Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Paman... sakit, tolong..."
Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun memeluk kaki Emilio. Keadaannya begitu mengenaskan di tambah dengan pakaiannya yang lusuh.
Emilio berjongkok, menangkup wajah gadis kecil itu. Setelah dia perhatikan, diwajahnya terdapat begitu banyak bintik-bintik merah, dan gadis itu tidak berhenti menggaruk seluruh anggota tubuhnya.
"Ania takut, paman... hiks. Ania sakit..." Gadis kecil yang mengaku bernama Ania itu mulai menangis kejar, bola mata bulat dan indahnya banyak mengeluarkan cairan. Ania menggaruk tubuhnya hingga bercak merah timbul di area kulitnya yang putih.
Pria berusia dua puluh lima tahun itu hendak bertanya kepada Ania, namun naas gadis kecil itu tak sadarkan diri di pangkuannya. "Hei, kau sakit apa? Ania!" Menepuk pelan pipi kecil itu.
Emilio bergegas membawa Ania menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Dalam perjalanan, Ania menunjukkan reaksi, gadis itu terlihat kejang-kejang hebat dengan nafas tersenggal. Matanya tak pernah berhenti mengeluarkan cairan bening.
Dia pasti sangat kesakitan.
Ketika sampai di sana, para dokter dan perawat tampak menyambut kedatangannya, karena Emilio adalah anak dari pemilik rumah sakit ini.
"Siapa anak ini, Dok?"
Yang ditanya tidak menjawab, terus berlari menuju Unit Gawat Darurat dengan menggendong Ania kecil, tanpa ingin menunggu perawat membawakan brangkar.
"Ini reaksi alergi. Alergi parah," gumamnya setelah melakukan pemeriksaan. Emilio bergegas melakukan penanganan kepada Ania.
Dia menghela nafas setelah selesai memberikan pengobatan. Gadis kecil itu kini tertidur akibat suntikan yang dia berikan.
Wajah manis itu, sempat membuat Emilio terpikat lama. Kecantikan Ania tak pudar meski wajahnya mengalami sedikit bengkak akibat alergi yang dialaminya.
Memasukan tangan di saku celananya, Emilio memandang Ania dengan tatapan tak bisa diartikan. Gadis kecil ini adalah pasien pertamanya setelah lima tahun Emilio tidak menangani pasien.
Tidak ada yang bisa dihubungi karena tidak ada yang tahu tentang Ania. Di mana dia tinggal dan siapa keluarganya, semua itu hanya bisa ditanyakan saat gadis kecil itu bangun nanti.
Pria itu berjalan dengan tenang seperti biasa, keluar dari ruangan.
"Selamat atas kebebasan anda, Dokter." Tiana, seorang dokter wanita spesialis anak yang pertama kali menyambut Emilio dengan uluran tangannya, memberikan selamat.
"Hemm." Pria itu berdehem, menjabat tangan Tiana dan langsung menariknya.
"Selamat, Dok."
"Selamat."
"Kami senang bisa bekerja bersama anda lagi."
Yang lain ikut memberikan selamat atas kebebasannya, entah tulus atau tidak Emilio tidak peduli. Yang pasti dia tahu, mereka hanya mencari wajah di depannya sebagai anak pemilik rumah sakit ini.
"Bagaimana rasanya tinggal di balik jeruji besi selama lima tahun?" Seseorang bertanya dengan senyuman mengejeknya, Emilio tak peduli dan berlalu begitu saja dari sana.
"Aku tak menyangka, seorang Dokter sekaligus pemilik rumah sakit besar sepertinya, bisa menghilangkan nyawa seseorang." Cibiran itu sempat terdengar di telinga Emilio. Pria itu berdecih sinis.
Waktunya terlalu berharga untuk meladeni hal-hal tidak penting. Ini memuakkan.
Dia harus menemui kekasihnya yang sudah lama tidak dia temui. Emilio sangat merindukan wanita itu. Bagaimana ya kabarnya sekarang?
Terakhir kali kekasihnya itu berkunjung ke lapas adalah tiga tahun lalu, itu pun sangat sebentar.
Pria itu bergegas menuju tempat di mana kekasihnya berada. Melajukan mobil dengan jantung berdegup hebat.
Emilio akan datang dan memberikan kejutan besar.
Jenith pasti senang melihatnya sudah bebas dari penjara, kan?
Dia terkekeh bangga dengan pengorbanan yang sudah dilakukannya lima tahun lalu.
Emilio yakin, tidak ada pria yang sehebat dirinya dalam melakukan pengorbanan.