Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PERTAMA UNTUK NAIMA

PERTAMA UNTUK NAIMA

rezquila

5.0
Komentar
37.4K
Penayangan
182
Bab

21++ BANYAK ADEGAN BERBAHAYA!!! Naima seorang gadis yatim piatu yang merantau seoranga diri. Kebaikan hatinya dan tanpa pamrih menolong orang membuat Alberico, orang yang Naima tolong jatuh cinta. Mengejar cinta Naima dengan susah payah. Naima tak lantas menerimanya, banyak pertimbangan yang gadis itu pikirkan. Hingga kenekatan membuat Naima menantang Alberico untuk menikahinya secara siri, dan langsung di setujui oleh Alberico. Kehidupan manis dan penuh cinta yang mereka jalani berantakan saat masa lalu Albe bermunculan hingga kesalah pahaman membuat mereka akhirnya terpisah. Apakah penyebab kesalah pahaman itu? Apakah mereka akan bersama kembali?

Bab 1 MERANTAU SIAPA TAKUT!

Naima berdiri di terminal menunggu bus yang akan membawanya ke Jakarta, gadis itu sudah membulatkan tekadnya. Dia tidak akan kembali ke kampung Almarhum orang tuanya jika belum sukses. Sebelum berangkat, Naima menyempatkan diri berziarah, meminta restu dan izin kepada kedua orang tuanya. Walau hanya lewat doa, namun Naima yakin orang tuanya akan merestui keputusan Naima.

Keluarga Naima di kampung memang baik, namun beban mereka sudah sangat berat. Apalagi pamannya hanya sebagai buruh tani. Rumah peninggalan orang tuanya masih berdiri kokoh. Akan Naima jadikan sebagai kenangan yang orang tuanya tinggalkan.

Bus yang membawa Naima perlahan meninggalkan kota kelahirannya. Naima sudah mempunyai tujuan, di zaman canggih seperti ini Naima bisa menemukan kost murah dengan cepat. Dengan sisa uang peninggalan orang tuanya, Naima akan bertahan hidup hingga dia menemukan pekerjaan.

Jam menunjukkan jam 3 subuh saat bus yang ditumpanginya sampai di terminal tujuan. Naima memesan ojek online menuju kostan yang sudah dia booking melalui aplikasi, jaman serba mudah seperti ini membuat Naima tidak kesulitan. Naima duduk di trotoar sambil menunggu ojek yang dia pesan datang. Apakah takut sendirian? Naima terbiasa berdikari, mengikuti banyak kegiatan di sekolah. Takut bukan menjadi bagian dari diri Naima. Naima memang awam dengan daerah Jakarta, dia hanya pernah menjelajahi Taman Mini dan juga Ancol saat study tour beberapa waktu lalu. Namun dengan adanya maps dan aplikasi peta lainnya Naima tidak takut akan tersesat.

Naima celingukan menanti sang ojek yang tidak kunjung datang. Sementara suasana hampir subuh Jakarta memang sepi, tapi masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, tanpa di sangka sebuah mobil melaju kencang dan menabrak trotoar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Rasa terkejut sempat mengguncang kesadaran Naima, tapi dengan cepat ia tersadar. Asap mengepul dari bagian depan mobil, Naima berlari kearah mobil dan menemukan pengemudi pingsan dengan luka di bagian kepala dan ABS yang mulai mengempes. Naima mengambil Hpnya dan segera menghubungi ambulan, pentingnya menyimpan nomor nomor emergancy di hp sangat membantu di saat tidak terduga.

Tak menunggu lama orang orang yang melintas berhenti dan membantu mengevakuasi. Sang ojek yang ia tunggu juga datang, Naima jengah orang yang seharusnya ditolong malah di videokan. Naima memberikan ongkos kepada ojek yang sudah ia pesan. Memeriksa nadi sang korban masih berdenyut, jujur Naima khawatir. Namun orang-orang hanya melihat tidak melakukan aksinya.

Tak lama ambulans datang, petugas yang datang dengan sigap mengeluarkan korban dan memberi pertolongan pertama.

"Mbak pacarnya? Silahkan masuk mbak." Petugas yang mungkin perawat mempersilahkan Naima ikut kerumah sakit. Naima gamang, tapi rasa iba membuatnya mengalahkan ego. Seorang yang membantu menyerahkan handphone kunci mobil dan dompet korban, sementara dari kejauhan terdengan bunyi sirene mobil patroli. Naima segera masuk ke dalam ambulan dan ikut menuju rumah sakit.

Tak lupa Naima membatalkan pesanan ojek onlinenya. Beruntung Naima hanya membawa tas carier besar.

"Aduh apesnya," keluh Naima tanpa sadar, sambil mengusap wajahnya. Mengamati lelaki dengan rambut sedikit gondrong, yang masih pingsan dengan beberapa luka di kepalanya.

"Kejadiannya bagaimana mbak?" sang perawat memecah keangkeran suasana di dalam ambulan.

"Saya juga ga tau mas, soalnya tiba-tiba mobil masnya itu nabrak trotoar di dekat saya berdiri. Untung saya masih selamat." ucap Naima mengelus dadanya.

"Lho mbaknya bukan pacar mas ini?" tanya perawat di sampingnnya, Naima menggeleng pelan.

"Saya yang membantu memanggil ambulan mas," ucap Naima sambil nyengir.

"Wah, maaf mbak saya kira mbak pacarnya." Mas itu terlihat sungkan.

"Gak apa apa Pak, saya ikhlas nolongin." Naima tersenyum tulus.

Saat di rumah sakit Naima menyodorkan KTP yang terdapat di dompet korban kecelakaan tadi, Alberico Steinson. KTPnya juga KITAS, 'Jangan-jangan orang tadi mabuk ' Naima bermonolog dalam hati.

"Mbaknya siapa Pak Alberico?" petugas administrasi bertanya kepada Naima.

"Saya yang menolong mbak, yang hampir di tabrak oleh pak Alberico." Mbak admin hanya mengangguk-angguk.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan tidak ada tanda-tanda cidera serius, Alberico dibawa ke ruang perawatan. Naima meletakkan dompet dan barang berharga di laci samping tempat tidur. Naima menaruh tas cariernya di lantai, mendudukan dirinya pada kursi di samping brangkar. Mengamati pria asing dengan rahang yang di penuhi rambut yang baru akan tumbuh, bibir pria itu merah segar. 'Tampan' Naima tersenyum. Eh, pikirannya melantur.

"Sus, kira-kira kapan sadarnya ya?" tanya Naima pada perawat yang mengunjungi kamar inap itu.

"Kami tidak tau mbak, karena trauma otak ringan pasien belum sadarkan diri, semoga saja secepatnya ya mbak." jawab perawat, setelah memastikan pasiennya baik-baik saja dia keluar.

Naima melihat jam di pergelangan tangannya. Waduh sudah siang, perutnya keroncongan. Naima keluar menuju kantin terdekat membelikan air mineral dan roti. Naima tidak tahu itu akan berguna atau tidak. Naima ingin segera sampai kost. Badannya sudah lengket dan sangat lelah. Dia berencana kembali nanti siang, toh sang pasien masih belum sadarkan diri.

"Sus, saya pulang dulu ya? Semoga masnya cepat sadar. Barang-barangnya ada di dalam nakas," ucap Naima berpamitan, walau sebenarnya tidak penting juga sih, tapi kesopanan tetap Naima junjung.

"Mbak ga mau nungguin?" Sang perawat tau Naima yang mengantar sang pasien mencoba beramah tamah.

"Ga mbak, mau nelpon keluarganya juga handphonenya di kunci." jelas Naima, menyampirkan tas carier yang lumayan berat ke bahunya.

"Oh ya sudah mbak." Perawat itu tersenyum ramah mempersilakan.

"Nanti saya kesini kalau sudah hilang capeknya Sus. Permisi," Naima segera meninggalkan rumah sakit. Segera memanggil taksi yang banyak parkir di depan rumah sakit.

Menuju ke kost yang dia sewa tidak terlalu sulit karena ada di maps. Naima segera menuju penjaga kost, menunjukan ktp dan bukti sewa yang sudah di transfer. Setelah mendapat kunci Naima segera menuju ke lantai dua di ujung sebelah tangga. Kamar kost no. 7, Kamarnya luas dengan kamar mandi dalam dan tempat tidur single. Lemari kecil dan juga meja di pojokan, dapur umum ada di ujung lantai dekat dengan mesin cuci dan tempat menjemur baju.

Naima membersihkan diri dan memakan nasi uduk yang di jual ibu-ibu di depan kost. Setelah sarapan, Naima merbahkan tubuh lelahnya di ranjang senle bed. Tak lama Naima terbang ke alam mimpi.

***

Alberico perlahan membuka matanya, merasakan sakit pada kepala yang sangat hebat. Meneliti setiap sudut kamar yang dia tempati. Rumah sakit? Albe melihat tangannya yang sudah terpasang jarum infus.

"Shit!" umpat Albe dan dengan tidak sabar memencet tombol darurat, perawat segera memasuki kamar inap Albe.

"Selamat siang Pak Albe, bagaimana keadaan anda?" tanya perawat memeriksa nadi dan tanda vital Albe.

"Saya kenapa sus?" Albe masih tidak tahu apa yang terjadi.

"Bapak kecelakaan tadi subuh, beruntung tidak ada luka serius. Bapak hanya mengalami trauma ringan dan sedikit luka." Albe teringat detik-detik kecelakaan, dia merasa sedikit mengantuk setelah pulang dari Bandung dan tersadar di rumah sakit ini.

"Siapa yang membawa saya kesini sus? Polisi?" tanya Albe penasaran, bisa panjang urusannya kalau berhubungan dengan polisi. Perawat hanya tersenyum ramah.

"Bukan pak, mbaknya yang membawa bapak kesini. Saya kira pacar bapak, tapi semua barang pribadi bapak diletakkan di dalam nakas sama mbaknya tadi." jawab perawat itu, dan memberi informasi.

"Mbaknya namanya siapa?" tanya Albe membuat perawat tertegun, karena lupa menanyakan nama wanita yang menolong pasiennya.

"Maaf pak, saya tidak menanyakan. Mungkin nanti bapak bisa menanyakan di bagian administrasi pendaftaran." Perawat berpamitan untuk meninggalkan ruangan.

Setelah perawat pergi, Albe mengambil handphone yang ternyata ada di nakas, beserta kunci mobil dan dompet. Albe memeriksa dompet, dan tidak ada yang hilang. Menghidupkan ponselnya, Albe menghubungi sahabatnya.

"Bro, saya kecelakaan, bisa jemput di rumah sakit Medika Mulia? Oh ya, sekalian cari tahu mobil saya bagimana." kata Albe tanpa basa-basi, setelah tersambung dengan sang sahabat.

Setelah mengakhiri panggilan telponnya Albe mencoba duduk dan mengambil air minum juga roti yang berada di nakas, ada juga piring berisi nasi, sayuran dan lauk. Namun itu tak menggugah seleranya. Dia sangat haus dan lapar, jika memesan makanan pada temannya, akan memakan waktu. Albe mengganjal perutnya dengan roti yang Naima belikan.

Albe mencari keberadaan mobilnya melalui aplikasi, berita kecelakaan ada di media sosial, beruntung polisi datang setelah ambulan membawanya. Siapa wanita yang menolongnya? Albe sangat penasaran. Sigap sekali memanggil pertolongan hingga kalah dengan polisi lalu lintas.

Tak lama pintu ruangannya terbuka, sosok teman seperjuangannya di negara ini datang membawa paperbag dan juga buah-buahan.

" Bro, gimana keadaan lo? Waduh kok bisa sih, sampai nabrak trotoar. Lo ngantuk?" Jaka teman sekaligus sahabatnya, langsung memberondong Albe begitu memasuki kamar.

"Sepertinya, saya tidak yakin karena saya tersadar setelah saya berada di kamar ini." Albe hanya mengendikkan bahu, masih tidak percaya dengan yang terjadi padanya.

"Syukur lo ga kenapa kenapa. Sebentar aku tanya ke suster." Jaka keluar tak lama Kembali lagi.

"Bagaimana? Apa saya boleh pulang?" tanya Albe pada Jaka, Albe berharap bisa pulang secepatnya karena dia merasa baik-baik saja, hanya sedikit pusing dan badan yang pegal disana-sini.

"Sebentar lagi dokter datang, sabar ya ... Lo sih, kalo ngantuk ga usah dipaksa, kenapa ga nginep di Bandung aja?" omel Jaka, tahu kebiasaan sahabatnya yang tidak pernah mau menginap.

"Saya ada urusan disini, Café Kita sudah mau launching kan? Saya ingin semua rampung dan beres sebelum saya pulang ke Amerika," jelas Albe mengurut pelipisnya yang sakit.

"Lo lama ga, pulangnya? Mana sanggup gue ngurus café Kita sendirian."

"Tidak, hanya 4 bulan maybe. Orang tuaku ingin aku mengunjungi mereka."

"Ok kalau gitu, jangan lama lama nanti gue ambil alih semua aset lo," Jaka tertawa menggoda. Mereka sudah berteman sejak awal masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Amerika.

Tak lama pria setengah botak dengan jas putih memasuki ruangan. Menyapa sang pasien dan memeriksa keadaan Albe. Dokter memperbolehkan Albe pulang karena memang tidak ada yang perlu di khawatirkan, beruntung ABS mengembang dan Albe tidak melupakan sabuk pengamannya. Walaupun benturannya cukup keras dan menghancurkan sebagian depan bumper mobilnya.

Sebelum pulang Albe menuju administrasi pendaftaran di IGD, menanyakan siapa penjamin yang mendaftarkannya. Perawat memeriksa dan menemukan nama Naima, hanya Naima yang tertera disana. Tidak ada alamat ataupun kontak lainnya. Wajahnya pun tidak tau, seorang ibu, atau Wanita malam atau hanya orang yang kebetulan lewat.

"Ada apa bro?" tanya Jaka melihat sahabatnya terlihat gundah.

"Yang menolong saya, membawa saya ke rumah sakit itu perempuan, tapi saya tidak tahu siapa? Karena saat saya bangun sudah tidak ada." ucap Albe dengan nada putus asa.

Jaka menepuk Pundak Albe, menuntun hingga ke parkiran.

"Nanti juga ketemu, tenang aja. Orang jaman sekarang, biasanya menolong pasti ingin di kasih imbalan ... " Jaka menenangkan Albe, benar juga. Apalagi di Jakarta, pasti banyak yang pamrih. Namun prinsip Albe siapa pun yang menolong dengan tujuan apapun dia berhak menerima ucapan terima kasih dari Albe.

"Ayo pulang, nanti gue bantu carikan. Video lo viral di media sosial, mungkin wanita itu ada di dalam video itu." ucap Jaka penuh keyakinan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku