Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Nur Walis Pelita dan Adhim Zein Ad-Din Hisyam adalah dua dari orang-orang yang hidupnya dipermainkan oleh semesta.
Apa jadinya kalau mereka dipertemukan dalam satu garis edar yang sama?
Mungkin, tidak hanya semesta, tapi seluruh isinya yang juga akan menertawakan keduanya.
"Tolong maafkan saya. Saya tahu apa yang saya lakukan pada kamu tidak termaafkan. Tapi saya mohon, biarkan saya sedikit menebus dosa saya. Kamu bisa menghukum saya dengan cara apa pun yang kamu mau. Saya juga rela masuk penjara asal kamu memaafkan saya. Tolong, izinkan saya mempertanggungjawabkan perbuatan saya." — Adhim Zein Ad-Din Hisyam.
"Rasanya sakit sekali, Kak. Rasanya saya seperti ingin mati. Saya sangat hancur pagi itu. Saya merasa saya sama sekali nggak berharga. Saya ingin mengakhiri hidup saya kalau saja saya nggak ingat Allah sangat membencinya. Saya ingin hilang dari dunia." — Nur Walis Pelita.
****
Cinta kadang tidak bisa kita lihat.
Cinta kadang tidak bisa kita dengar.
Namun, cinta ... selalu bisa kita rasa.
Sekalipun itu dalam bentuk luka.
****
Nur Walis Pelita begitu mencintai keluarganya. Papanya yang sangat penyayang, Mamanya yang lemah lembut, dan kakaknya yang penuh perhatian.
Pelita merasa, tidak ada orang yang lebih bahagia di dunia ini selain dirinya karena memiliki keluarga yang nyaris sempurna seperti keluarganya itu. Namun semuanya berubah dalam satu waktu.
Gadis itu masih duduk di bangku kelas dua SMA saat cintanya berubah menjadi luka, mengubah warna dunianya menjadi maya tak secerah sebelumnya.
Agaknya, peribahasa tiada gading yang tak retak adalah benar. Sesempurna apa pun keluarga yang dimiliki Pelita di matanya, sebahagia dan seharmonis apa pun mereka tadinya, semuanya bisa lenyap secepat kedipan mata saat salah satu badai kehidupan menerpa biduk keluarganya.
Sebuah badai kehidupan bernama kematian.
Suatu malam Mama Pelita tiba-tiba ditemukan dalam keadaan meninggal di mansion keluarganya. Pelita tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi sejak itu, semuanya tidak sama lagi.
Papanya yang penuh kasih sayang berubah menjadi seorang yang mudah marah. Seperti saat seorang pelayan atau pegawai melakukan sedikit kesalahan, maka tidak jarang, jika tidak dipecat, orang itu akan menerima kemarahan besar sang papa cukup lama, bahkan ada yang sampai berjam-jam hingga telinga siapa pun yang mendengar menjadi pengang.
Emosi Papanya tidak stabil. Jika Papanya itu mudah marah kepada orang lain, maka kepadanya dan kakaknya, Papa Pelita tidak pernah hangat lagi seperti sebelumnya. Ada jarak beribu-ribu kilo yang seolah membentang dan menjadi pemisah di antara mereka.
Seperti semuanya belum cukup, lima bulan setelah kepergian sang mama, Papanya tiba-tiba pulang dari sebuah perjalan bisnis membawa seorang perempuan yang hari itu dikenalkannya pada Pelita dan sang kakak sebagai istri baru.
Pelita sangat terkejut. Kakaknya yang tidak terima Papanya menikah lagi belum satu tahun setelah Mama mereka meninggal (bahkan belum setengahnya) dan tanpa bertanya atau meminta pendapat mereka terlebih dahulu marah besar dan berakhir dengan terjadinya pertengkaran.
Sejak itu perlahan Pelita mulai kehilangan sosok sang kakak juga perhatiannya.
Kakaknya sangat jarang berada di sisinya. Ia tidak pernah pulang ke rumah. Alasannya, kakak Pelita belum menerima pernikahan itu---mungkin tidak akan pernah. Ia juga benci dengan kehadiran ibu tiri. Sebab sang ibu tiri sendiri, wanita itu hanya berlaku baik saat di depan Papanya tapi tidak di belakangnya. Pelita juga semakin diselimuti kesedihan karena sikap Papanya yang semakin hari seolah semakin menjadi pribadi yang tidak Pelita kenal lagi.
Kematian ibunya menghancurkan hatinya dan pernikahan kedua dari Papanya mengubah dunianya.
Makna cinta bagi Pelita menjadi luka.
Dan dunianya benar-benar tidak lagi sama.