Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
The Queen Of Fantasia

The Queen Of Fantasia

Luluk Layalie

4.6
Komentar
2.7K
Penayangan
6
Bab

Menjadi idol populer, ternyata tak lekas membuat Lisa menjadi bahagia. Sebaliknya, berbagai rintangan yang telah ia lewati justru menjadi boomerang untuk kehidupannya. Setelah bunuh diri, siapa sangka kalau ia masih selamat. Alih-alih terbangun di dalam ruang ICU atau kamar rawat VVIP. Justru Lisa terbangun di dalam raga seorang Permaisuri Aerin, wanita baik yang mencintai tulus, tetapi selalu disia-siakan suaminya, Kaisar Lee. Sedangkan Kaisar Lee Han Kyul, sang pemimpin tirani yang tega membunuh Aerin dengan kedua tangannya demi selir kesayangannya. Terkenal sebagai pria terkuat dengan sihir hebat seantero negeri, bahkan disegani oleh kerajaan tetangga. Karena sebuah ritual terlarang di balik sosok misterius, akhirnya terjadi pertukaran jiwa antara Lisa Guan dan Permaisuri Aerin. Mereka berdua ditarik pada beberapa tahun kehidupan sebelum maut menjemput nyawa. Apa tujuan utama pertukaran jiwa itu? Mungkinkah Lisa kembali ke dunianya? Akankah takdir akan berubah?

Bab 1 Reinkarnasi Sang Ratu

Akankah tubuh ini akan mengalami kematian yang sama?

Lisa tidak akan membiarkannya.

"Lepaskan aku! Aku tidak bersalah! Aku tidak pernah membunuh siapa pun!"

"DIAMLAH PERMAISURI! Atau hukuman anda akan semakin berat!"

Lisa berdecih. Jadi seperti ini sikap para manusia biadab yang menusuknya dari belakang. Tiba-tiba kedua Jenderal yang menggiringnya dengan kasar itu melepaskan cekalannya. Sontak saja, tanda tanya besar berkeliaran di kepala Lisa.

Bukankah Permaisuri Aerin dulu dieksekusi di hadapan rakyat?

Kenapa dirinya masih di istana?

Kebingungannya tak bertahan lama saat satu per-satu dayang-dayang istana datang membawa nampan berisi semangkuk cairan berwarna hitam pekat dengan bau menyengat. Tak perlu bertanya lagi, kini ia tahu hukuman apa yang akan ditimpakan atasnya.

"Dia menyuruhku minum racun, heh?" gumam Lisa terkekeh sinis. Senyum miring tercetak jelas di wajahnya. Membuat beberapa pejabat dan orang yang hadir dalam eksekusinya dibuat terheran.

Manik yang biasanya menatap lembut itu kini berkilat tajam penuh amarah. Dunia memang sangat keras. Kebenaran yang diperjuangkannya selama ini, haruskah berakhir sama dengan Permaisuri Aerin?

"Kaisar Lee Han Kyul telah tiba!"

Atensi Lisa bertemu dengan mata elang milik orang nomor satu di Kerajaan Fantasia, tempat di mana menyimpan sejuta keajaiban yang sempat membuat Lisa terpesona hingga terjatuh. Tak ada aura kesedihan lewat tatapan pria dingin yang dulu juga telah mengeksekusi Permaisuri Aerin di kehidupan sebelumnya. Entah apa yang ada di pikiran pria di hadapannya, padahal seharusnya pria ini tahu kalau dia tidak bersalah.

Namun mengapa hukuman ini masih tetap dijatuhkan padanya?

Sebenci itukah Kaisar Lee terhadap dirinya?

"Cepat minumlah Permaisuri, dan anda akan tertidur nyenyak tanpa penurunan tahta Anda sebagai permaisuri Kerajaan Fantasia."

Lisa terkekeh karena ucapan Kaisar di hadapannya. Jujur, ia kecewa. Lisa diam. Namun matanya dengan berani membalas tatapan dingin Kaisar dengan tatapan tajam.

Satu mangkuk diberikan, tapi langsung ia tepis dengan kasar sehingga jatuh di tanah.

Semua orang dibuat terkejut dengan kelakuan brutal permaisuri mereka. Di antara keterkejutan itu, tersembunyi senyum kelicikan yang tercipta jelas di antara wajah selir-selir penghianat.

Mangkuk-mangkuk yang berdatangan itu ditepis Lisa tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari manik sang kaisar. Hingga tinggal beberapa mangkuk, Lisa baru mau menerimanya.

Namun, sekali lagi ia tidak meminumnya, melainkan membuangnya dengan kasar ke arah Kaisar sehingga membuat baju kebesaran kerajaannya basah dengan cairan racun.

"Aku sangat membencimu!!" teriak Lisa frustasi. Kedua matanya berkaca-kaca dan bibirnya bergetar menahan isak tangis.

Sontak saja, sikapnya itu malah membuat puluhan tombak dilayangkan ke arahnya sebagai peringatan waspada.

Air mata Lisa akhirnya luruh gadis itu menunduk, terisak sampai membuat tubuhnya bergetar. Kini ia menatap penuh kebencian pada Kaisar.

"Kupikir ... aku mampu merubah nasib menyedihkan wanita ini. Ternyata aku salah. Aku tidak sehebat itu. Aku ...!" Gadis itu terisak sampai tidak bisa berkata apa-apa.

Lisa menundukkan wajahnya, tak kuasa lagi menatap Kaisar Lee yang tetap beku seperti es. Dan sebuah mangkuk berisi cairan itu kembali disodorkan. Kali ini oleh Kaisar sendiri.

Kepala Lisa mendongak, menatap penuh kebencian. Dengan tangan bergetar, Lisa menerima mangkuk itu. "Semoga anda tidak menyesal, Baginda."

Pada akhirnya gadis itu menyerah, ia meminum cairan itu dengan sekali teguk.

Salah satu sudut bibir Lisa terangkat, menciptakan senyuman sinis tanpa empati.

"Tentu, aku tidak akan menyesal, Permaisuriku."

***

Di sebuah gua dengan pencahayaan temaram, tampak altar yang berbentuk lingkaran dengan gambar rumit perpaduan antara bentuk geometri dan abstrak dan sebuah peti mati berwarna putih dengan ukiran berwarna emas menghiasi sisinya diletakkan dengan posisi tepat di pusat altar.

Dua sosok berjubah hitam dengan tinggi tidak seimbang itu mendekati altar. Salah seorang tampak tinggi menjulang dengan bahu lebar terus berjalan mendekat ketika seorang lagi di sisinya menghentikan langkah. Berbeda dari pria jakung yang tampak kekar di balik jubah hitamnya, sosok berjubah yang satu memiliki tubuh lebih kecil dan mungil. Dari perbedaan fisik keduanya, maka bisa ditebak bahwa mereka adalah sepasang pria dan wanita.

Si pria berhenti di sisi peti, lalu membuka pintu peti itu. Begitu ia melihat sosok yang tampak pulas di dalamnya, kedua matanya nampak terbelalak. Memar kemerahan tampak melingkari leher dari sosok wanita yang tertidur pulas di dalam peti mati. Bukan hanya pulas, tetapi tidur untuk selamanya.

Setelah beberapa saat mengamati sosok jasad yang telah bersemayam lebih dari sepuluh tahun itu, rahang pria itu sedikit mendongak sebelum akhirnya kembali menutup peti.

"Lakukan!" perintah si pria yang langsung ditanggapi oleh sosok si wanita berjubah.

Tanpa instruksi, wanita itu menfeluarkan belati lalu menggores pergelangan tangannya sendiri. Darah segar menetes ke lantai altar, di mana motif gambar bentuk altar itu memiliki sedikit cekungan. Cairan merah itu menetes dan mengalir, mengisi setiap cekungan hingga membuat darah itu bertemu dari arah satu sama lain.

Tak hanya si wanita, si pria berjubah juga rupanya menggores tangannya sendiri. Setelah darah kedua orang berjubah itu menyatu, si pria kembali membuka peti mati, lalu ikut menggores tangan si jasad. Mengambil setetes darah yang secara ajaibnya masih terlihat segar, si pria langsung mencampurkan tiga darah dari tiga orang yang berbeda menjadi lebur dalam satu aliran.

Mulut si wanita berjubah mulai komat-kamit merapalkan mantra dengan tangan membentuk pistol di depan dada. Gerakannya itu diikuti si pria berjubah hitam. Mereka berdua sama-sama merapalkan mantra yang secara perlahan mulai muncul sebuah cahaya samar dari aliran darah mereka. Perlahan tapi pasti, cahaya berwarna merah itu tampak kian menyilaukan hingga ke langit-langit hingga seketika muncul sebuah pintu portal berwarna hitam di atas kepala mereka.

"Sudah siap."

***

Suara gemuruh musik yang bercampur baur menjadi satu dengan teriakan histeris penuh pujaan. Sayangnya, perpisahan telah tiba, dan idola yang selalu mereka elu-elukan namanya itu telah turun dari panggung setelah sebelumnya melambaikan tangan perpisahan yang langsung disambut suara kekecewaan dari para fans-nya.

Sepulang dari konsernya yang digelar dengan sukses, Lisa langsung menjatuhkan diri di atas kasur. Tangannya meraba-raba permukaan kasur mencari remote tv yang tergeletak di sana. Segera ia menyalakan tv dan menonton berita.

"Breaking news, kini sudah hari ke tiga kasus meninggalnya idola Korea, Song Hani dikabarkan meninggal karena overdosis obat-obatan terlarang. Diduga, Song Hani merasa depresi karena komentar-komentar jahat dari haters yang belakangan ini menyerangnya karena isu bahwa dirinya menjadi kekasih gelap seorang pejabat pemerintah-"

Tiba-tiba layar televisi berubah menjadi hitam. Lisa tak bereaksi, ia sudah bisa menebak sosok yang bisa keluar masuk apartemen miliknya kecuali dirinya.

"Sudah kubilang jangan menonton televisi dulu." Suara bass yang amat familiar itu membuat dada Lisa sesak seketika.

"Aku ... hanya ingin mendengar bagaimana keadaan sahabatku. Apa salahnya? Aku tidak diizinkan manajer melihat pemakamannya, kau sudah menyita ponselku tiga hari ini dan sekarang ..." Lisa menggigit bibirnya kuat-kuat, memgalihkan rasa sesak di dadanya yang kian tak tertahan dan sekarang malah berujung pada jatuhnya bulir bening dari ujung matanya begitu saja. "Aku ... hanya ingin mengucapkan salam perpisahan untuk sahabatku ... hiks!"

Ditenggelamkannya wajah yang mulai sembab karena air mata itu ke dalam bantal. Berharap isakan tangisnya tidak akan didengar sosok pemuda yang kini telah duduk di sisi ranjang sambil menepuk pelan punggungnya.

"Aku hanya tidak ingin kau tambah bersedih, Lisa. Kau tahu sendiri, kan? Posisimu sekarang pun masih belum aman. Surat ancaman pembunuhan yang datang kemarin tentu akan membuatmu makin frustasi. Dan para fans-mu akan sedih saat melihat idolanya bersedih."

"Tapi kau malah membuatku makin bersedih!"

"Lisa, aku-"

"Pergilah! Aku ingin menenangkan diri."

"Lisa, aku tidak ber-"

"PERGI!"

***

Ya, Lisa hanya menenangkan diri. Di balkon apartemennya ini, ia menatap ke bawah. Pemandangan kota Seoul yang tampak begitu cantik dan gemerlap. Namun sayang, keindahan itu tak berarti apa-apa bagi Lisa.

Matanya masih fokus melihat ke bawah, tepatnya pada parkiran apartemen yang tampak sunyi. Sungguh, ia tak mau berbohong. Ia benar-benar ingin menenangkan diri. Benar-benar tenang menuju tempat paling damai yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Kedua kelopak matanya mengantup, perlahan tapi pasti, semilir angin malam ikut mengantarkan tubuhnya melayang bebas ke dunia yang luas.

"LISA!!!"

***

"Permaisuri! Tolong Jenderal, jangan bawa Permaisuri kami! Permaisuri tidak bersalah! Kami mohon ...."

Suara tangis pilu dan permohonan para dayang dan pelayan di istana permaisuri menjadi pengiring langkah terseok-seok sosok wanita berpakaian serba putih itu. Tak ada rasa hormat dan kasihan sedikit pun ketika para prajurit kerajaan itu menarik paksa wanita yang pernah menjadi wanita nomor satu di kerajaan.

Tak mampu menahan, tangis yang sejak tadi disembunyikan pun tumpah ruah saat semua orang menyambutnya dengan cacian dan makian. Semua orang yang dulu di pihaknya, kini beralih menyerangnya. Permaisuri Aerin telah ditipu. Karena kecerobohan itulah, kini ia yang harus menghadapi kematian bersama rasa kebencian dari seluruh rakyat dan anggota kerajaan.

Dadanya makin sesak tatkala ia digiring ke luar kerajaan, tempat di mana ia akan dieksekusi gantung di depan para rakyat.

"Hukum mati Permaisuri!"

"Hukum mati Permaisuri!"

"Hukum mati Permaisuri!"

Wajah-wajah bengis penuh kemenangan turut mengantar detik-detik kepergiannya. Kini ia tengah sempurna berdiri di atas panggung eksekusi. Gadis lugu itu tak mampu berkata apalagi menolak ketika tali tambang yang kasar itu melingkar di lehernya.

"YANG MULIA KAISAR DATANG!"

Tangisnya makin pecah lagi, begitu menyadari kedatangan orang yang menentukan nasibnya sekarang. Kaisar Lee, suami yang begitu ia cintai namun tak pernah sekali pun membalas cintanya meski Permaisuri Aerin telah berkorban banyak untuknya. Suami paling kejam yang kini mempertegas kekejamannya karena kini ia pulalah yang menjadi malaikat maut bagi Aerin.

Pembacaan surat eksekusi pun berlangsung. Kaisar berada di atas panggung berseberangan dengannya. Menatapnya tajam dan jijik. Rahangnya mengeras tatkala seorang hakim datang dan memberinya tuntunan untuk memulai eksekusi.

Tak ada lagi keajaiban yang bisa Aerin harapkan kedatangannya. Tak ada lagi harapan untuk menunjukkan kebenaran pada dunia. Ia kalah. Kebaikan yang selama ini ia perjuangkan berakhir sia-sia.

"Karena telah melakukan banyak kejahatan dan pembohongan publik. Maka dengan kuasa saya, Kaisar Lee Han Kyul, penguasa tertinggi Kekaisaran Fantasia, menarik gelar Permaisuri secara tidak hormat. Dan atas segala kejahatannya, maka hari ini, hukuman eksekusi mati berupa hukum gantung akan segera dilaksanakan."

"K-kaisar ...."

Tes.

Air matanya sudah tak berguna begitu tubuhnya didorong. Seketika itu tali yang melingkari lehernya menjerat begitu erat hingga membuatnya kesulitan bernapas. Kini tubuh ringkih itu melayang di udara, kakinya berusaha bergerak mencari daratan. Namun naas, perbuatannya itu justru membuat lehernya makin kuat terjerat.

Di sisa napas hidupnya itulah, wajah dingin Kaisar Lee yang mengantarkan Aerin menuju tempat paling sunyi, kematian yang abadi. Namun di saat detik-detik terakhir hidupnya itu, ia ingin menyampaikan salam perpisahan pada sosok yang amat dicintainya itu.

"K-Kai ... sar ... aku mencintaimu."

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku