Helena, gadis muda berusia sembilan belas tahun yang baru saja di tolak dari ujian universitas nasional berbasis komputer di kota Jakarta justru tak sengaja membuat hidupnya terlibat dalam one night stand bersama Gerald, pria dewasa yang membenci pernikahan dan trauma pada perempuan. *** Melihat respon Gerald yang malu-malu membuat Helena menganga. Serius? Yang pertama? Waduh! Dia juga merebutnya, dong. "Om, Om, mau saya nikahin? Saya juga mau tanggung jawab, kok," lirihnya menyesal. Gerald menatapnya bingung, Helena juga tak kalah bingung. Sebenarnya percakapan macam apa ini?
***
Suara burung berkicau dan bising klakson kendaraan di jalanan membuat tidur seorang perempuan muda terusik. Dia meringis dan menutupi kepalanya dengan bantal kemudian berusaha kembali terlelap namun terhalang oleh sesuatu. Perasaan aneh yang tiba-tiba menelusup masuk ke dalam benaknya. Membangunkan alarm bahaya dalam otaknya untuk segera terjaga. Dia melirik sesuatu, sebuah benda yang mirip sekali tangan sedang melingkar memeluknya dari belakang layaknya ular sanca melilit sang korban. Dahinya berkerut bingung. Matanya berkedip beberapa kali berusaha menormalkan cahaya yang masuk ke pupil matanya dan melotot detik setelah dia kaget karena menemukan ada tangan kekar dan berotot milik seseorang sedang memeluk perutnya. Akan tetapi dia mencoba berpikir positif, mungkin saja dia sedang berkhayal karena belum sepenuhnya bangun. Kepalanya juga terasa sakit jadi dia tidak mau memikirkan banyak hal pagi-pagi begini.
Dengan perlahan, perempuan muda berusia sembilan tahun itu menoleh ke belakang. Matanya menangkap hidung dan juga bagian sisi wajah seorang pria dewasa sedang tertidur dengan nyaman. Dia tertawa dalam hati karena tak menyangka pagi-pagi sudah berhalusinasi seperti ini. "Yah, memang imajinasiku terlalu tinggi namun ini cukup menakutkan. Bagaimana bisa lagi-lagi aku berkhayal bangun di tempat tidur bersama seorang pria? Ini memalukan sekali," ujarnya lucu.
Tangannya bergerak memegang tangan kekar itu namun tubuhnya seketika membatu seperti patung karena suhu panas yang menerpa kulit lehernya juga rasa nyata yang kini menguasai kesadarannya secara utuh. Dia tersenyum bodoh kemudian tertawa, tak lama kemudian berteriak histeris. "AKHHHH! APA YANG TERJADI PADAKU?! ANDA SIAPA, HAH? OM INI SIAPA? KENAPA BISA DI KAMAR SAYA? APA YANG OM LAKUKAN DI SINI?"
Helena Prameswari Handoko, itu nama perempuan muda yang kini sedang mengamuk. Dia memegang selimutnya yang memegangi tubuh polosnya erat-erat dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya beraksi memukuli sosok di sisinya dengan brutal. "OM! APA YANG OM LAKUKAN DI SINI?! BAGAIMANA BISA OM MELAKUKAN INI PADA SAYA? SAYA MASIH MUDA OM! UMUR SAYA BAHKAN BELUM MENGINJAK KEPALA DUA DAN OM SUDAH MELAKUKAN HAL SEPERTI INI PADA SAYA?!" teriaknya histeris.
"Saya tidak terima! Saya akan tuntut om atas dasar penganiayaan dan pelecehan! Saya tidak menyangka jika om akan melakukan hal seperti ini pada gadis manis seperti saya. Apa yang sudah om lakukan," rengek Helena sambil menangis sesenggukan.
Sementara sang korban yang di pukuli Helena terserang pusing yang luar biasa akibat di bangunkan secara mendadak oleh Helena. Dia meringis dan memegangi kepalanya. "Akh, kepalaku sakit sekali!" rintihnya merasakan kepalanya berdenyut kesakitan.
"Om! Om dengar 'kan apa yang saya bilang? Kenapa om diam saja, hah? Apa yang sudah om lakukan sama saya tuh jahat, Om! Bisa-bisanya Om, bisa-bisanya ... Huaaa," raung Helena semakin histeris.
Gerald Elliot Ferdiansyah, pria yang baru saja tersadar sepenuhnya dari rasa sakit juga linglung memiringkan kepalanya bingung. Dia melihat Helena yang menangis sesenggukan sambil menutupi wajahnya dengan keheranan. Apa yang dilakukan orang ini di kamarnya? Dia menoleh ke sekelilingnya dan memeluk sendiri dengan mata melotot. "HUAAA! APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN, BOCAH?! KENAPA SAYA BISA DI SINI!!!" jeritnya dengan suara berat yang khas.
Helena membuka tangannya yang menutupi wajahnya, menunjukkan mimik wajahnya yang sendu dan muram. "Saya yang harusnya nanya kaya gitu, Om! Apa yang udah om lakuin ke saya? Kenapa bisa om lakuin hal ini sama saya?" ujarnya dengan sedih. "Saya masih muda, Om. Saya berniat menjaga kesucian saya untuk suami saya. Tapi apa yang terjadi sekarang? Apa yang harus saya lakuin, Om?" ratap Helena panik dan juga sedih bercampur menjadi satu. Dia tidak bisa menjelaskan perasaan saat ini. Dia hanya ingin menangis dan menangis. Dia ingin berkeluh kesah dan meratapi nasibnya.
Gerald tertegun. Dia menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Aku yang melakukannya?" gumamnya bingung. Dia menatap wajah menyedihkan Helena dan memperhatikannya dengan teliti, tak lama kemudian matanya sontak mendelik. "Astaga! Bocah! Itu kamu, bodoh! Kamu yang menyeret saya ke sini! Saya bahkan tidak tahu siapa kamu! Kamu tiba-tiba memasukkan alkohol ke dalam mulut saya dnehna paksa kemudian membawa saya pergi!" ujarnya lantang. Dia ingat wajah Helena. Walaupun saat ini wajah gadis ah tidak lagi, perempuan muda gila yang ada di depannya saat ini berbeda namun mana mungkin dia melupakan orang yang sudah membuatnya merusak prinsip yang dia pegang penuh sejak dulu! Perempuan dengan botol di tangannya!
Flashback
Di sebuah gedung bertingkat tinggi, di salah satu ruangan, tampak seorang pria sedang sibuk bekerja. Selang beberapa waktu kemudian dia yang bernama Gerald bergerak merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku di tempat duduknya. Dia melirik setumpuk dokumen yang masih harus dia kerjakan di atas meja dengan mata lelah. Gerald menyentuh kepalanya dan memijatnya sedikit guna mengurangi rasa nyeri yang sering sekali muncul setiap kali otaknya di peras untuk bekerja. Posisinya sebagai Chief Executive Officer atau CEO di perusahaan Nerose.
Nerose adalah perusahaan yang berkembang di bidang tekstil, pakaian jadi, dan juga makanan. Sudah banyak anak cabang perusahaan yahh tersebar di berbagai kota. Tanggung jawabnya yang besar inilah yang membuatnya harus bekerja ekstra keras demi kelangsungan hidup perusahaan juga para karyawan. Saat ini dia harus memikirkan strategi pemasaran ulang yang bagus untuk beberapa produk yang terhambat akibat kecacatan yang di lakukan karyawannya sendiri. Tetapi dia tidak bisa melepaskan produk itu karena biaya yang di keluarkan cukup banyak. Jika dia membuangnya dari daftar launching pasti para pemegang saham akan protes.
Bunyi pintu di ketuk membuat kepalanya mendongak. "Masuk!" serunya memberi izin untuk si pengunjung memasuki kantornya.
Seseorang muncul dengan wajah tengilnya yang khas, asisten pribadinya yaitu Reno Alexander. Orang bodoh yang suka mengganggunya dengan banyak hal namun sayangnya dia juga tanggap saat bekerja. Hal memusingkan lain yang membuatnya tidak bisa memecatnya.
"Hei, bos! Sudah hampir jam sembilan malam, apa anda tidak mau pulang? Anda rajin sekali. Pergi jam enam pagi pulang jam sembilan malam. Sangat-sangat rajin!" ujarnya sambil mengacungkan kedua jempolnya ke udara. "Anda adalah pekerja keras yang patut untuk di tiru!"
"Katakan saja maumu, Reno! Jangan basa-basi dan membuat kepalaku semakin sakit," desis Gerald jengkel.
Reno tersenyum. "Bukankah anda lagi memikirkan bagaimana untuk memasarkan produk pakaian tidur yang beberapa waktu lalu terhambat karena skandal dan juga keteledoran pegawai kita, huh?" ucap Reno kemudian.
"Kubilang katakan dengan jelas, Reno!"
"Baik-baik, Pak Bos. Kita buat saja menjadi pakaian busana dinas malam para istri?"
Gerald menatapnya tidak suka.
"Ayolah, Pak! Hanya itu satu-satunya cara untuk membuat produk itu terjual. Lagipula, ukurannya juga salah dan tidak pas, kenapa kita tidak sekalian buat jadi kecil saja?"
"Tapi tujuan kita untuk pakaian tidur anak-anak dan bukannya untuk wanita dewasa," sanggah Gerald masih tidak setuju akan pilihan Reno.
"Hei, Pak Bos. Coba bayangkan, jika kita akhirnya tidak menjual habis pakaian itu dan menghilangkan dana lima puluh juta, bukankah itu akan merugikan perusahaan?" tebak Reno dengan wajah horor. "Aku tidak mau mendengar rengekanmu karena pusing dengan pendapat para pemegang saham. Kakek dan nenek seperti mereka sangat merepotkan, bukan? Apalagi ocehan mereka yang membuat telinga kita sakit. Apa kau mau mendengarkan mereka seperti waktu itu?" kompor Reno lebih jauh.
Gerald diam, dia sedang membayangkan betapa buruk waktunya saat para orang tua yang merupakan para pemegang saham mengutuknya dan membuat kepalanya sakit mendengar omongan mereka yang luar biasa menyebalkan. Tubuhnya seketika bergidik ngeri. Oh, itu adalah hal terburuk dalam hidupnya! Saat itu dia gagal meluncurkan salah satu produk pakaian dalam karena bahan yang di pilih ternyata salah dan membuat rugi perusahaan. Oh, mengingat hal seperti itu membuatnya menelan ludah.
"Baiklah. Kau bisa membuat proposal pengajuan perubahan desain dan mengirimkannya padaku bukan? Kau yang meminta, kau pasti bisa mengatasinya," singgung Gerald yang seketika membuat Reno menganga. Astaga, tugasnya akan semakin bertambah!
Pasrah, Reno mengangguk. "Kalau begitu mari kita pergi ke klub terlebih dahulu sebelum kita mulai bekerja besok."
Gerald menatapnya dengan pandangan mengolok. Orang gila macam apa yang begadang di malam hari sebelum esoknya bekerja keras? Itu pasti orang yang tidak bisa menghargai waktu istirahat bagi tubuh padahal hal seperti ini sangat perlu! Istirahatlah ketika ada waktu dan jangan merongrong tubuh kita sampai kelelahan dan akhirnya jatuh sakit. Oh tidak, biaya berobat lebih mahal, teman!
"Apa otakmu sedang sakit, Reno?" tanya Gerald prihatin.
"Jangan mengejekku!" teriak Reno tanpa sadar.
Gerald seketika melihatnya dengan tatapan menghakimi. Hei-hei! Begini-begini dia ini bosnya. Bagaimana bisa dia berteriak padanya seperti itu? Memalukan!
Reno berdehem canggung. "Em, begini Pak Bos. Kita pasti akan bekerja keras sampai lembur selama beberapa hari ke depan untuk menyusun ulang pekerjaan ini dan kita mungkin juga harus menyiapkan mental jika tiba-tiba saja mereka menyerang kita dengan kalimat mereka."
Reno memberi jeda untuk bernapas. Dia membasahi lidahnya yang terasa kering dan kembali memulai pembicaraannya yang penting.
"Jadi, alangkah lebih baiknya kita membuat diri kita segar terlebih dahulu sehingga kita bisa bekerja dengan baik tanpa memikirkan apapun. Pak Bos tahu saya bagaimana 'kan? Saya tidak bisa bekerja dengan benar jika kepala saya penuh dengan godaan untuk pergi ke klub. Itu akan menghambat pekerjaanku dan Pak Bos juga terkena imbasnya. Bukankah lebih baik jika kita berjaga-jaga sebelum saya mengacau?" jelasnya panjang kali lebar.
Gerald mengernyit tidak paham akan logika aneh Reno, namun dia meyakini satu hal. "Kau sedang mengancamku, ya?" tudingnya geram.
Reno tergelak pelan. "Oho ... Tentu saja tidak, Pak Bos. Saya sedang mencoba mengajak Pak Bos menyegarkan pikiran. Kita terlalu lama di kantor dan itu membuat pusing. Kita harus bersenang-senang, anggap saja ini sebagai waktu istirahat kilat!" ujarnya kemudian.
Reno yang tidak tahu malu sementara Gerald yang mudah terbujuk akan omongan pria itu jika menyangkut istirahat. Benar juga kata Reno. Manusia bukan mesin yang bisa bekerja terus menerus. Baik dia maupun dirinya benar-benar butuh istirahat. Dipikir-pikir, dia juga sudah terlalu lama tidak keluar. Melihat wajah Gerald yang memikirkan permintaannya dengan serius membuat Reno menyeringai. Dia akan menang!
"Oke."
Yes! Aku menang! batin Reno berteriak kesenangan.
Akhirnya Reno dan Gerald pergi ke klub yang pria itu inginkan. Gerald duduk diam di depan bartender sementara Reno susah menghilang entah kemana. Mata Gerald merasa sakit akibat pancaran sinar lampu gemerlap dengan warna yang berbeda-beda beradu. Dia terkesiap kaget ketika mendadak seseorang duduk di pangkuannya kemudian membuka mulutnya dengan paksa dan menjejalkan botol berisi alkohol padanya. Gerald yang tak siap terpaksa meminumnya.
Ingatan terakhir yang dia ingat, Gerald sempoyongan menuruti Helena yang menyeretnya pergi.
Gerald menatap horor Helena yang masih sesenggukan. "ITU KAMU BOCAH! KAMU YANG MENYERET SAYA DENGAN PAKSA?!" teriaknya murka.