Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
Langit dirundung muram, seorang wanita dengan badannya terbungkus baju dan kerudung hitam, terduduk di atas sebuah pusara. Dia menangis histeris meratapi kepergian buah hatinya. Air matanya mengalir disertai derai air hujan yang tiba – tiba turun seakan ikut merasakan nestapa wanita itu.
“Alsya, kenapa tinggalin mama secepat ini ?” rintihnya sambil terpuruk di atas pusara. Ia tidak peduli dengan hujan yang semakin deras, badannya yang basah kuyup dan suasana mencekam di pemakaman yang sudah sepi pun tidak dia hiraukan.
Setelah dia merasa lelah menangis akhirnya Maya beranjak dari duduknya. Dengan langkah gontai dia melangkah pergi, sesekali dia menoleh ke belakang kearah pusara anaknya. “Mama pulang dulu ya sayang, besok Mama datang lagi tengok kamu” katanya sembari berlalu.
Ditengah perjalanannya dia berhenti sambil menengadahkan kepalanya, merasakan air hujan mengguyur wajahnya.
“ Tuhan kenapa semua ini terjadi ? Apa salahku hingga Engkau berikan cobaan sedahsyat ini?”teriaknya ditengah derasnya hujan.
“ Baru satu bulan yang lalu Kau ambil ibuku, sekarang anakku, aku tidak sanggup Tuhan” ratapan Maya yang memilukan hati.
Maya terduduk merasakan kakinya tak sanggup menopang beban badannya, ia terduduk hingga bajunya kotor penuh dengan lumpur tak dia hiraukan.
Dalam keterpurukannya dia teringat kata – kata Alsya, saat dia baru saja menjadi bulan – bulanan kemarahan Toni,
“Mama, mama harus kuat, Alsya selalu berdoa pada Tuhan agar mama diberikan kebahagiaan,” ujar Alsya dengan senyum manisnya sambil mengusap air mataku.
‘Oh Alsya, anak itu begitu cantik dan dewasa’ batin Maya
Akhirnya dia bangkit dan melangkahkan kakinya menuju rumah sembari terus memberikan semangat untuk dirinya sendiri, dia harus berjuang tidak ingin mengecewakan Alsya.
Sesampainya dirumah, dengan keadaan yang basah kuyup Maya masuk melalui pintu depan rumah. Rumah yang tidak terlalu besar, menjadi kenangannya bersama almarhum ibu dan anaknya. Dia melihat kesekeliling rumah mengenang Alsya dan ibunya. Seperti ada bayangan ketika dia melihat kursi di depan televisi, disana biasanya dia dan Alsya menonton televisi berdua sembari meminum segelas susu sebelum aku berangkat bekerja dan Alsya ke sekolah.
Kemudian dia menuju dapur, di dapur ini biasanya dia dan sang ibu bersenda gurau saat mencoba resep kue baru yang ketika matang rasa dan bentuknya menjadi aneh.
Maya membayangkan itu dengan tertawa kecil tapi matanya mengeluarkan air mata. Perasaan kangen tidak bisa terelakkan, kangen cerewetnya Alsya dan wajah ibunya yang teduh.
Maya tersadar drai lamunannya ketika merasakan badannya menggigil kedinginan karena baju yang dia kenakan memang basah kuyup. Maya kemudian mengambil handuk dari kamar mandi, dia heran karena sejak tadi tidak menjumpai suaminya. dia mencari ke semua ruangan dirumah, tapi tidak ada siapapun.
“ Kemana mas Toni, masih berkabung seperti ini malah keluyuran “ gumamnya sambil menggunakan handuk mengusap rambutnya yang basah.
Suaminya Toni memang suka keluyuran, dari pagi dia sudah pergi kemudian pulang tengah malam, begitu setiap hari,. Pernah suatu ketika tetangga memberitahukan keberadaan Toni yang sedang berada di area lokalisasi, aku mencoba untuk mengeceknya ketempat lokalisasi yang dimaksud. Ternyata benar, aku mendapati dia berada di depan pintu gerbang lokalisasi itu,tapi dia hanya diam sambil menyesap rokonya. Aku hanya melihatnya dari kejauhan tak berniat untuk menghampirinya, biarlah daripada ada keributan, karena setiap ribut dia akan melakukan kekerasan fisik terhadapku, maka dari itu Aku memilih diam dan mengalah saja walaupun sebenarnya hatiku sakit.
Setelah aku selesai mandi dan berganti baju, tiba – tiba Toni datang dengan keadaan badannya basah, bukan karena hujan, karena hujan sudah reda beberapa saat setelah aku sampai rumah, dia basah karena keringat.
“ Dari mana saja kamu Mas? Kenapa di suasana berkabung seperti ini kamu malah keluyuran, sebentar lagi pasti akan banyak orang datang kerumah untuk tahlilan Alsya?” Aku memberondongnya pertanyaan sambil menatapnya kesal.