Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Please Love Me, Uncle!

Please Love Me, Uncle!

imajinatime

5.0
Komentar
456
Penayangan
7
Bab

"Paman, tolong... Ania sakit." Awalnya, Ania hanyalah seorang gadis kecil. Dia diselamatkan oleh seorang pria dari ambang kematian. Sembari merintih kesakitan, Ania memeluk erat tubuh sang penolongnya. Cinta pertamanya. Emilio pun memutuskan membesarkan dan merawat gadis tujuh tahunan itu. Hingga belasan tahun, Ania tumbuh menjadi gadis jelita yang memikat. Namun, dia menepis semua perasaannya bahwa kini Ania sudah berusia dua puluh tahunan. Terlebih ada seorang Jenith. Ania jadi bingung. Setiap ada lelaki yang mendekatinya, sang paman akan marah besar kepadanya. Sedang Emilio terkesan tak menganggapnya sebagai gadis cantik. Hingga dia bertanya, "Jadi, pria yang baik untuk Ania itu seperti apa, Paman?" tuntutnya. Emilio pun terkesiap. Akankah dia menjawab dengan jujur? Atau membiarkan cinta seorang Ania bertepuk sebelah tangan, selamanya?

Bab 1 Sang penolong!

Paman... sakit, tolong..."

Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun memeluk kaki Emilio. Keadaannya begitu mengenaskan di tambah dengan pakaiannya yang lusuh.

Emilio berjongkok, menangkup wajah gadis kecil itu. Setelah dia perhatikan, diwajahnya terdapat begitu banyak bintik-bintik merah, dan gadis itu tidak berhenti menggaruk seluruh anggota tubuhnya.

"Ania takut, paman... hiks. Ania sakit..." Gadis kecil yang mengaku bernama Ania itu mulai menangis kejar, bola mata bulat dan indahnya banyak mengeluarkan cairan. Ania menggaruk tubuhnya hingga bercak merah timbul di area kulitnya yang putih.

Pria berusia dua puluh lima tahun itu hendak bertanya kepada Ania, namun naas gadis kecil itu tak sadarkan diri di pangkuannya. "Hei, kau sakit apa? Ania!" Menepuk pelan pipi kecil itu.

Emilio bergegas membawa Ania menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Dalam perjalanan, Ania menunjukkan reaksi, gadis itu terlihat kejang-kejang hebat dengan nafas tersenggal. Matanya tak pernah berhenti mengeluarkan cairan bening.

Dia pasti sangat kesakitan.

Ketika sampai di sana, para dokter dan perawat tampak menyambut kedatangannya, karena Emilio adalah anak dari pemilik rumah sakit ini.

"Siapa anak ini, Dok?"

Yang ditanya tidak menjawab, terus berlari menuju Unit Gawat Darurat dengan menggendong Ania kecil, tanpa ingin menunggu perawat membawakan brangkar.

"Ini reaksi alergi. Alergi parah," gumamnya setelah melakukan pemeriksaan. Emilio bergegas melakukan penanganan kepada Ania.

Dia menghela nafas setelah selesai memberikan pengobatan. Gadis kecil itu kini tertidur akibat suntikan yang dia berikan.

Wajah manis itu, sempat membuat Emilio terpikat lama. Kecantikan Ania tak pudar meski wajahnya mengalami sedikit bengkak akibat alergi yang dialaminya.

Memasukan tangan di saku celananya, Emilio memandang Ania dengan tatapan tak bisa diartikan. Gadis kecil ini adalah pasien pertamanya setelah lima tahun Emilio tidak menangani pasien.

Tidak ada yang bisa dihubungi karena tidak ada yang tahu tentang Ania. Di mana dia tinggal dan siapa keluarganya, semua itu hanya bisa ditanyakan saat gadis kecil itu bangun nanti.

Pria itu berjalan dengan tenang seperti biasa, keluar dari ruangan.

"Selamat atas kebebasan anda, Dokter." Tiana, seorang dokter wanita spesialis anak yang pertama kali menyambut Emilio dengan uluran tangannya, memberikan selamat.

"Hemm." Pria itu berdehem, menjabat tangan Tiana dan langsung menariknya.

"Selamat, Dok."

"Selamat."

"Kami senang bisa bekerja bersama anda lagi."

Yang lain ikut memberikan selamat atas kebebasannya, entah tulus atau tidak Emilio tidak peduli. Yang pasti dia tahu, mereka hanya mencari wajah di depannya sebagai anak pemilik rumah sakit ini.

"Bagaimana rasanya tinggal di balik jeruji besi selama lima tahun?" Seseorang bertanya dengan senyuman mengejeknya, Emilio tak peduli dan berlalu begitu saja dari sana.

"Aku tak menyangka, seorang Dokter sekaligus pemilik rumah sakit besar sepertinya, bisa menghilangkan nyawa seseorang." Cibiran itu sempat terdengar di telinga Emilio. Pria itu berdecih sinis.

Waktunya terlalu berharga untuk meladeni hal-hal tidak penting. Ini memuakkan.

Dia harus menemui kekasihnya yang sudah lama tidak dia temui. Emilio sangat merindukan wanita itu. Bagaimana ya kabarnya sekarang?

Terakhir kali kekasihnya itu berkunjung ke lapas adalah tiga tahun lalu, itu pun sangat sebentar.

Pria itu bergegas menuju tempat di mana kekasihnya berada. Melajukan mobil dengan jantung berdegup hebat.

Emilio akan datang dan memberikan kejutan besar.

Jenith pasti senang melihatnya sudah bebas dari penjara, kan?

Dia terkekeh bangga dengan pengorbanan yang sudah dilakukannya lima tahun lalu.

Emilio yakin, tidak ada pria yang sehebat dirinya dalam melakukan pengorbanan.

Ingatannya menerawang pada kejadian lima tahun lalu.

"Tidak, aku tidak membunuhnya. Tidak, Emilio... bukan aku."

Emilio mengerutkan dahi, ada apa dengan kekasihnya? Tiba-tiba menghubungi Emilio dan berteriak ketakutan seperti itu. "Hei, ada apa, Jen?" tanya pria berusia 20 tahun itu kepada kekasihnya. "Kamu baik-baik saja? Di mana sekarang?"

"Aku... tidak! Emilio... aku... aku tidak membunuh siapa pun." Isakan terdengar dari sebrang telepon.

Merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kekasihnya. Emilio bangkit, melepas jas berwarna putih yang dia kenakan, lalu pria itu berlalu dari ruangannya dengan ponsel menempel di telinga.

"Kamu di mana? Aku ke sana sekarang." Emilio berucap penuh kekhawatiran. Jantungnya berpacu cepat, takut terjadi sesuatu kepada Jenith.

Pria itu berlari secepat mungkin menuju basemant rumah sakit untuk mengambil mobilnya. Emilio mengemudi dengan kecepatan maksimal, menuju hotel, tempat di mana Jenith berada.

Emilio masuk ke dalam kamar nomor 207. Kakinya yang panjang perlahan melangkah masuk lebih dalam.

Kamar ini adalah tempat menginap kekasihnya selama beberapa hari ini karena pekerjaan.

Tak!

Kunci mobil dan ponsel dalam genggaman tangan Emilio jatuh begitu saja, seiring dengan tubuhnya yang melemas saat itu juga.

Seorang pria terkapar tak berdaya dengan mata terbuka di lantai, tepat dihadapan Emilio sekarang.

Di sekitar kepala pria itu, cairan berwarna merah kental mengalir menodai lantai putih. Darah itu berceceran di sana, sangat banyak.

Pria itu berjongkok, memeriksa denyut nadi pria berlumur darah di sana.

Dan pria itu sudah tak bernyawa.

Jantung Emilio semakin berpacu cepat kala dia melihat pecahan botol kaca di dekat kepalanya. Siapa yang melakukan hal sekeji ini?

"Jen..." Emilio melemas ketika dia teringat kekasihnya yang membuat Emilio datang kemari.

Berdiri, dan Emilio mulai mencari-cari keberadaan Jenith ditemani dengan rasa takut dan khawatir dalam dadanya.

Jenith tidak mungkin melakukan ini. Tidak mungkin! Emilio percaya itu.

Namun, hatinya bergetar hebat saat menemukan Jenith di pojok ruangan. Memeluk dirinya sendiri sambil menangis hebat hingga bahunya berguncang.

Semakin tidak bisa dipercaya lagi saat Emilio melihat sepotong pecahan botol di tangan kekasihnya. Itu pasti benda yang digunakannya untuk memukul kepala pria tadi.

"Emilio!"

Jenith memeluk Emilio yang baru saja merunduk untuk memeriksanya. "Aku... tidak, Emilio. Bukan aku... hiks." Dia menangis hebat, tangannya yang terdapat bercak darah bergetar beriringan dengan isakannya yang tak kunjung reda.

"Aku tidak membunuhnya. Bukan... bukan aku."

Emilio hanya diam. Tak membalas pelukan atau berkata apa pun. Semua ini terlalu mengejutkan untuknya, Emilio tidak tahu harus apa.

"Kamu percaya padaku, kan. Aku tidak membunuhnya!" Menunjuk tempat di mana jasad pria tadi berada.

Mata Jenith menatap tangannya yang menggenggam sepotong botol kaca. Secara refleks wanita itu menjatuhkan benda tersebut. "Bukan aku, Emilio. Bukan aku..." Menggelengkan kepala, bersikeras menyangkal dirinya sudah menghilangkan nyawa seseorang.

Dia menangis lagi tanpa henti. Semakin takut karena Emilio diam saja. Siapa lagi yang akan membantunya selain pria ini?

Meski seribu kali Jenith menyangkal bahwa dia tidak membunuh pria itu, semuanya sudah jelas.

"Siapa dia?" Emilio menjauhkan diri dari Jenith, menunjuk jasad pria tadi.

"Asistenku," jawab Jenith sambil menggelengkan kepala dan terisak lagi. "Bukan aku, Emilio..." ujarnya dengan nada putus asa.

Emilio meraih bahu Jentih. Menatap mata wanita itu dalam, menyiratkan betapa dia sangat mencintai wanita ini meski apa pun yang sudah dilakukan Jenith.

Bahkan membunuh sekali pun.

"Serahkan dirimu kepada polisi." Pria itu berucap tegas.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Romantis

4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku