Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Aku tengah menyiapkan makan siang di dapurku yang lusuh, rumahku memang sangat sederhana, bukan, tapi rumah kami, aku dan suamiku, kebetulan kami belum di karuniai buah hati, pernikahan kami baru seumur jagung, kami menempati rumah dinas dimana suami di tugaskan.
"Bun ... Bunda ...." Teriak suamiku berlari dari arah luar pintu belakang yang terletak di belakang dapur, ia tadi pamit padaku pergi main ke rumah temannya yang tidak jauh dari rumah. Ku perhatikan dari dapur di tangannya sudah memegang barang yang belum terlihat jelas di pandanganku.
Aku rasa itu adalah sebuah handphone, setauku ponsel suami memang sudah rusak dan tidak bisa di pakai lagi, mana sangka dia diam-diam membelinya, aku fikir ia akan mengajakku saat membeli ponsel barunya.
"Bun, ayah sudah beli HP baru," ucapnya dengan senyum riang menghampirimu yang tengah mengaduk masakanku di atas wajan, diperlihatkannya ponsel baru itu.
"Enak sekali beli HP baru, HP bunda ga di ganti?" Aku melengos, melirik sesaat hp yang ada di tangan suamiku, merk anu yang terkenal, tapi kalau di perhatikan bukan yang wow sekali, biasa-biasa saja, menurutku. Tapi aku iri, aku juga ingin ganti hp.
"Kan ayah memang hp sudah rusak bun, kalau bunda kan masih punya hp, hp masih bisa di pakai, masak mau beli hp lagi?" Ucapnya, itu tandanya dia tidak akan membelikanku hp baru.
Aku acuhkan ucapnya, ku lanjutkan aktifitasku memasak sampai selesai, lalu ku hidangkan di meja makan dan ku tutup dengan tudung saji.
Fikiranku terfokus pada hp baru, hpku juga merk anu, merk yang sama dengan ponsel suamiku yang baru. tapi sudah lama, sudah berkarat istilahnya, jaman sudah 4G, aku masih pake hp yang hanya bisa menangkap jaringan 3G, tanpa memakai pelindung dan sudah lecet sana sini pula karena seringnya terjatuh.
"Makan dulu yah, mungpung masih panas itu." Ucapku pada suamiku, sedangkan aku sudah memegang piringku, duduk bersandar di ruang tamu yang kecil, duduk lesehan, kami tidak memiliki sofa atau sejenisnya, karena aku tidak mau mengisi rumah dengan banyak perabotan, rencana kami ingin segera mengurus pindahnya suami ke Bali, itupun kalau rejeki.
"Iya sebentar bun." Jawab suamiku tanpa melirik ke arahku, ia masih fokus dengan hp barunya, ku lirik sesekali ke arahnya, ia begitu menikmati ponsel barunya, entah, mungkin sedang menyimpan nomor atau apalah, aku tak peduli.
Pelit sekali, minta ikut beli hp baru saja ga boleh, gerutuku dalam hati. 15 menit aku menyelesaikan makan siangku, suamiku masih saja pada posisi yang sama, duduk dan memainkan ponselnnya.
"Bun, ini gimana ya caranya? Mau mindahin nomor-nomor yang ada di kartu biar tersimpan di telpon? Ayah belum ngerti, belum paham." Tanyanya kemudian, aku masih sibuk mengunyah camilan kacang polong yang ku beli kemarin sore di warung depan asrama.
"Mana bunda liat." Jawabku mencoba meraih hpnya, tapi tangannya menahan, ia seperti enggan memberikan ponselnya padaku.
"Kasi tahu caranya gimana bun?" Ucapnya lagi, masih menatap layar ponsel itu.
"Bagaimana mau kasih tahu kalau dipegang saja ga boleh!" Gerutuku kesal. Percis seperti bapakku, sifat suami dari A sampai Z benar-benar mirip dengan bapakku.
"Ya liat saja to, bilangin, ayah harus pencet tombol yang mana? Trus apa? Gitu kan bisa, ga harus bunda yang pegang hp." Jawabnya ketus.
"Ya sudah, cari aja sendiri, otak atik sendiri, ga usah tanya-tanya, pegang aja ga boleh, pelit." Aku meninggalkan suamiku pergi, masuk ke dalam kamar, rebahan, ambil hp, nyalakan tivi, entah niatku menonton apa yang jelas perasaan kesal sedang merajaiku, ku ganti-ganti canel beberapa kali sambil menggerutu sendiri.
"Bun, coba aturkan ini, ayah ga ngerti." Suamiku ikut masuk ke dalam kamar, ia menghampiriku, bersandar di sebelahku.
"Apalagi? Usaha to, cari-cari sendiri, kan sudah bisa." Aku mendelik, ku lihat sesaat ke arah ponsel yang ia pegang.