The Fate of A Wallflower

The Fate of A Wallflower

Auphi

5.0
Komentar
8.7K
Penayangan
63
Bab

"Karena Kau sudah jatuh dalam genggamanku, jangan pernah bermimpi Kau bisa lepas dariku." Suara itu berbisik dingin bagai bunyi kematian dari lubang neraka. Pada saat ini, tahulah Anna kalau dia telah terperangkap dalam masalah besar. Lalu kesadarannya pun lumpuh, dan dia jatuh dalam dunia mimpi tak terbatas. Lady Annabelle Hardy ada dalam masalah besar. Tunangannya memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan lebih memilih adik tirinya yang ceria. Ibu tirinya, Viscountess Sophie sedang berusaha menguasai harta ayahnya dan kini Lady Anna juga harus terjebak dalam skenario pembunuhan oleh sang ibu. Bagaimana kisah perjalanan Lady Anna dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya? ikuti terus kisah yang berlatar di Inggris pada abad ke-18 ini.

Bab 1 A Miserable Lady

Greenwall House

Dengan nanar, Lady Annabelle menatap pintu ruang kerja ayahnya yang tertutup rapat. Sejak subuh tadi dia mengetuk pintu kamar itu, namun Viscount Hardy tak berkenan ditemui. Apa yang membuat Annabelle makin sedih adalah kenyataan bahwa Thomas, asisten ayahnya juga terang-terangan mengusirnya.

"Maaf Miss, Lord Hardy sedang sibuk dan tidak berkenan ditemui. Kembalilah di lain waktu"

Begitu kalimat pertama yang diucapkan Thomas saat daun pintu yang lebar itu terkuak di tengah upaya putus asa dirinya untuk mendapatkan perhatian sang ayah.

Air mata Annabelle mengucur tak terkendali. Jika sekiranya bisa memilih lebih baik dia mati dalam kecelakaan itu. Mungkin dengan begini, ibunya bisa hidup, maka ayahnya tidak perlu sesedih ini.

"Miss, jangan menangis lagi. Almarhum nyonya tidak akan senang jika Anda bersedih seperti ini", Marie pengasuh Anna sejak kecil Berusaha membujuk.

"Lantas aku harus bagaimana lagi Nanny, ayahku sangat membenciku. Seandainya bisa memilih lebih baik aku saja yang mati dalam kecelakaan itu. Kau lihat sendiri, sudah seminggu sejak pemakaman ibu namun ayah belum mau berbicara padaku", Isaknya makin keras, hingga dia mengusap sudut matanya dengan sapu tangan peninggalan sang ibu.

"Sudahlah Miss, kumohon jangan sedih lagi. Tuan hanya sedang mengatasi kesedihan hatinya akibat ditinggal nyonya", Marie terus membujuk walau dia sendiri juga mulai meratap sambil menggenggam tangan Annabelle.

Almarhum Viscountess adalah wanita elegan yang baik hati, putri dari seorang Baron. Di masa mudanya banyak yang menyukai almarhum, bahkan terang-terangan mengirimkan lamaran ke rumah mereka, namun semuanya ditolak oleh sang baron karena dia sudah menjodohkan putrinya yang bernama Rosemary ini dengan putra dari kenalan lama keluarga mereka.

Makanya sewaktu Lady Rosemary menerima lamaran Viscount Hardy yang dikenalnya dalam suatu pesta, baron sangat murka. Terpaksa dia mengikuti kemauan putrinya demi menjaga reputasi keluarga, pasalnya Lady Rose sampai mengancam akan kawin lari dengan kekasihnya ke Gretna Green jika Baron Kingsley tidak merestui hubungan mereka.

Sejak saat itu, kebenciannya pada Viscount Hardy sangat besar. Menurutnya, Jhon Hardy telah memperdaya putrinya yang lembut dan penurut jadi perempuan pemberontak yang tidak tahu aturan.

Sejak saat itu pula, tidak pernah dia menginjakkan kaki barang sekali ke kediaman putrinya, Greenwall House. Tak cukup sampai disini, beliau juga tidak mau tahu dengan urusan putrinya bahkan enggan menghadiri acara baptisan cucunya, Annabelle.

"Padahal Nanny, setiap malam aku masih bermimpi buruk tentang kejadian itu. Seharusnya mama bisa selamat tapi beliau memilih mendorongku duluan sebelum akhirnya jatuh ke dalam jurang bersama kereta kuda yang membawa kami. Oh Nanny, kau tidak akan pernah tahu betapa tersiksanya batinku", kenangan ini membuat Anna menangis makin keras, tanpa disadarinya, gadis muda itu memeluk erat Marie yang sudah dianggap seperti ibunya.

"Miss, Anda tidak boleh merangkulku seperti ini, menyalahi etika"

"Oh, Marie tolong diamlah. Aku hanya sangat sedih sampai mau mati rasanya"

Akhirnya Marie membiarkan saja tindakan Anna yang tidak patut. Perlahan dielusnya rambut coklat nona muda-nya yang berkilauan tertimpa sinar mentari yang menerobos masuk dari celah perapian.

Di sekeliling mereka para pelayan tampak sibuk mengatur manor yang besar itu. Ada koki, penjaga istal, petugas keamanan, dan juga butler yang bertugas sebagai kepala pelayan sekaligus menyambut tamu-tamu tuan rumah, Mr. Simon.

Selain semua pelayan yang tinggal di manor ini, ada juga seorang governoss yang bertugas mengajari Anna mengenai etika bangsawan serta pengetahuan dasar dan bahasa asing yang biasa dipanggil sebagai Ms. Emily.

Gadis muda tersebut tidak tinggal disini namun hidup bersama orangtuanya yang berprofesi sebagai guru di County ini. Emily akan datang ke Greenwall House sebanyak lima hari dalam sepekan.

"Ehem, maaf mengganggu waktu Anda Miss, tetapi saat ini Ms. Emily sedang menunggu Anda di ruang belajar"

Simon sang butler tiba-tiba menginterupsi saat-saat mengharukan antara Marie dan Anna. Sebenarnya sudah lama dia tiba di ruangan ini, namun kedua perempuan beda status sosial itu tidak menyadari kehadirannya, terlalu larut dalam kesedihan mereka. Simon sendiri juga sungkan menegur, dia paham betapa berat tekanan yang dialami majikannya.

"Oh, Maafkan kelalaianku Mr. Simon sampai harus membuatmu repot-repot datang kemari", segera Anna mengusap matanya yang sembab.

Ditatapnya Simon yang berdiri tegak dengan kepala menunduk itu. Simon sudah bekerja di rumah ini sejak ayahnya masih anak-anak, sehingga dia sangat kaku soal aturan dan tata krama. Namun dibalik sikap kakunya itu, tersembunyi pribadi yang hangat dan simpatik.

"Maukah Kau jika aku merepotkanmu lagi? Katakan pada Ms. Emily untuk menunggu barang sepuluh menit. Aku akan bersiap-siap dahulu", tambah Anna memberi perintah

"Dengan senang hati, Miss"

Setelahnya Simon melalukan curtsy lagi dan berlalu dari hadapan Anna dengan langkah yang tegas dan mantap, sesuai dengan jabatannya sebagai kepala pelayan rumah bangsawan.

Anna segera melangkah ke kamarnya yang terletak di lantai yang sama dengan kamar ayahnya. Dibantu oleh Marie, dia mempersiapkan dirinya untuk belajar. Dikenakannya gaun rumah yang lebih sopan dan pantas untuk menyambut tamu, setelah itu rambut panjangnya yang ikal kecoklatan digelung dengan rapi menjadi bun sederhana.

"Nanny, tolong rapikan anakan rambutku ini. Nanti Ms. Emily akan mengomeliku jika tidak rapi begini"

"Ya Miss, aku kadang merasa heran dengannya. Di usia yang muda belia dia benar-benar terlihat seperti perempuan tua kaum puritan", omel Marie sambil merapikan sisiran rambut Anna

"Hush, Kamu tidak boleh berkata begitu Nanny. Dia hanya berusaha mengajariku jadi wanita bangsawan yang tahu aturan", Anna menegur pelayannya, dalam aturan tradisional, para pelayan dilarang keras mengomentari urusan majikan mereka.

Namun tak ayal dia juga tertawa kecil. Penuturan Marie soal cara berpakaian Emily memang sangat tepat. Governess yang satu ini terkenal ketat dengan aturan makanya banyak kaum bangsawan meminta dia untuk mendidik putri mereka.

Lady Anna menatap bayangannya sekali lagi pada cermin besar di depannya. Setelah dia merasa penampilannya sudah sesuai dengan standar Emily dia pun beranjak menuju ruang belajar yang letaknya di ujung koridor lantai dua.

Di sana tampak governoss-nya, sebagaimana yang diperkirakan oleh Marie, mengenakan gaun puritan kebanggaannya. Gaun itu tertutup rapat, sampai Anna bisa membayangkan lehernya tercekik dibalik dress berwarna dongker gelap itu.

Emily sibuk sekali menekuni buku-buku tebal yang dipegangnya sampai tidak menyadari sekelilingnya. Sesekali dia menuliskan sesuatu di catatan kecil yang terletak di sebelah buku-buku itu.

"Selamat pagi Ms. Emily, maaf membuat Anda menunggu sedikit lebih lama", sapa Anna begitu tiba dihadapan Emily.

"Baik Miss Hardy, silakan duduk. Untuk kali ini saya maafkan keterlambatan Anda yang sudah hampir dua puluh menit, mengingat kemalangan yang baru menimpa Anda dan keluarga. Saya turut bersimpati", balasnya dengan nada datar

Annabelle sudah lama tahu kalau Emily bukanlah gadis yang ramah dan hangat. Namun ucapannya barusan membuat hatinya menggigil. Bagaimana bisa dia mengungkit kemalangan orang lain dengan nada santai seperti itu, tak ada sedikit pun emosi dalam ucapannya itu.

"Ada apa Miss Hardy? Anda terlihat sedikit bingung"

"Bukan apa-apa, anya bertanya-tanya, bagaimana bisa di dunia ini ada manusia minim empati seperti Anda", tidak seperti biasanya, kali ini Anna menukas tajam.

"Maaf? ", kening Emily mengerut mendengar ucapan gadis kecil di depannya.

Dia bukannya tidak paham apa yang dimaksud Annabelle, hanya saja dia tidak menyukai kelancangan siswanya. Walau gadis kecil ini seorang bangsawan, namun dia juga bukan governess yang tidak diinginkan.

Di daerah county ini masih banyak keluarga bangsawan lain, yang lebih tinggi derajatnya, meminta dia mengajari putri mereka. Jika bukan karena campur tangan Baron Kingsley, tak sudi dia mengajari Anna yang keras kepala dan sok tahu ini.

"Tidak ada apapun, lanjutkan saja materi pelajaran Anda", balas Anna dingin

"Kali ini saya akan menganggap tidak mendengar apapun Miss Hardy. Namun begitu saya sangat berharap Anda bisa menjaga lisan dengan baik di masa mendatang"

Setelah mengucapkan teguran yang tajam itu, Emily mulai menyiapkan kertas yang berisi materi pelajaran hari ini dan meletakkannya di depan Anna.

Tanpa mempedulikan ekspresi wajah siswanya yang sangat jelek, dia kembali memberikan mandat barunya, "Mari bekerjasama dengan baik agar progress Anda dalam bahasa Latin ini juga baik. Saya harap Anda mengerti jika saya tidak pernah punya murid yang kemampuannya tidak memenuhi standar kelulusan yang sudah saya tetapkan"

***

Sementara itu di ruang kerjanya Viscount Hardy, ayah Annabelle, mengisap cerutunya dalam-dalam sambil menatap potret istrinya dari seberang meja kerjanya. Mata Rosemary berwarna turquoise sangat kontras dengan rambut coklatnya yang gelap. Senyumnya hangat dan teduh seperti mentari di musim semi.

"Apakah aku salah jika tidak mau menemui putriku Thomas?", tukasnya tiba-tiba pada asisten pribadi yang sedang sibuk menulis surat balasan untuk suatu undangan rapat pekan depan.

"Maaf My Lord, Anda tahu benar saya ini tidak peka soal perasaan manusia", Thomas menyahut sambil menatap John Hardy sekejap

"Hahaha, sudah kuduga. Manusia kayu sepertimu tidak akan bisa dimintai pendapat soal perasaan. Terus terang Thomas, aku kadang bingung harus kesal atau iri padamu"

"Maaf My lord?"

"Yah, kalau saja aku bisa bersikap dingin sepertimu tentu penderitaanku tidak sebesar ini. Aku tidak akan berlama-lama patah hati atas kematian istriku tercinta, kiranya Tuhan memberkati jiwanya"

Kemudian John Hardy merenung sesaat. Mengingat kenangan manis waktu pertama kali dia bertemu istrinya, di pesta seorang bangsawan sepuluh tahun lalu. Waktu itu Lady Rosemary menjadi bintang pesta, banyak pemuda bangsawan yang mengajak dia berdansa.

Jhon sendiri awalnya tidak begitu tertarik dengannya, apalagi karena rambutnya yang gelap. Sebagaimana pria Inggris kebanyakan, dia lebih suka perempuan berambut pirang terang. Namun semua kesan 'biasa saja' itu menguap tak berbekas setelah dia berbicara dengan Rose waktu mereka berdansa.

Istrinya sangat cerdas dan mampu mengimbangi topik pembicaraannya tentang banyak hal. Sejak perkenalan itu, kesan yang dimiliki John tentang wanita, sebagai makhluk cantik berpikiran dangkal, pun sirna.

"Saya rasa tindakan Anda tidak adil bagi Lady Anna", diluar dugaan Hardy, Tomas menukas tiba-tiba

"Maaf Thomas?", dia tampak kebingungan dengan jawaban Thomas yang tak tentu ujung-pangkalnya.

"Maksud saya My Lord , dengan segala hormat, Lady Anna tidak pantas dibenci. Kecelakaan itu bukan salahnya. Maafkan kelancangan saya", tambah Thomas sambil berdiri melakukan curtsy

Sikap canggung Thomas membuat John Hardy melambaikan tangan tak sabar, meminta asistennya duduk kembali.

"Astaga Tom, benci itu perasaan yang sangat kuat. Aku tentu tidak akan pernah membenci putriku, hanya saja aku... "

John Hardy tampak berpikir keras mencari kata yang lebih tepat untuk mengungkapkan perasaan yang tengah berkecamuk dalam dirinya.

"Mungkin kesal lebih tepat. Setiap kali melihat wajah Anna yang sangat mirip ibunya, ada rasa sesal dihatiku. Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan monolognya, "Memikirkan bahwa tak mungkin lagi bisa bertemu Rose dalam kehidupan ini, dan itu.. sangat menyakitkan. Aku jadi merasa bersalah kenapa tidak berada disana saat dia mengalami semua itu apalagi dia sedang mengandung putra kami", Tambah Jhon tersendat

Mata John mulai berkaca-kaca. Dua nyawa melayang dalam kecelakaan tunggal tentulah jadi pengalaman mengerikan bagi siapapun, terlebih jika yang meninggal itu orang yang sangat dikasihi.

"Tak usah pedulikan aku Tom, lanjutkan saja pekerjaanmu yang tertunda", tukasnya lagi waktu melihat Thomas si manusia Kayu itu menatapnya bingung.

"Baik My lord, tapi sepertinya Anda lupa lagi. Nama saya Thomas bukan Tom", balasnya kalem

"Astaga, demi Tuhan Tom! Apa ini saat yang tepat membahas nama panggilanmu"

Kadang John Hardy sungguh kesal oleh sifat kaku Thomas yang menyebalkan. Tapi mau bagaimana lagi? Dia satu-satunya pria cerdas, setia, serta cekatan yang bisa ditemukannya.

Sudah banyak petualangan yang dialaminya bersama Thomas sejak dia remaja hingga saat ini. Sebenarnya Thomas itu bahkan sudah seperti saudara kandung saja baginya.

"Tok, Tok, tok"

Terdengar ketukan lembut berirama di pintu ruang kerjanya.

"Masuk"

Tak lama masuklah butler Simon. Setelah melakukan curtsy yang nyaris sempurna, dia menyampaikan pesan penting yang dibawanya.

"My lord, seseorang ingin bertemu dengan Anda"

Catatan:

Gretna green = desa di skotlandia yang menjadi tujuan utama kaum bangsawan untuk 'kawin lari' sejak abad ke-17

Greenwall House = Manor bangsawan Hardy

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Auphi

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Bosku Kenikmatanku

Bosku Kenikmatanku

Juliana
5.0

Aku semakin semangat untuk membuat dia bertekuk lutut, sengaja aku tidak meminta nya untuk membuka pakaian, tanganku masuk kedalam kaosnya dan mencari buah dada yang sering aku curi pandang tetapi aku melepaskan terlebih dulu pengait bh nya Aku elus pelan dari pangkal sampai ujung, aku putar dan sedikit remasan nampak ci jeny mulai menggigit bibir bawahnya.. Terus aku berikan rangsang an dan ketika jari tanganku memilin dan menekan punting nya pelan "Ohhsss... Hemm.. Din.. Desahannya dan kedua kakinya ditekuk dilipat kan dan kedua tangan nya memeluk ku Sekarang sudah terlihat ci jeny terangsang dan nafsu. Tangan kiri ku turun ke bawah melewati perutnya yang masih datar dan halus sampai menemukan bukit yang spertinya lebat ditumbuhi bulu jembut. Jari jariku masih mengelus dan bermain di bulu jembutnya kadang ku tarik Saat aku teruskan kebawah kedalam celah vaginanya.. Yes sudah basah. Aku segera masukan jariku kedalam nya dan kini bibirku sudah menciumi buah dadanya yang montok putih.. " Dinn... Dino... Hhmmm sssttt.. Ohhsss.... Kamu iniii ah sss... Desahannya panjang " Kenapa Ci.. Ga enak ya.. Kataku menghentikan aktifitas tanganku di lobang vaginanya... " Akhhs jangan berhenti begitu katanya dengan mengangkat pinggul nya... " Mau lebih dari ini ga.. Tanyaku " Hemmm.. Terserah kamu saja katanya sepertinya malu " Buka pakaian enci sekarang.. Dan pakaian yang saya pake juga sambil aku kocokan lebih dalam dan aku sedot punting susu nya " Aoww... Dinnnn kamu bikin aku jadi seperti ini.. Sambil bangun ke tika aku udahin aktifitas ku dan dengan cepat dia melepaskan pakaian nya sampai tersisa celana dalamnya Dan setelah itu ci jeny melepaskan pakaian ku dan menyisakan celana dalamnya Aku diam terpaku melihat tubuh nya cantik pasti,putih dan mulus, body nya yang montok.. Aku ga menyangka bisa menikmati tubuh itu " Hai.. Malah diem saja, apa aku cuma jadi bahan tonton nan saja,bukannya ini jadi hayalanmu selama ini. Katanya membuyarkan lamunanku " Pastinya Ci..kenapa celana dalamnya ga di lepas sekalian.. Tanyaku " Kamu saja yang melepaskannya.. Kata dia sambil duduk di sofa bed. Aku lepaskan celana dalamku dan penislku yang sudah berdiri keras mengangguk angguk di depannya. Aku lihat di sempat kagett melihat punyaku untuk ukuran biasa saja dengan panjang 18cm diameter 4cm, setelah aku dekatkan ke wajahnya. Ada rasa ragu ragu " Memang selama ini belum pernah Ci melakukan oral? Tanyaku dan dia menggelengkan kepala

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Gavin
5.0

Pernikahanku hancur di sebuah acara amal yang kuorganisir sendiri. Satu saat, aku adalah istri yang sedang hamil dan bahagia dari seorang maestro teknologi, Bima Nugraha; saat berikutnya, layar ponsel seorang reporter mengumumkan kepada dunia bahwa dia dan kekasih masa kecilnya, Rania, sedang menantikan seorang anak. Di seberang ruangan, aku melihat mereka bersama, tangan Bima bertengger di perut Rania. Ini bukan sekadar perselingkuhan; ini adalah deklarasi publik yang menghapus keberadaanku dan bayi kami yang belum lahir. Untuk melindungi IPO perusahaannya yang bernilai triliunan rupiah, Bima, ibunya, dan bahkan orang tua angkatku sendiri bersekongkol melawanku. Mereka memindahkan Rania ke rumah kami, ke tempat tidurku, memperlakukannya seperti ratu sementara aku menjadi tahanan. Mereka menggambarkanku sebagai wanita labil, ancaman bagi citra keluarga. Mereka menuduhku berselingkuh dan mengklaim anakku bukanlah darah dagingnya. Perintah terakhir adalah hal yang tak terbayangkan: gugurkan kandunganku. Mereka mengunciku di sebuah kamar dan menjadwalkan prosedurnya, berjanji akan menyeretku ke sana jika aku menolak. Tapi mereka membuat kesalahan. Mereka mengembalikan ponselku agar aku diam. Pura-pura menyerah, aku membuat satu panggilan terakhir yang putus asa ke nomor yang telah kusimpan tersembunyi selama bertahun-tahun—nomor milik ayah kandungku, Antony Suryoatmodjo, kepala keluarga yang begitu berkuasa, hingga mereka bisa membakar dunia suamiku sampai hangus.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku