Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
17 Oktober 2017
"Sandara, untuk hari ini, besok, dan selamanya. Tolong jangan pernah ninggalin gue dengan alasan apa pun!"
Senyum itu merekah sempurna. Dengan balutan gaun putih yang sederhana, ia menerima satu kecupan di dahi dengan mata terpejam. Dalam suasana yang sakral itu, semuanya terasa melambat. Ia ingin menghentikan waktu detik itu juga.
Dan ....
Entah bagaimana mulanya, seekor kucing tiba-tiba melompat tepat di wajah cewek manis bertubuh minimalis tersebut.
"Ah, shit!" Gadis itu membuka mata linglung. Menatap peliharaannya yang duduk tepat di sebelah bantal.
Kucing berwarna oren itu menggoyangkan ekor dengan manja. Matanya berkali-kali mengerjap untuk mengumpulkan kesadaran. Kini tubuh cewek itu menegak sambil mengeliat sampai kemudian menyadari sesosok lelaki yang sedang berdiri di depan pintu kamar bernuansa putih gading tersebut, sudah menatapnya dengan horor.
"Bangun kebo. Kuliah nggak lo?"
Ia memutar bola mata malas seirama dengan bibir yang mengucap mantra kesal.
"Buruan, nggak usah komat-kamit! Lima belas menit nggak siap, gue tinggal."
"Iya, kampret! Bawel banget jadi orang," balasnya kesal.
Sambil merangkak turun dari atas kasur, cewek berambut cokelat itu masih saja merapalkan mantra pada seseorang yang sudah lancang masuk ke kamarnya.
"Ngampretin gue lagi. Emang adek nggak ada akhlak." Lelaki yang sudah rapi dengan kaos dan celana jins itu meninggalkan kamar dengan wajah masam, setelah menyempatkan diri untuk melemparkan boneka sapi tepat di wajah adiknya disusul teriakan nyaring yang membuat seisi rumah diserang gempa.
Eh, canda.
Namun, bukan Dara namanya kalau belum membuat orang lain naik pitam. Cewek itu kini justru kembali merebahkan diri sambil memeluk kucingnya. Sebab mimpi barusan membuatnya semakin tercekik. Kenapa juga janji suci seperti itu hanya terjadi dalam mimpi? Kenyataannya di dunia ini ia sudah cukup lama ditinggalkan seseorang dengan kisah yang melankolis. Sedetik berikutnya ia bangkit dari kasur masih sambil geleng-geleng kepala memutari kamar mengingat mimpinya barusan.
"Sadar Dara! Sadar!" gumamnya sekali lagi sambil menepuk-nepuk kedua pipi di depan kaca yang panjang. "Itu cuma mimpi!" ucapnya mengangguk yakin.
Gadis itu kemudian bergegas mandi dan bersiap untuk menjalankan misinya selama ini.
***
17 Oktober 2018.
Titik penyerangan terjadi tepat di dalam toilet sebuah kampus di Jakarta. Korban seorang lelaki berusia dua puluh tiga tahun. Tersangka dua orang lelaki berusia sebaya.
Pintu kamar mandi bercat biru langit itu kembali digedor dengan keras.
"Minggat lo, Setan!" teriaknya menyahuti suara ketukan pintu.
Di hari yang membuatnya genap berusia dua puluh tiga tahun itu, untuk yang terakhir kalinya Benggala melemparkan tatapan tajam pada bayangan dirinya di cermin toilet kampus. Di hari itu pula cowok yang kerap di sapa Ben memanjatkan sebuah harapan agar dua orang yang masih terdengar suara tawa bahagianya itu dilenyapkan saja dari muka bumi.
Bagaimana tidak? Seluruh pakaiannya basah dan berwarna putih karena siraman tepung. Jangan lupakan sebutir telur yang berhasil membuat rambut Ben bagaikan ditumpahi satu mangkuk pomade.
"Buruan woy! Lima menit nggak keluar, gue panggil satpam kampus, ya!" Sebuah suara besar dari luar kembali memeringati Ben kemudian disusul tawa cekikikan lagi.
Di dalam kamar mandi, Ben meremas tangannya sendiri karena gemas. Lalu menggebrak pintu toilet dengan kencang disusul tawa cekikikan yang lagi-lagi terdengar begitu menyebalkan di telinganya.
"Bacot."
"Gue sama Han tunggu di parkiran! Cepet!" ucap Riki kembali terdengar menyembunyikan tawa.
Jika sudah seperti ini, mau nggak mau ia harus mandi di toilet kampus meski tanpa sabun. Sebab Ben sendiri sudah nggak tahan dengan bau amis yang membuatnya ingin muntah. Tujuh belas Oktober yang ke dua puluh tiga ini membuat Ben sadar betapa menderita orang-orang di negaranya yang sedang mengulang tahun kelahiran.
Bukannya mendapatkan kejutan yang membahagiakan justru memuakkan.
Hal-hal seperti ini harusnya nggak perlu diikuti bahkan dijadikan tradisi bagi seseorang yang sedang mengulang hari kelahiran. Selain merugikan si korban yang seharusnya terharu dan bersyukur bisa hidup sampai detik itu dengan baik, terlalu mubazir menghambur-hamburkan tepung dan telur. Apa lagi untuk anak kos macam Ben, dua buah telur dan seperempat terigu bisa menopang kehidupannya selama dua hari ke depan.
Bukan ... dua hari terlalu singkat. Buat Ben, dua butir telur dan seperempat terigu bisa menopang hidupnya selama satu minggu!
Ben selesai membersihkan tubuh, ia keluar dari bilik kamar mandi dengan tangan yang menenteng pakaian basah. Namun, cowok itu mematung sejenak melihat petugas kebersihan membawa kunci serta alat kebersihan menatapnya aneh.
"Mas, barusan mandi?" tanya bapak-bapak berusia paruh baya tersebut.
Ben tersenyum kikuk mengikuti arah pandangan petugas kebersihan tersebut yang mengamatinya dari ujung kaki hingga kepala. "Darurat soalnya, Pak. Maaf," jawab Ben sejujurnya.
Ben butuh kantung kresek sekarang untuk menutupi wajahnya. Demi apa? Mandi di kampus adalah hal yang memalukan. Walaupun ia terbiasa dengan hidup yang malu-maluin, tapi ini nggak bisa diterima. Bisa-bisa rusak reputasi baik Ben di kampus.
"Udah saya bersihin semua kok, Pak sisa tepungnya. Jadi, Bapak nggak perlu beresin lagi."
Cowok itu menggaruki kepalanya demi menyembunyikan rasa malu setengah modyar yang menggelitik seluruh pori-pori di tubuh.
"Tapi, saya boleh minta sesuatu nggak sama Bapak?" tanya Ben memaksakan diri menciptakan kurva simetris yang membuat si Bapak petugas kebersihan menatap Ben ngeri.
"Jangan, Mas! Biar saya tua, tapi saya masih normal," balas si Bapak membuat kedua alis Ben menyatu heran.
Beberapa detik terdiam dengan otak berputar keras membuat Ben menahan diri untuk nggak mengucapkan istigfar di dalam toilet.
"Saya juga normal, Pak." cowok itu memejamkan matanya gemas.