut adalah adanya seorang pria paruh baya yang sudah tak sadarkan diri di atas ranjang dengan kondisi bersimbah darah. Kemudian tatapannya bergeser pada Dinar yang masih duduk bersimpuh memeluk lututnya di sudut kamar dengan kondisi sama berantakannya.

'Apa ini?' sejenak Arkan terpaku. Tapi tak lama dia sadar dan langsung mendekat ke tubuh pria untuk mengecek kondisinya.

'Untunglah, dia masih hidup....' batin Arkan lega saat menemukan masih ada nafas padanya. Dia tak membuang waktu dan langsung melakukan pertolongan pertama mencoba menghentikan darah yang keluar dari kepala pria setengah baya yang tak sadarkan diri.

Setelahnya Arkan beralih ke Dinar, dia berjongkok di depannya dan bertanya, "apa yang terjadi, kenapa sampai seperti ini?"

"Dia...ingin memperkosaku...aku melawannya... dan aku me...memukul kepalanya...lalu dia berdarah...Arkan sungguh aku tak sengaja... aku hanya membela diri...." Gagap Dinar, sorot matanya yang kosong menatap tepat pada Arkan. Dengan tubuh gemetar sarat akan ketakutan dia menjelaskan apa yang terjadi.

Ya benar, awalnya Dinar datang karena undangan pria paruh baya itu, dia mengatakan akan membahas tentang kontrak produk yang akan bekerja sama dengannya.

Namun dia sama sekali tak menyangka pria itu malah ingin melecehkannya. Dia ingin menghindar tapi tak kuasa, hingga akhirnya Dinar kalap, dia dengan keras memukul pria itu menggunakan vas keramik.

Arkan yang mendengar penjelasannya terdiam sebelum akhirnya berkata, "hubungi polisi, katakan ada tindakan kriminal disini." Ungkap Arkan akhirnya setelah beberapa saat diam.

"Ta... Tapi bagaimana? Aku tak mau dipenjara." Dinar menggelengkan kepala, dia tak setuju dengan ide Arkan. Bagaimana bila nanti dia dipenjara? terlebih dia baru saja menapaki karir yang sudah lama dia impi-impikan.

Egois? Katakan saja begitu.

"Tenanglah, biarkan aku yang menyelesaikannya." Ujar Arkan, dia menepuk kepala Dinar untuk meyakinkannya.

Dinar menonggak, menatap manik hitam Arkan, "tapi... bagaimana?"

Melihat keraguannya, Arkan sekali lagi meyakinkan, "lakukan kataku, hubungi polisi katakan ada tindak kriminal di sini atau nyawanya tak akan tertolong lagi."

Dalam hati Arkan sudah bertekad agar Dinar bisa bebas.

"Em...baiklah," lalu tanpa menunggu lebih lama lagi Dinar segara menghubungi polisi dan melaporkan seperti yang dikatakan Arkan.

----

Bojonegoro, 08 Desember 2022

Kak Ikma

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku