Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Pertemuan di pesta itu sungguh tidak pernah diharapkan, setelah lima tahun wanita cantik ini tidak pernah lagi bertemu dengan Edwin dan itu adalah anugrah terbesar yang pernah ia terima. Tapi, hari ini mengapa harus bertemu dengannya lagi?
Ia merasa petir akan menyambar dihadapannya hari ini, apa yang sebenarnya dipikirkan keluarganya?Hingga mereka harus ikut dalam pertemuan ini, benar-benar malas ia bertemu dengannya.
Piona bergumam sendiri sambil meminum segelas orange jus.
Kalau saja kedua orang tua itu tidak bersahabat dengan orang tuanya dan kalau saja ekonomi keluarga ini tidak di ujung tanduk mungkin Piona tidak akan mau datang ke pesta ini. Gadis itu terpaksa bersikap baik dengan keluarga Edwin hanya demi bantuan darinya-tidak lebih, tapi gadis manis itu curiga ada hal lain yang direncanakan orang tuanya.
Suara mobil mewah di depan sudah terdengar dan ada seorang pria bertubuh tinggi memasuki ruangan lengkap dengan jas dan kaca mata hitamnya.
"Itu Edwin," kata Tante Marta sambil mengarahkan matanya ke depan.
"Wah, gantengnya ... habis dari mana Edwin, Jeng?" Mama Piona menjawab antusias.
"Pulang dari Amerika Jeng Ratna, gimana udah besar 'kan anakku?" Marta mendekati Edwin dan mencium pipi anak itu, lalu pria tampan pun bersalaman dengan mama Piona.
"Edwin, Tante."
"Ihh ... ganteng banget," puji Mama Piona sambil mencubit pipi Edwin.
Mata Edwin berkeliling dan melihat seorang wanita cantik dengan tubuh yang tinggi memakai gaun hitam dan dengan rambut ikalnya memegang gelas orange jus. Sudah pasti yang dilihatnya adalah Piona tapi pria bermata coklat ini tidak menyadarinya. Spontan ia mendekati cantik ini.
Tangannya menyentuh pundak Piona, betapa kagetnya sang wanita saat berbalik dan melihat Edwin.
"Kamu!" Mereka berkata bersamaan dengan mata terkejut.
"Wahh ... ratu kodok, mau apa kamu ke sini?"Edwin masih menyapa dengan sebutan masa lalunya. Ratu kodok itu tercetus tepat ketika gadis itu terpaksa melepas lensa kontaknya dan menggantikan dengan kaca mata besar yang mirip seperti mata kodok ketika SMA
Piona mengernyitkan dahi serasa ingin menerkam, tapi raut wajahnya kembali tersenyum dipaksakan seolah ingin membalas Edwin dengan anggun.
"Wah, manis juga ya sekarang, aku terkejut ratu kodok kayak kamu bisa datang ke pesta besar seperti ini?"Edwin mulai bersikap tidak menyenangkan.
"Dasar pria sombong, bisakah semenit saja tidak memancing keributan." Piona sudah mulai geram.
"Ternyata kamu masih sama, dimasa lalu dan sekarang. Kamu nggak bosan jadi gadis emosian Ratu Kodok?" Edwin membisikkan kata-kata di telinga Piona sambil tersenyum kecil.
"Berhenti memanggilku ratu kodok!" Piona menatap kearah Edwin dengan sinis. Ia sudah kehabisan kesabaran.
Edwin sejak SMA memang terkenal sebagai pria kaya yang sombong dan sangat tidak berperikemanusiaan sikapnya judes dan tatapan mata yang selalu terlihat kejam, keseharianya disekolah adalah menyiksa, membuli dan menindas orang lain.
Banyak wanita yang pernah dijahili bahkan sampai menangis. Piona adalah satu-satunya wanita paling kuat dan paling berani menghadapi Edwin. Beribu-ribu kali pria tampan ini mempermalukan Piona di depan umum seperti mengguyur air comberan ketubuhnya, memberi permen karet di kursi atau mencuri pekerjaan rumahnya hingga dihukum guru untuk bersih-bersih kamar mandi bahkan membuatnya sakit berhari-hari.
Walaupun Piona itu adek kelas dimata Edwin tidak ada pengecualian dia menang dengan kekuasaan karena ayahnya seorang ketua komite sekolah saat itu sehingga tidak ada yang berani melaporkan perbuatannya.
Namun, Piona selalu punya banyak cara membalas perbuatannya seperti merobek celana sekolahnya saat ekskul olahraga, melemparnya dengan balok es bahkan selalu berhasil menyelamatkan teman-temanya yang di fitnah dengan mulut bengisnya.
"Selamat malam para hadirin yang terhormat." Tante Marta memulai acaranya.
"Untuk mempersingkat waktu saja, acara ini kami mulai, karena kebetulan anak kami baru saja pulang dari Amerika dan kebetulan hari ini anak kami yang bernama Edwin berulang tahun. Kita persilahkan Edwin untuk maju kedepan meniup lilin dan memotong kuenya. " Marta merangkul Edwin dan membantunya untuk memotong dan meniup lilin bersama suami dan anaknya.
"Ya Tuhan, norak sekali masih senang dengan kue ulang tahun." Piona bersungut sambil memperhatikan rivalnya yang sedang melahap kue ultahnya sendiri.
Mata Marta tidak sengaja melihat Piona beranjak pergi, tiba-tiba Marta memanggilnya keatas panggung
"Sini sayang, Piona!"
Mata gadis itu terbelalak, kakinya tiba-tiba membeku seketika, bingung melihat kanan dan kiri, tapi panggilan itu memang ditujukan untuknya. Tiba-tiba mata mamanya mengisyaratkan untuk segera naik ke panggung.