Tangan Hangat Crazy Rich
Penulis:LianaAdrawi
GenreRomantis
Tangan Hangat Crazy Rich
Suasana hujan, dingin, dan memikirkan perkataan ibunya membuat Rachel begitu ragu. Dia menyimpan foto USG nya rapat-rapat, agar tidak ada yang mengetahui sebelum dia mengatakannya kepada Jonathan sendiri.
Sambil menunggu Jonathan selesai membersihkan diri, Rachel menyiapkan makanan untuknya, memanaskan semur ayam dicampur kentang serta susu coklat hangat sang suami.
Jonathan keluar dari kamar dengan pakaian tidur dan duduk di sebelah Rachel yang mengambilkan lauk makanannya. "Kamu sudah makan?" tanyanya pelan.
Rachel mengangguk. "Iya tadi sudah."
Tanpa banyak percakapan lagi Jonathan menghabiskan makanannya dan minum susu coklat yang disediakan Rachel.
"Hari ini melelahkan ya, Yah?" Rachel memijat lengan Jonathan yang dingin. Dia bertanya dengan suara lembut dan perhatian.
"Iya lumayan, tidak banyak orderan masuk tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari kita," jawab Jonathan pelan. Matanya melirik keadaan istrinya sedikit pucat. "Ada apa? Kamu sakit?"
Rachel menggeleng pelan. "Tidak, cuman nggak enak badan aja."
Jonathan mengganggu percaya dia mengeluarkan selembar uang merah dan memberikannya kepada Rachel. "Maaf ayah cuma bisa dapat segini hari ini … ini buat makan besok dan keperluan lainnya."
"Iya nggak papa, Yah. Ini sudah lebih dari cukup."
Melihat wajah Jonathan yang begitu lelah membuat Rachel tidak enak hati dan memilih bungkam. Tidak ingin membebankan sang suami yang sepertinya hari ini memiliki masalah, terlihat dari ekspresinya yang begitu gelap.
Diam-diam, Rachel menghela napas berat. Dia memiliki pengalaman, uang seratus ribu rupiah tidak cukup untuk besok. Di harus membeli susu ibu hamil, vitamin dan makanan yang cukup nutrisi, belum lagi kebutuhan rumah. Dia tidak memiliki banyak uang untuk itu semua.
***
Pagi hari seperti biasa, menyiapkan makanan sarapan untuk Jonathan yang akan berangkat bekerja. Telur mata sapi, nasi goreng, dan kopi, makanan sederhana yang tidak memerlukan banyak biaya. Mungkin, Jonathan sudah muak harus menelannya tersebut setiap hari tetapi dia tidak bisa berkata apapun.
Setelah memastikan Jonathan benar-benar berangkat bekerja, Rachel dan Allea segera pergi ke pasar dengan membawa uang lima puluh ribu rupiah. Dia memutuskan untuk membeli ikan lele lima belas ribu, sayur bayam satu ikat yaitu tiga ribu, telur ayam setengah kilogram seharga lima belas ribu, dan tempe tujuh ribu.
Sisa uangnya adalah sepuluh ribu, dia membelikan jajanan untuk Allea. Anaknya begitu penasaran dengan jajanan pasar, seperti cenil, kue putu, dan klepon yang memiliki bentuk aneh menurutnya.
Selain ahli merawat orang lain, Rachel juga pandai memasak. Dia menggoreng garing ikan lele, dipadukan dengan sayur bening bayam, dan tempe goreng. Cukup simpel dan mengenyangkan.
Saat ini sudah pukul dua belas siang, Rachel menyuapi Allea yang memakan sambil bermain.
"Dek tau nggak, kenapa tempat Bu Tuti ramai?" tanya Rachel bingung. Sebabnya rumah tetangganya sangat ramai oleh ibu-ibu dan teras rumahnya berceceran merah putih. Dia bertanya kepada Allea karena anaknya tadi bermain dengan anaknya Bu Tuti.
"Oh itu, katanya lagi jahit, Bun."
"Jahit? Baju?"
"Umbul-umbul."
"Hah?"
Katakanlah Rachel itu terlalu kota, dia tidak mengetahui apa itu yang dikatakan Allea membuat anaknya mengerucutkan bibirnya kecil.
"Itu loh bunda, yang digantungin di kayu warna-warni," jelas Allea ambigu.
Sebelah alis Rachel terangkat. "Warna-warni? Apa, Nak?"
"Tau deh!"
"Bendera?" gumam Rachel. "Bentuknya kotak, warna putih dan merah?"
"Nah iya, Bun!!"
Rachel mengangguk dia merasa ada kesempatan pun kembali berkata, "ya sudah, selesaikan makannya habis itu kita ke sana."
Tak butuh waktu lama Allea sudah kenyang begitu pula dengan Rachel. Mereka segera ke rumah tetangganya yang ramai oleh ibu-ibu.
"Assalamualaikum, Bu!" sapa Rachel dengan riang. Begitu sampai di sana Allea lantas bermain dengan anaknya Bu Tuti yang sepantaran dengannya. Sedangkan dia bergabung dengan ibu-ibu yang tengah mengukur kain. "Wah lagi buat apa nih, Bu?"
"Umbul-umbul, Dik."
"Dapat orderan banyak ya, Bu?"
"Iya nih, alhamdulilah."
Rachel tersenyum, dia berjalan mendekati Bu Tuti yang tengah menjumlah total pengeluaran pembelian kain. "Bu," panggilnya.
Bu Tuti menoleh. "Eh, ada Dik Rachel. Iya?"
"Saya bisa ikut join kah, Bu? Menjahit bendera," katanya pelan. Takut jika ditolak mentah-mentah oleh tetangganya itu. Mereka tidak terlalu dekat selama ini dan menyapa jika bertemu, itupun saat di pasar atau pengajian, sebab, Rachel jarang keluar rumah.
"Adik bisa menjahit kah?"
"Kalau jahit baju-baju bolong mah bisa, Bu."
Bu Tuti terkekeh kecil. "Ya udah, nanti kami ajarkan ya. Bayarannya dihitung berdasarkan hasil yang adik jahit. Minimal seratus biji itu mendapatkan seratus lima puluh ribu rupiah, kalau lebih tidak apa, kurang juga tidak apa. Bagaimana setuju?"
Rachel mengangguk senang. "Dua ratus pun saya bisa, Bu!"
"Semangat yang bagus. Nanti, Allea akan saya jaga ya di depan, biar dia bermain dengan Nina."
"Terimakasih, Bu."
Bu Tuti membawa Rachel masuk ke dalam ke ruangan yang khusus disediakan untuk menjahit. Terdapat lima belas musim jahit modern yang tersusun rapi dan sebagian sudah terisi.
"Wah, banyak sekali mesinnya?" Rachel berbinar-binar melihatnya, baru pertama kali dia melihat tempat seperti ini.
"Saya biasa mengambil orderan jumlah banyak seperti kaos untuk bazar atau kampanye pemilu," jawab Bu Tuti seraya mengenalkan Rachel dengan asistennya yang tengah menyortir kain. "Mbak, ini Dik Rachel mau ikut bergabung juga."
"Dik ini, Mbak Yuni, dia asisten saya yang memberikan job pada kami. Kamu nanti diajari olehnya ya," kata Bu Tuti. "Nah, kalau gitu saya pamit lagi ke depan."
Rachel mengangguk, dia bersalaman dengan Yuni yang disambut baik, mereka menuju salah satu mesin jahit yang kosong.
"Saya ajari ya, Dik."
Yuni memberikan tutorial cara menjahit bendera. Dia mengambil kain yang sudah diukur berwarna putih dan merah lalu menjahit kedua sisinya sampai mereka menyatu. "Nah, tugasmu begini saja, Dik. Nanti ada bagian yang mengobras. Masukkan hasilnya ke dalam keranjang ini, banyaknya semaumu, uang akan diberikan sesuai dengan kerja ya. Kalau mau selesai, bawa keranjang kepada saya biar hitung untuk pembayaranmu. Untuk jam kerjanya fleksibel, bisa sesuka hatimu. Satu jam, sampai sore, bahkan sampai nanti malam pun bisa."
Rachel mengangguk bahagia dan mulai mengerjakannya. Walaupun masih sedikit takut-takut tapi dia semakin terbiasa.
Dia akan melakukan ini secara diam-diam, tidak ingin memberitahu Jonathan mengenai ini sampai waktu tak terhingga. Tidak saat ini, mungkin nanti setelah dia mengumpulkan banyak uang untuk mempersiapkan kehamilannya dan kelahiran. Saat ini, Rachel tidak ada tanda-tanda gejala hamil seperti mual-mual, indera penciuman sensitif, dan malas gerak. Membuatnya bisa bergerak mencari uang.
Rachel sudah semakin ahli, dia menjahit dengan cepat dan rapi. Fokusnya tidak terbagi, sampai tak menyadari jika 3 jam sudah berlalu. Kalau saja Allea tidak memanggilnya, dia mungkin akan meneruskan pekerjaan.
Dan, Rachel melupakan keberadaan Allea. Dia panik, menghampirinya untuk bertanya mengenai keadaan perut anaknya, untung saja Bu Tuti memberikan cemilan untuk berbagi dengan Nina, anaknya.
Dia segera mengambil keranjang yang diberitahu Yuni lalu menghampiri asisten Bu Tuti tersebut. Wanita tua itu menghitung jumlah bendera yang sudah dijahit dan dia berhasil menjahit lebih dari seratus lima puluh bendera dalam waktu 3 jam.
Bu Tuti saja sampai terkejut, dia pikir Rachel tidak bisa begitu lancarnya dalam menjahit dan memberikan bonus dengan alasan Allea jajan serta sekantong keripik pisang.
Hari ini hasil mendapatkan uang dua ratus ribu rupiah yang langsung dia tabung. Dia menyembunyikan uangnya di dalam tungku penyimpanan beras. Tak lupa, sebelum itu dimasukkan ke dalam plastik agar tidak hilang. "Alhamdulillah, jangan sampai Jonathan tau."
Walau harus makan dengan sederhana, Rachel tidak keberatan. Selain berhemat, dia juga mengajarkan Allea untuk makan apa adanya dan selalu menekankan rasa rendah hati. Menurut ibunya, jika anak dibesarkan sejak kecil dengan tidak berlebihan, mereka akan memiliki rasa tanggungjawab dan tidak akan berprilaku macam-macam, seperti dirinya.
Tepat sekali, setelah dia selesai memandikan Allea, sang suami itu pulang. Rachel seperti tengah berselingkuh, takut ketahuan!