Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kill Me, Love Me

Kill Me, Love Me

nura0484

5.0
Komentar
14.4K
Penayangan
108
Bab

Fajar, pria yang memiliki perusahaan teknologi dihadapkan pada kenyataan jika dirinya memiliki kepribadian ganda. Mariska, kekasih Fajar tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, hanya satu orang yang mengetahuinya, Indira. Seringnya Fajar dan Indira bersama membuat mereka memiliki perasaan berbeda. Bukan hanya Fajar yang menyukai Indira, tapi 2 kepribadiannya yang lain juga menyukai Indira dibandingkan Mariska. Akankah Fajar sembuh dengan bantuan Indira? Bagaimana dengan percintaannya dengan Marissa? Siapa yang akan Fajar dan hatinya pilih?

Bab 1 Pertemuan Pertama

Semua mata memandang kearah pria yang berjalan dengan tegas, tatapan datar dan tanpa senyum. Mereka semua tahu siapa pria itu yang tidak lain adalah pengusaha muda yang sudah sukses dengan perusahaan rintisannya sejak remaja, siapa yang tidak tahu pria bernama Fajar Herdianto. Pria dengan sejuta pesona yang bisa membuat siapa saja ingin dekat dengannya, tidak hanya wanita tapi juga pria.

"Pagi, Pak." Fajar hanya diam mendengar sapaan dari Kunto yang tidak lain adalah asistennya, "Kegiatan pagi ini adalah...." Kunto mulai menyebutkan apa saja yang harus Fajar lakukan satu hari ini dan lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban atau reaksi apapun.

"Mariska apakah kesini?" tanya Fajar membuat Kunto mengangguk, "di mana sekarang?"

"Ruangan." Kunto memilih menjawab singkat.

Fajar melangkah kembali ke arah ruangannya dan membuka pintu langsung, mendapati kekasihnya duduk tenang di ruangannya dengan memainkan ponsel. Kunto memilih menutup pintu ruangan Fajar, pastinya ingin menghabiskan waktu dengan Mariska, tidak menyadari keberadaan Fajar membuatnya kesal dengan duduk disamping dan menarik kepala Mariska dengan menciumnya kasar.

"Kamu sudah datang?" tanya Mariska saat ciuman mereka terlepas.

Fajar mengangkat alisnya mendengar perkataan Mariska, "kalau bukan aku siapa yang menciummu? Apa ada lelaki lain?"

Mariska tersenyum kecil mendengarnya, "mana ada lelaki lain."

Fajar tersenyum mendengar kata-kata Mariska. "Kamu bawa apa?" saat matanya menatap kotak makan di meja. "Kamu tahu kalau aku tidak pernah sarapan."

"Siapa yang bilang ini buat kamu." Fajar mengangkat alisnya mendengar jawaban Mariska, "Ibu tadi yang buat dan suruh kasih ke kamu."

Fajar sekali lagi tersenyum. "Baiklah, kalau sudah tidak ada lagi aku mau kembali kerja dan kamu bisa pulang."

Fajar berdiri dari tempat duduknya yang diikuti Mariska, pelukan ringan diberikan Fajar pada Mariska sebelum akhirnya keluar dari ruangannya. Menatap kotak makan yang ada di tempatnya, sedikit kesal Fajar langsung menghubungi Kunto.

"Bawa kotak makan ini keluar dari ruangan." Fajar berkata tanpa menatap Kunto sama sekali.

Kunto tanpa menunggu perintah dua kali langsung membawa kotak makan itu keluar, Fajar tidak peduli dengan apa yang dilakukan Kunto dengan memilih sibuk dengan layar dihadapannya. Pintu tertutup membuat Fajar bernafas lega, hal yang tidak disukai Fajar sama sekali yaitu kedatangan tunangannya Mariska.

Kegiatan yang dilakukan Fajar berjalan dengan cepat, bertemu dengan klien membicarakan kejasama sampai perjanjian yang harus disepakati kedua belah pihak. Semua memandang Fajar dengan tatapan memuja, semua itu tidak dihiraukan sama sekali. Fokus Fajar kali ini adalah mencapai kesepakatan dan segera pulang, badannya terlalu lelah dengan segala macam berkas yang harus diselesaikan.

"Apa sudah semua?" Fajar bertanya tanpa menatap Kunto.

"Sudah, Pak."

"Kerjakan sisanya," ucap Fajar tegas.

Melangkah keluar, tujuannya adalah rumah. Terlalu lelah dengan semua pertemuan yang diikutinya. Kehadiran Mariska bukan menjadi baik, tapi menjadi buruk untuknya. Langkah panjang dilakukannya, kaki yang panjang membuat langkahnya lebar.

Rumah, tempat bagi Fajar menenangkan dirinya. Tidak ada yang tahu mengenai dirinya, selain sahabatnya. Sahabatnya selalu mengerti jika sudah berada di rumah, tujuan selanjutnya adalah tempat dimana balapan liar berada.

Rifan, salah satu sahabat Fajar. Rifan selalu ada di rumah setiap Fajar datang. Jam kerjanya yang memang tidak terlalu lama seperti Fajar, meskipun berada di tempat yang sangat penting, bagian legal.

"Berangkat lagi?" tanya Rifan saat melihat Fajar telah berganti pakaian.

"Menurut lo!" Fajar menatap malas pada Rifan.

"Orang kantor kalau liat lo pastinya nggak akan percaya." Rifan menatap Fajar dari atas ke bawah.

Penampilan Fajar sangat berbeda, menggunakan jaket dan juga celana jeans. Tidak jauh berbeda dengan penampilan pria pada umumnya, tapi tidak dengan Fajar. Tidak peduli dengan perkataan Rifan, mulai menyiapkan penampilannya agar terlihat sempurna saat berada di area balapan.

"Lo, mau cari cewek disana?" tanya Rifan membuat Fajar menatapnya malas.

Fajar sendiri sebenarnya bosan dengan kehadiran Rifan di rumahnya setiap pulang kerja, kecuali jika harus lembur. Fajar mengambil helmnya, mengambil sepeda motornya dengan tujuan area balapan liar. Fajar menatap ke samping tampak Rifan sendiri sudah siap dengan motornya, pastinya adalah mengikuti kemana Fajar pergi. Mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Rifan jauh di belakang. Fajar tidak peduli dengan keberadaan Rifan saat ini, pria itu tahu dimana dan tujuannya yang sebenarnya.

Kondisi sekitar sudah tampak ramai, banyak wanita dengan pakaian seksi dan pria-pria yang memiliki hobi sama dengan Fajar. Menghentikan kendaraannya di tempat biasanya, tidak lama Rifan datang dengan memberikan tatapan tajam.

"Wah....pemilik perusahaan besar sudah datang," ucap salah satu pria mendekati Fajar dan Rifan. "Bagaimana kalau kita taruhan?"

Fajar menyunggingkan bibirnya, menatap dengan penuh tantangan pada pria yang ada dihadapannya, "gue datang bukan buat onar!" Fajar menunjuk telunjuknya pada dada bidang pria itu. "Lo, tahu siapa gue jadi hati-hati kalau bicara."

"Bro, kita kesana." Rifan menarik Fajar agar tidak terpancing.

"Cemen."

Fajar membalikkan wajahnya menatap tajam, "apa lo bilang? Cemen? Siapa? Gue? Lo memang nggak tahu siapa gue?"

"Pria keparat dan bajingan kaya lo buat apa dikenal." Pria itu menatap tajam pada Fajar.

"APA MAU LO!"

Pria itu tersenyum meremehkan pada Fajar yang membuatnya semakin emosi. "Taruhan."

"Bro, nggak perlu didengarkan." Rifan menarik Fajar agar tidak terpancing.

"Apa yang lo punya sampai berani mengajak gue taruhan?" tanya Fajar dengan nada meremehkan.

"Apa yang lo, mau?" tanya pria dihadapan Fajar dengan tatapan sombong.

"Cewek itu." Fajar menunjuk cewek yang masih menggunakan pakaian kantor berada tidak jauh dari mereka.

Semua mata memandang cewek yang ditunjuk Fajar, sedangkan cewek tersebut menatap bingung dengan apa yang terjadi. Menatap pria yang ada dihadapan Fajar dengan tatapan tanda tanya, memberikan kode untuk petunjuk dan sayangnya pria di hadapan Fajar tidak peduli sama sekali. Fajar menatap itu dengan alis terangkat, hubungan apa diantara mereka berdua, tidak mungkin cewek itu hanya berdiri di belakang pria ini.

"Lo pasti dapatkan dia kalau menang taruhan ini. Tapi, apa yang gue dapat?" pria itu menatap Fajar tajam mengalihkan pandangan Fajar pada cewek itu.

"Apa yang lo mau?" tanya Fajar tidak kalah tajamnya.

"Motor lo." Pria itu menunjuk motor yang tidak jauh dari tempat Fajar berdiri.

Fajar menatap motor dan pria itu bergantian, pandangannya beralih pada cewek yang tadi menjadi bahan taruhan. Menimbang apakah yang dilakukannya memang sesuai dengan apa yang didapatnya nanti, berkali-kali menatap mereka bergantian sampai sebuah tangan menariknya membuat Fajar menatap tajam pada pelaku.

"Lo, serius taruhan sama dia?" tanya Rifan yang diangguki Fajar singkat "Lo tahu siapa cewek yang dijadikan taruhan?"

"Gue nggak peduli."

"Dia Indira salah satu anak buah gue, karyawan tercinta dari perusahaan lo."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh nura0484

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.8

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku