Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Greenwall House
Dengan nanar, Lady Annabelle menatap pintu ruang kerja ayahnya yang tertutup rapat. Sejak subuh tadi dia mengetuk pintu kamar itu, namun Viscount Hardy tak berkenan ditemui. Apa yang membuat Annabelle makin sedih adalah kenyataan bahwa Thomas, asisten ayahnya juga terang-terangan mengusirnya.
"Maaf Miss, Lord Hardy sedang sibuk dan tidak berkenan ditemui. Kembalilah di lain waktu"
Begitu kalimat pertama yang diucapkan Thomas saat daun pintu yang lebar itu terkuak di tengah upaya putus asa dirinya untuk mendapatkan perhatian sang ayah.
Air mata Annabelle mengucur tak terkendali. Jika sekiranya bisa memilih lebih baik dia mati dalam kecelakaan itu. Mungkin dengan begini, ibunya bisa hidup, maka ayahnya tidak perlu sesedih ini.
"Miss, jangan menangis lagi. Almarhum nyonya tidak akan senang jika Anda bersedih seperti ini", Marie pengasuh Anna sejak kecil Berusaha membujuk.
"Lantas aku harus bagaimana lagi Nanny, ayahku sangat membenciku. Seandainya bisa memilih lebih baik aku saja yang mati dalam kecelakaan itu. Kau lihat sendiri, sudah seminggu sejak pemakaman ibu namun ayah belum mau berbicara padaku", Isaknya makin keras, hingga dia mengusap sudut matanya dengan sapu tangan peninggalan sang ibu.
"Sudahlah Miss, kumohon jangan sedih lagi. Tuan hanya sedang mengatasi kesedihan hatinya akibat ditinggal nyonya", Marie terus membujuk walau dia sendiri juga mulai meratap sambil menggenggam tangan Annabelle.
Almarhum Viscountess adalah wanita elegan yang baik hati, putri dari seorang Baron. Di masa mudanya banyak yang menyukai almarhum, bahkan terang-terangan mengirimkan lamaran ke rumah mereka, namun semuanya ditolak oleh sang baron karena dia sudah menjodohkan putrinya yang bernama Rosemary ini dengan putra dari kenalan lama keluarga mereka.
Makanya sewaktu Lady Rosemary menerima lamaran Viscount Hardy yang dikenalnya dalam suatu pesta, baron sangat murka. Terpaksa dia mengikuti kemauan putrinya demi menjaga reputasi keluarga, pasalnya Lady Rose sampai mengancam akan kawin lari dengan kekasihnya ke Gretna Green jika Baron Kingsley tidak merestui hubungan mereka.
Sejak saat itu, kebenciannya pada Viscount Hardy sangat besar. Menurutnya, Jhon Hardy telah memperdaya putrinya yang lembut dan penurut jadi perempuan pemberontak yang tidak tahu aturan.
Sejak saat itu pula, tidak pernah dia menginjakkan kaki barang sekali ke kediaman putrinya, Greenwall House. Tak cukup sampai disini, beliau juga tidak mau tahu dengan urusan putrinya bahkan enggan menghadiri acara baptisan cucunya, Annabelle.
"Padahal Nanny, setiap malam aku masih bermimpi buruk tentang kejadian itu. Seharusnya mama bisa selamat tapi beliau memilih mendorongku duluan sebelum akhirnya jatuh ke dalam jurang bersama kereta kuda yang membawa kami. Oh Nanny, kau tidak akan pernah tahu betapa tersiksanya batinku", kenangan ini membuat Anna menangis makin keras, tanpa disadarinya, gadis muda itu memeluk erat Marie yang sudah dianggap seperti ibunya.
"Miss, Anda tidak boleh merangkulku seperti ini, menyalahi etika"
"Oh, Marie tolong diamlah. Aku hanya sangat sedih sampai mau mati rasanya"
Akhirnya Marie membiarkan saja tindakan Anna yang tidak patut. Perlahan dielusnya rambut coklat nona muda-nya yang berkilauan tertimpa sinar mentari yang menerobos masuk dari celah perapian.
Di sekeliling mereka para pelayan tampak sibuk mengatur manor yang besar itu. Ada koki, penjaga istal, petugas keamanan, dan juga butler yang bertugas sebagai kepala pelayan sekaligus menyambut tamu-tamu tuan rumah, Mr. Simon.
Selain semua pelayan yang tinggal di manor ini, ada juga seorang governoss yang bertugas mengajari Anna mengenai etika bangsawan serta pengetahuan dasar dan bahasa asing yang biasa dipanggil sebagai Ms. Emily.
Gadis muda tersebut tidak tinggal disini namun hidup bersama orangtuanya yang berprofesi sebagai guru di County ini. Emily akan datang ke Greenwall House sebanyak lima hari dalam sepekan.
"Ehem, maaf mengganggu waktu Anda Miss, tetapi saat ini Ms. Emily sedang menunggu Anda di ruang belajar"
Simon sang butler tiba-tiba menginterupsi saat-saat mengharukan antara Marie dan Anna. Sebenarnya sudah lama dia tiba di ruangan ini, namun kedua perempuan beda status sosial itu tidak menyadari kehadirannya, terlalu larut dalam kesedihan mereka. Simon sendiri juga sungkan menegur, dia paham betapa berat tekanan yang dialami majikannya.
"Oh, Maafkan kelalaianku Mr. Simon sampai harus membuatmu repot-repot datang kemari", segera Anna mengusap matanya yang sembab.
Ditatapnya Simon yang berdiri tegak dengan kepala menunduk itu. Simon sudah bekerja di rumah ini sejak ayahnya masih anak-anak, sehingga dia sangat kaku soal aturan dan tata krama. Namun dibalik sikap kakunya itu, tersembunyi pribadi yang hangat dan simpatik.
"Maukah Kau jika aku merepotkanmu lagi? Katakan pada Ms. Emily untuk menunggu barang sepuluh menit. Aku akan bersiap-siap dahulu", tambah Anna memberi perintah
"Dengan senang hati, Miss"
Setelahnya Simon melalukan curtsy lagi dan berlalu dari hadapan Anna dengan langkah yang tegas dan mantap, sesuai dengan jabatannya sebagai kepala pelayan rumah bangsawan.
Anna segera melangkah ke kamarnya yang terletak di lantai yang sama dengan kamar ayahnya. Dibantu oleh Marie, dia mempersiapkan dirinya untuk belajar. Dikenakannya gaun rumah yang lebih sopan dan pantas untuk menyambut tamu, setelah itu rambut panjangnya yang ikal kecoklatan digelung dengan rapi menjadi bun sederhana.
"Nanny, tolong rapikan anakan rambutku ini. Nanti Ms. Emily akan mengomeliku jika tidak rapi begini"
"Ya Miss, aku kadang merasa heran dengannya. Di usia yang muda belia dia benar-benar terlihat seperti perempuan tua kaum puritan", omel Marie sambil merapikan sisiran rambut Anna
"Hush, Kamu tidak boleh berkata begitu Nanny. Dia hanya berusaha mengajariku jadi wanita bangsawan yang tahu aturan", Anna menegur pelayannya, dalam aturan tradisional, para pelayan dilarang keras mengomentari urusan majikan mereka.
Namun tak ayal dia juga tertawa kecil. Penuturan Marie soal cara berpakaian Emily memang sangat tepat. Governess yang satu ini terkenal ketat dengan aturan makanya banyak kaum bangsawan meminta dia untuk mendidik putri mereka.
Lady Anna menatap bayangannya sekali lagi pada cermin besar di depannya. Setelah dia merasa penampilannya sudah sesuai dengan standar Emily dia pun beranjak menuju ruang belajar yang letaknya di ujung koridor lantai dua.
Di sana tampak governoss-nya, sebagaimana yang diperkirakan oleh Marie, mengenakan gaun puritan kebanggaannya. Gaun itu tertutup rapat, sampai Anna bisa membayangkan lehernya tercekik dibalik dress berwarna dongker gelap itu.
Emily sibuk sekali menekuni buku-buku tebal yang dipegangnya sampai tidak menyadari sekelilingnya. Sesekali dia menuliskan sesuatu di catatan kecil yang terletak di sebelah buku-buku itu.
"Selamat pagi Ms. Emily, maaf membuat Anda menunggu sedikit lebih lama", sapa Anna begitu tiba dihadapan Emily.
"Baik Miss Hardy, silakan duduk. Untuk kali ini saya maafkan keterlambatan Anda yang sudah hampir dua puluh menit, mengingat kemalangan yang baru menimpa Anda dan keluarga. Saya turut bersimpati", balasnya dengan nada datar
Annabelle sudah lama tahu kalau Emily bukanlah gadis yang ramah dan hangat. Namun ucapannya barusan membuat hatinya menggigil. Bagaimana bisa dia mengungkit kemalangan orang lain dengan nada santai seperti itu, tak ada sedikit pun emosi dalam ucapannya itu.
"Ada apa Miss Hardy? Anda terlihat sedikit bingung"
"Bukan apa-apa, anya bertanya-tanya, bagaimana bisa di dunia ini ada manusia minim empati seperti Anda", tidak seperti biasanya, kali ini Anna menukas tajam.