Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Naima berdiri di terminal menunggu bus yang akan membawanya ke Jakarta, gadis itu sudah membulatkan tekadnya. Dia tidak akan kembali ke kampung Almarhum orang tuanya jika belum sukses. Sebelum berangkat, Naima menyempatkan diri berziarah, meminta restu dan izin kepada kedua orang tuanya. Walau hanya lewat doa, namun Naima yakin orang tuanya akan merestui keputusan Naima.
Keluarga Naima di kampung memang baik, namun beban mereka sudah sangat berat. Apalagi pamannya hanya sebagai buruh tani. Rumah peninggalan orang tuanya masih berdiri kokoh. Akan Naima jadikan sebagai kenangan yang orang tuanya tinggalkan.
Bus yang membawa Naima perlahan meninggalkan kota kelahirannya. Naima sudah mempunyai tujuan, di zaman canggih seperti ini Naima bisa menemukan kost murah dengan cepat. Dengan sisa uang peninggalan orang tuanya, Naima akan bertahan hidup hingga dia menemukan pekerjaan.
Jam menunjukkan jam 3 subuh saat bus yang ditumpanginya sampai di terminal tujuan. Naima memesan ojek online menuju kostan yang sudah dia booking melalui aplikasi, jaman serba mudah seperti ini membuat Naima tidak kesulitan. Naima duduk di trotoar sambil menunggu ojek yang dia pesan datang. Apakah takut sendirian? Naima terbiasa berdikari, mengikuti banyak kegiatan di sekolah. Takut bukan menjadi bagian dari diri Naima. Naima memang awam dengan daerah Jakarta, dia hanya pernah menjelajahi Taman Mini dan juga Ancol saat study tour beberapa waktu lalu. Namun dengan adanya maps dan aplikasi peta lainnya Naima tidak takut akan tersesat.
Naima celingukan menanti sang ojek yang tidak kunjung datang. Sementara suasana hampir subuh Jakarta memang sepi, tapi masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, tanpa di sangka sebuah mobil melaju kencang dan menabrak trotoar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Rasa terkejut sempat mengguncang kesadaran Naima, tapi dengan cepat ia tersadar. Asap mengepul dari bagian depan mobil, Naima berlari kearah mobil dan menemukan pengemudi pingsan dengan luka di bagian kepala dan ABS yang mulai mengempes. Naima mengambil Hpnya dan segera menghubungi ambulan, pentingnya menyimpan nomor nomor emergancy di hp sangat membantu di saat tidak terduga.
Tak menunggu lama orang orang yang melintas berhenti dan membantu mengevakuasi. Sang ojek yang ia tunggu juga datang, Naima jengah orang yang seharusnya ditolong malah di videokan. Naima memberikan ongkos kepada ojek yang sudah ia pesan. Memeriksa nadi sang korban masih berdenyut, jujur Naima khawatir. Namun orang-orang hanya melihat tidak melakukan aksinya.
Tak lama ambulans datang, petugas yang datang dengan sigap mengeluarkan korban dan memberi pertolongan pertama.
“Mbak pacarnya? Silahkan masuk mbak.” Petugas yang mungkin perawat mempersilahkan Naima ikut kerumah sakit. Naima gamang, tapi rasa iba membuatnya mengalahkan ego. Seorang yang membantu menyerahkan handphone kunci mobil dan dompet korban, sementara dari kejauhan terdengan bunyi sirene mobil patroli. Naima segera masuk ke dalam ambulan dan ikut menuju rumah sakit.
Tak lupa Naima membatalkan pesanan ojek onlinenya. Beruntung Naima hanya membawa tas carier besar.
“Aduh apesnya,” keluh Naima tanpa sadar, sambil mengusap wajahnya. Mengamati lelaki dengan rambut sedikit gondrong, yang masih pingsan dengan beberapa luka di kepalanya.
“Kejadiannya bagaimana mbak?” sang perawat memecah keangkeran suasana di dalam ambulan.
“Saya juga ga tau mas, soalnya tiba-tiba mobil masnya itu nabrak trotoar di dekat saya berdiri. Untung saya masih selamat.” ucap Naima mengelus dadanya.
“Lho mbaknya bukan pacar mas ini?” tanya perawat di sampingnnya, Naima menggeleng pelan.
“Saya yang membantu memanggil ambulan mas,” ucap Naima sambil nyengir.
“Wah, maaf mbak saya kira mbak pacarnya.” Mas itu terlihat sungkan.
“Gak apa apa Pak, saya ikhlas nolongin.” Naima tersenyum tulus.
Saat di rumah sakit Naima menyodorkan KTP yang terdapat di dompet korban kecelakaan tadi, Alberico Steinson. KTPnya juga KITAS, 'Jangan-jangan orang tadi mabuk ' Naima bermonolog dalam hati.
“Mbaknya siapa Pak Alberico?” petugas administrasi bertanya kepada Naima.
“Saya yang menolong mbak, yang hampir di tabrak oleh pak Alberico.” Mbak admin hanya mengangguk-angguk.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan tidak ada tanda-tanda cidera serius, Alberico dibawa ke ruang perawatan. Naima meletakkan dompet dan barang berharga di laci samping tempat tidur. Naima menaruh tas cariernya di lantai, mendudukan dirinya pada kursi di samping brangkar. Mengamati pria asing dengan rahang yang di penuhi rambut yang baru akan tumbuh, bibir pria itu merah segar. 'Tampan' Naima tersenyum. Eh, pikirannya melantur.
“Sus, kira-kira kapan sadarnya ya?” tanya Naima pada perawat yang mengunjungi kamar inap itu.
“Kami tidak tau mbak, karena trauma otak ringan pasien belum sadarkan diri, semoga saja secepatnya ya mbak.” jawab perawat, setelah memastikan pasiennya baik-baik saja dia keluar.
Naima melihat jam di pergelangan tangannya. Waduh sudah siang, perutnya keroncongan. Naima keluar menuju kantin terdekat membelikan air mineral dan roti. Naima tidak tahu itu akan berguna atau tidak. Naima ingin segera sampai kost. Badannya sudah lengket dan sangat lelah. Dia berencana kembali nanti siang, toh sang pasien masih belum sadarkan diri.
“Sus, saya pulang dulu ya? Semoga masnya cepat sadar. Barang-barangnya ada di dalam nakas,” ucap Naima berpamitan, walau sebenarnya tidak penting juga sih, tapi kesopanan tetap Naima junjung.
“Mbak ga mau nungguin?” Sang perawat tau Naima yang mengantar sang pasien mencoba beramah tamah.
“Ga mbak, mau nelpon keluarganya juga handphonenya di kunci.” jelas Naima, menyampirkan tas carier yang lumayan berat ke bahunya.
“Oh ya sudah mbak.” Perawat itu tersenyum ramah mempersilakan.
“Nanti saya kesini kalau sudah hilang capeknya Sus. Permisi,” Naima segera meninggalkan rumah sakit. Segera memanggil taksi yang banyak parkir di depan rumah sakit.
Menuju ke kost yang dia sewa tidak terlalu sulit karena ada di maps. Naima segera menuju penjaga kost, menunjukan ktp dan bukti sewa yang sudah di transfer. Setelah mendapat kunci Naima segera menuju ke lantai dua di ujung sebelah tangga. Kamar kost no. 7, Kamarnya luas dengan kamar mandi dalam dan tempat tidur single. Lemari kecil dan juga meja di pojokan, dapur umum ada di ujung lantai dekat dengan mesin cuci dan tempat menjemur baju.
Naima membersihkan diri dan memakan nasi uduk yang di jual ibu-ibu di depan kost. Setelah sarapan, Naima merbahkan tubuh lelahnya di ranjang senle bed. Tak lama Naima terbang ke alam mimpi.
***