/0/19269/coverorgin.jpg?v=f324e0a554ff64f17e8a3749d4a97c1e&imageMogr2/format/webp)
Aku melangkah masuk ke apartemen dengan perasaan lega setelah hari yang panjang. Udara segar dari jendela terbuka membelai wajahku, dan sejenak aku merasa seperti bisa bernafas lagi.
Langkahku pelan saat aku melewati ruang tamu yang kosong. Tempat ini terlihat sepi, tapi dalam keheningan itu, ada perasaan kesendirian yang manis. Aku menghela nafas dalam-dalam, menghirup aroma khas apartemenku yang perlahan menjadi tempat perlindunganku dari dunia luar.
Aku ingin membersihkan diriku dan merasakan segarnya mandi setelah seharian bekerja. Tubuhku merasa lelah, tapi ada semacam kepuasan dalam kelelahan itu. Kurasakan rasa sakit dari sepatuku yang memeluk kaki, sebagai kenangan kecil akan perjalanan hari ini.
Kamar tidurku menanti di ujung koridor, dan aku berjalan dengan langkah pelan. Aku menghidupkan lampu dengan perlahan, membiarkan cahayanya mengisi ruangan. Namun, kejutan menghantamku seperti petir di tengah malam saat aku melihatnya.
Ray. Duduk di atas ranjang, dia terlihat seperti bayangan yang mengejutkan. Matanya memandangku dengan tatapan yang penuh keinginan, dan seolah-olah dia telah menguasai seluruh ruangan itu. Nafas yang kuhembuskan tercekat di tenggorokan, seakan kehadirannya menciptakan perasaan yang rumit dalam hatiku.
"Apa yang kau lakukan di sini?" desisku, mencoba mengendalikan kebingunganku.
Ray mengangkat sebelah alisnya dengan senyuman yang begitu mengganggu. "Aku merindukanmu, sayang. Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama."
Aku berusaha untuk tidak menunjukkan getar rasa takut dalam suaraku. Aku tahu betul seperti apa dia saat berada dalam mood yang begini. "Aku capek, Ray. Aku ingin mandi dan istirahat."
Dia menggeleng pelan, seolah tidak peduli dengan alasan apapun yang aku katakan. "Kamu bisa mandi dan istirahat setelah kita melakukannya, Lala."
Rasa getir melintas di hatiku. Mengintip ke dalam mata hitam Ray, aku bisa melihat betapa kuasanya dia merasa atas situasi ini. Dia mendekati aku, menyingkirkan langkahku dengan gerakan perlahan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak yang membuatku merinding.
"Ray, aku sedang tidak ingin," kataku dengan tegas, mencoba mengatasi kegelisahanku.
Dia mendekatkan dirinya lebih dekat lagi, menempelkan tubuhku ke tembok. "Oh, come on, Lala. Aku tahu bagaimana cara membuatnya menyenangkan."
Tangan Ray mulai menjelajahi leherku, menyentuh tempat-tempat yang membuatku terkejut. Aku merasa panas, dan bukan karena hasrat, melainkan karena rasa marah yang membara di dalam diriku. "Ray, berhenti!"
Dia tertawa, seperti menikmati ketidaknyamananku. "Kau selalu begini, Lala. Terlalu kaku dan terlalu banyak pemikiran."
Aku menolak menunduk, menatapnya dengan tekad di mataku. "Aku serius, Ray. Aku ingin mandi dan istirahat. Aku tidak ingin melakukan ini."
Dia merasa semakin dekat, hampir mengepungku dengan kehadirannya yang dominan. "Pikiranmu mungkin menolakku, tapi aku tahu tubuhmu menginginkan ini."
Ray meraih lenganku dengan kasar, menarikku mendekat. Aroma alkohol mencampak di hidungku, menggiring ketidaknyamanan yang semakin memuncak.
Aku menelan ludah, mencoba menjauh, tetapi tubuhku terjepit di antara Ray dan ranjang. "Ray, hentikan!"
Dia tidak mendengarkan. Tangannya merayap ke atas, menggapai punggungku. Aku merasakan napasnya yang berat di leherku, dan aku merasa mual. Tubuhku gemetar, tetapi aku tidak bisa berbuat banyak dalam posisiku yang terjepit.
Tangan Ray meraba-raba ke bawah, membuatku merasa jijik. Aku mencoba melawan, menolaknya dengan keras, tetapi usahaku sia-sia. Ray semakin memaksa. Aku merasa hancur.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa pasrah, menangis dalam keputusasaan ketika Ray mendesakkan tubuhnya ke dalam tubuhku. Setiap desakan mengirim rasa perih ke seluruh tubuhku. Tubuhku terasa lemah, hatiku hancur berkeping-keping.
Saat semuanya selesai, aku merasa hampa. Aku merosot di sampingnya, airmata masih mengalir dari mataku. Ray melihatku dengan pandangan acuh, seolah-olah aku hanyalah alat untuk memuaskan nafsu bejatnya.
"Kamu milikku, Lala. Jangan pernah lupa itu," bisiknya dengan tawa kejam.
Aku tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Aku merasa dunia seolah-olah runtuh di sekelilingku. Lala, kenapa kau membiarkan ini terjadi? Tanyaku pada diriku sendiri.
***
Aku merasakan beratnya kelopak mataku, usai malam yang panjang dan melelahkan. Kurasakan sepasang tangan kekar yang mengusap punggungku, suara pelan membangunkanku dari tidur. Aku membuka mataku dengan susah payah, menemukan Ray dengan wajah dinginnya di dekatku.
"Kau sudah bangun, Lala?" bisiknya dengan suara yang sarat dengan kekerasan. "Aku butuh kopi. Segera."
Aku mengerang dalam hati, tetapi berusaha menahan kelelahanku saat aku menyusuri lorong menuju dapur. Aku merasakan sentuhan dingin lantai di bawah kakiku dan aroma kopi yang menggoda mulai memenuhi udara. Aku merasa seperti budak dalam rumahku sendiri.
Setelah berhasil menyeduh kopi dan menyiapkannya di atas nampan, aku membawanya kembali ke kamar tidur. Ray sudah duduk di tempat tidur, menatap layar ponselnya tanpa memberiku pandangan. Aku merasa sakit hati dan muak dengan cara dia memperlakukan aku.
"Ini," ucapku sambil menaruh cangkir kopi di meja samping tempat tidur. "Tolong jangan lupakan bahwa aku punya pekerjaan juga."
Ray meraih cangkir dengan acuh tak acuh, tanpa mengucapkan kata-kata. Aku merasa jengkel, tetapi berusaha untuk tidak memperlihatkannya saat aku perlahan meninggalkan kamar.
***
/0/14988/coverorgin.jpg?v=96649f24eccea481859106330c8752d3&imageMogr2/format/webp)
/0/10104/coverorgin.jpg?v=8e3d277fbf390d46b876f25adf010ff8&imageMogr2/format/webp)
/0/19612/coverorgin.jpg?v=5187ca0f2af6e2fcadc47cb51eb7c409&imageMogr2/format/webp)
/0/5579/coverorgin.jpg?v=8451cc3231d03f5ae1bfcd5aa5500814&imageMogr2/format/webp)
/0/19703/coverorgin.jpg?v=86ab5b943739c7e60385623ce1999541&imageMogr2/format/webp)
/0/3058/coverorgin.jpg?v=501a380751715c5bad8393c43ad5509a&imageMogr2/format/webp)
/0/2420/coverorgin.jpg?v=189d7d53005b153e37fa96466a8cde2d&imageMogr2/format/webp)
/0/16096/coverorgin.jpg?v=15c0e24c8a7ad12a41541555859cb02b&imageMogr2/format/webp)
/0/4822/coverorgin.jpg?v=e9d510ef16f7e302a138846ffa26a335&imageMogr2/format/webp)
/0/17449/coverorgin.jpg?v=00687bd865c6eb589436991eaca674c9&imageMogr2/format/webp)
/0/21471/coverorgin.jpg?v=8caf8ee1f7581f740854c438f274af88&imageMogr2/format/webp)
/0/6697/coverorgin.jpg?v=b5a959976628ae9e80883432a1104dd2&imageMogr2/format/webp)
/0/8081/coverorgin.jpg?v=65a4e1417a8c0bbadf2c2c66896ae835&imageMogr2/format/webp)
/0/17244/coverorgin.jpg?v=410d268298fe64fbe66826b65da25921&imageMogr2/format/webp)
/0/3258/coverorgin.jpg?v=5fb6465f89cc6c5a46aff9806f1bba29&imageMogr2/format/webp)
/0/6833/coverorgin.jpg?v=99b4abed11a2b5d9895003010bbd8ce3&imageMogr2/format/webp)
/0/12963/coverorgin.jpg?v=308a6ac4b11d4165816f683b8ae466c6&imageMogr2/format/webp)
/0/16206/coverorgin.jpg?v=ed702fe70aa194a1bbb981fbacd27172&imageMogr2/format/webp)
/0/2975/coverorgin.jpg?v=433628d83c5268e035b62c0c0566d777&imageMogr2/format/webp)