icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 5
Menyembunyikan Kenyataan
Jumlah Kata:1206    |    Dirilis Pada:18/06/2022

Suasana hujan, dingin, dan memikirkan perkataan ibunya membuat Rachel begitu ragu. Dia menyimpan foto USG nya rapat-rapat, agar tidak ada yang mengetahui sebelum dia mengatakannya kepada Jonathan sendiri.

Sambil menunggu Jonathan selesai membersihkan diri, Rachel menyiapkan makanan untuknya, memanaskan semur ayam dicampur kentang serta susu coklat hangat sang suami.

Jonathan keluar dari kamar dengan pakaian tidur dan duduk di sebelah Rachel yang mengambilkan lauk makanannya. "Kamu sudah makan?" tanyanya pelan.

Rachel mengangguk. "Iya tadi sudah."

Tanpa banyak percakapan lagi Jonathan menghabiskan makanannya dan minum susu coklat yang disediakan Rachel.

"Hari ini melelahkan ya, Yah?" Rachel memijat lengan Jonathan yang dingin. Dia bertanya dengan suara lembut dan perhatian.

"Iya lumayan, tidak banyak orderan masuk tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari kita," jawab Jonathan pelan. Matanya melirik keadaan istrinya sedikit pucat. "Ada apa? Kamu sakit?"

Rachel menggeleng pelan. "Tidak, cuman nggak enak badan aja."

Jonathan mengganggu percaya dia mengeluarkan selembar uang merah dan memberikannya kepada Rachel. "Maaf ayah cuma bisa dapat segini hari ini … ini buat makan besok dan keperluan lainnya."

"Iya nggak papa, Yah. Ini sudah lebih dari cukup."

Melihat wajah Jonathan yang begitu lelah membuat Rachel tidak enak hati dan memilih bungkam. Tidak ingin membebankan sang suami yang sepertinya hari ini memiliki masalah, terlihat dari ekspresinya yang begitu gelap.

Diam-diam, Rachel menghela napas berat. Dia memiliki pengalaman, uang seratus ribu rupiah tidak cukup untuk besok. Di harus membeli susu ibu hamil, vitamin dan makanan yang cukup nutrisi, belum lagi kebutuhan rumah. Dia tidak memiliki banyak uang untuk itu semua.

***

Pagi hari seperti biasa, menyiapkan makanan sarapan untuk Jonathan yang akan berangkat bekerja. Telur mata sapi, nasi goreng, dan kopi, makanan sederhana yang tidak memerlukan banyak biaya. Mungkin, Jonathan sudah muak harus menelannya tersebut setiap hari tetapi dia tidak bisa berkata apapun.

Setelah memastikan Jonathan benar-benar berangkat bekerja, Rachel dan Allea segera pergi ke pasar dengan membawa uang lima puluh ribu rupiah. Dia memutuskan untuk membeli ikan lele lima belas ribu, sayur bayam satu ikat yaitu tiga ribu, telur ayam setengah kilogram seharga lima belas ribu, dan tempe tujuh ribu.

Sisa uangnya adalah sepuluh ribu, dia membelikan jajanan untuk Allea. Anaknya begitu penasaran dengan jajanan pasar, seperti cenil, kue putu, dan klepon yang memiliki bentuk aneh menurutnya.

Selain ahli merawat orang lain, Rachel juga pandai memasak. Dia menggoreng garing ikan lele, dipadukan dengan sayur bening bayam, dan tempe goreng. Cukup simpel dan mengenyangkan.

Saat ini sudah pukul dua belas siang, Rachel menyuapi Allea yang memakan sambil bermain.

"Dek tau nggak, kenapa tempat Bu Tuti ramai?" tanya Rachel bingung. Sebabnya rumah tetangganya sangat ramai oleh ibu-ibu dan teras rumahnya berceceran merah putih. Dia bertanya kepada Allea karena anaknya tadi bermain dengan anaknya Bu Tuti.

"Oh itu, katanya lagi jahit, Bun."

"Jahit? Baju?"

"Umbul-umbul."

"Hah?"

Katakanlah Rachel itu terlalu kota, dia tidak mengetahui apa itu yang dikatakan Allea membuat anaknya mengerucutkan bibirnya kecil.

"Itu loh bunda, yang digantungin di kayu warna-warni," jelas Allea ambigu.

Sebelah alis Rachel terangkat. "Warna-warni? Apa, Nak?"

"Tau deh!"

"Bendera?" gumam Rachel. "Bentuknya kotak, warna putih dan merah?"

"Nah iya, Bun!!"

Rachel mengangguk dia merasa ada kesempatan pun kembali berkata, "ya sudah, selesaikan makannya habis itu kita ke sana."

Tak butuh waktu lama Allea sudah kenyang begitu pula dengan Rachel. Mereka segera ke rumah tetangganya yang ramai oleh ibu-ibu.

"Assalamualaikum, Bu!" sapa Rachel dengan riang. Begitu sampai di sana Allea lantas bermain dengan anaknya Bu Tuti yang sepantaran dengannya. Sedangkan dia bergabung dengan ibu-ibu yang tengah mengukur kain. "Wah lagi buat apa nih, Bu?"

"Umbul-umbul, Dik."

"Dapat orderan banyak ya, Bu?"

"Iya nih, alhamdulilah."

Rachel tersenyum, dia berjalan mendekati Bu Tuti yang tengah menjumlah total pengeluaran pembelian kain. "Bu," panggilnya.

Bu Tuti menoleh. "Eh, ada Dik Rachel. Iya?"

"Saya bisa ikut join kah, Bu? Menjahit bendera," katanya pelan. Takut jika ditolak mentah-mentah oleh tetangganya itu. Mereka tidak terlalu dekat selama ini dan menyapa jika bertemu, itupun saat di pasar atau pengajian, sebab, Rachel jarang keluar rumah.

"Adik bisa menjahit kah?"

"Kalau jahit baju-baju bolong mah bisa, Bu."

Bu Tuti terkekeh kecil. "Ya udah, nanti kami ajarkan ya. Bayarannya dihitung berdasarkan hasil yang adik jahit. Minimal seratus biji itu mendapatkan seratus lima puluh ribu rupiah, kalau lebih tidak apa, kurang juga tidak apa. Bagaimana setuju?"

Rachel mengangguk senang. "Dua ratus pun saya bisa, Bu!"

"Semangat yang bagus. Nanti, Allea akan saya jaga ya di depan, biar dia bermain dengan Nina."

"Terimakasih, Bu."

Bu Tuti membawa Rachel masuk ke dalam ke ruangan yang khusus disediakan untuk menjahit. Terdapat lima belas musim jahit modern yang tersusun rapi dan sebagian sudah terisi.

"Wah, banyak sekali mesinnya?" Rachel berbinar-binar melihatnya, baru pertama kali dia melihat tempat seperti ini.

"Saya biasa mengambil orderan jumlah banyak seperti kaos untuk bazar atau kampanye pemilu," jawab Bu Tuti seraya mengenalkan Rachel dengan asistennya yang tengah menyortir kain. "Mbak, ini Dik Rachel mau ikut bergabung juga."

"Dik ini, Mbak Yuni, dia asisten saya yang memberikan job pada kami. Kamu nanti diajari olehnya ya," kata Bu Tuti. "Nah, kalau gitu saya pamit lagi ke depan."

Rachel mengangguk, dia bersalaman dengan Yuni yang disambut baik, mereka menuju salah satu mesin jahit yang kosong.

"Saya ajari ya, Dik."

Yuni memberikan tutorial cara menjahit bendera. Dia mengambil kain yang sudah diukur berwarna putih dan merah lalu menjahit kedua sisinya sampai mereka menyatu. "Nah, tugasmu begini saja, Dik. Nanti ada bagian yang mengobras. Masukkan hasilnya ke dalam keranjang ini, banyaknya semaumu, uang akan diberikan sesuai dengan kerja ya. Kalau mau selesai, bawa keranjang kepada saya biar hitung untuk pembayaranmu. Untuk jam kerjanya fleksibel, bisa sesuka hatimu. Satu jam, sampai sore, bahkan sampai nanti malam pun bisa."

Rachel mengangguk bahagia dan mulai mengerjakannya. Walaupun masih sedikit takut-takut tapi dia semakin terbiasa.

Dia akan melakukan ini secara diam-diam, tidak ingin memberitahu Jonathan mengenai ini sampai waktu tak terhingga. Tidak saat ini, mungkin nanti setelah dia mengumpulkan banyak uang untuk mempersiapkan kehamilannya dan kelahiran. Saat ini, Rachel tidak ada tanda-tanda gejala hamil seperti mual-mual, indera penciuman sensitif, dan malas gerak. Membuatnya bisa bergerak mencari uang.

Rachel sudah semakin ahli, dia menjahit dengan cepat dan rapi. Fokusnya tidak terbagi, sampai tak menyadari jika 3 jam sudah berlalu. Kalau saja Allea tidak memanggilnya, dia mungkin akan meneruskan pekerjaan.

Dan, Rachel melupakan keberadaan Allea. Dia panik, menghampirinya untuk bertanya mengenai keadaan perut anaknya, untung saja Bu Tuti memberikan cemilan untuk berbagi dengan Nina, anaknya.

Dia segera mengambil keranjang yang diberitahu Yuni lalu menghampiri asisten Bu Tuti tersebut. Wanita tua itu menghitung jumlah bendera yang sudah dijahit dan dia berhasil menjahit lebih dari seratus lima puluh bendera dalam waktu 3 jam.

Bu Tuti saja sampai terkejut, dia pikir Rachel tidak bisa begitu lancarnya dalam menjahit dan memberikan bonus dengan alasan Allea jajan serta sekantong keripik pisang.

Hari ini hasil mendapatkan uang dua ratus ribu rupiah yang langsung dia tabung. Dia menyembunyikan uangnya di dalam tungku penyimpanan beras. Tak lupa, sebelum itu dimasukkan ke dalam plastik agar tidak hilang. "Alhamdulillah, jangan sampai Jonathan tau."

Walau harus makan dengan sederhana, Rachel tidak keberatan. Selain berhemat, dia juga mengajarkan Allea untuk makan apa adanya dan selalu menekankan rasa rendah hati. Menurut ibunya, jika anak dibesarkan sejak kecil dengan tidak berlebihan, mereka akan memiliki rasa tanggungjawab dan tidak akan berprilaku macam-macam, seperti dirinya.

Tepat sekali, setelah dia selesai memandikan Allea, sang suami itu pulang. Rachel seperti tengah berselingkuh, takut ketahuan!

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Penuh Perjuangan2 Bab 2 Aku Hamil 3 Bab 3 Kisah Cinta4 Bab 4 Apa Sakit 5 Bab 5 Menyembunyikan Kenyataan6 Bab 6 Mual Muntah7 Bab 7 Butuh Ketabahan Hati8 Bab 8 Ada Kesempatan dan Ada Kesempitan9 Bab 9 Merindukan Kebiasaan Masa Lalu10 Bab 10 Tidak Menerima Anak Kedua11 Bab 11 Pilih yang Mana12 Bab 12 Teganya Dia13 Bab 13 Awal Penyesalan14 Bab 14 Menolak Pergi15 Bab 15 Hampir Kehilangan16 Bab 16 Keputusan Yang Salah17 Bab 17 Keyakinan Berubah18 Bab 18 Perpisahan19 Bab 19 Hampir Kehilangan20 Bab 20 Penderitaan Seorang Ibu21 Bab 21 Go Home22 Bab 22 Mediasi dan Keputusan23 Bab 23 Si Penolong24 Bab 24 Sampai Jumpa, Lea!25 Bab 25 Pengacara26 Bab 26 New Home27 Bab 27 New Life28 Bab 28 Denis Family29 Bab 29 Ide Gila30 Bab 30 Dinner Mate31 Bab 31 Tidak Sengaja Bertemu32 Bab 32 Carai Itu Apa 33 Bab 33 Rahasia yang Terungkap34 Bab 34 Kekalahan Pertama35 Bab 35 Penghinaan36 Bab 36 Serangann Balasan37 Bab 37 Pasrah Pada Kuasanya38 Bab 38 Makan Malam39 Bab 39 Luapan Emosi40 Bab 40 Mengapa Semua Orang Jahat 41 Bab 41 Diusir42 Bab 42 Tidak Punya Hati43 Bab 43 Selalu Disalahkan44 Bab 44 Mulai Hidup Yang Baru45 Bab 45 Sebuah Perjalanan46 Bab 46 Mulut Pedas Tetangga47 Bab 47 Kembali Bertemu48 Bab 48 Akankah Jadi Awal Kebahagiaan49 Bab 49 Menetapkan Hati50 Bab 50 Mengidam51 Bab 51 Ikatan Batin52 Bab 52 His Palsu53 Bab 53 Cemburu54 Bab 54 Pendarahan55 Bab 55 Mencari Bantuan56 Bab 56 Keadaan Genting57 Bab 57 Pilihan yang Sulit58 Bab 58 Kehidupan Baru59 Bab 59 Si Tampan Bayiku60 Bab 60 Mimpi Buruk61 Bab 61 Bertemu Kembali62 Bab 62 Mantan Pria Yang Pernah Kucinta63 Bab 63 Dia Telah Mati64 Bab 64 Peluang Rachel65 Bab 65 Penyelamatan66 Bab 66 Dimana Bayiku67 Bab 67 Tanda Terima Kasih68 Bab 68 Winner and Loser69 Bab 69 Rumah Masa Depan70 Bab 70 Awal Kehancuran Jon71 Bab 71 Kejutan Sederhana72 Bab 72 Ungkapan Cinta73 Bab 73 Kejutan Demi Kejutan74 Bab 74 Papa Denis75 Bab 75 Lampu Hijau!76 Bab 76 Kabar Buruk77 Bab 77 Hukuman Untuk Jon78 Bab 78 Kebahagiaan Untuk Rachel79 Bab 79 Bayi Besar80 Bab 80 Siapa Denis 81 Bab 81 Peringatan Untuk Nathalia82 Bab 82 Pembalasan Dari Rachel83 Bab 83 Melegakan Hati!84 Bab 84 Ciuman Panas di Dalam Mobil85 Bab 85 Restu Nenek!86 Bab 86 Hanya Prank!87 Bab 87 Kang Gombal88 Bab 88 Keperdulian Terhadap Arka89 Bab 89 Ini Anak Denis!90 Bab 90 Perjuangan Denis91 Bab 91 Karma Untuk Orang Jahat92 Bab 92 Pasangan Baru93 Bab 93 Karma Keluarga Jon94 Bab 94 Selalu Menyalahkan Rachel95 Bab 95 Untuk Rachel96 Bab 96 Jadi Insecure97 Bab 97 Jadi ratu98 Bab 98 Diratukan Pria Yang Tepat99 Bab 99 Dimabuk Asmara100 Bab 100 Lupa Waktu