icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 2
Aku Hamil
Jumlah Kata:1194    |    Dirilis Pada:15/06/2022

Sembilan bulan yang lalu. Di ruang konsultasi bidan desa yang pintunya tertutup rapat, Rachel dengan gelisah berbaring di ranjang pemeriksaan. Rambutnya yang diikat setengah menyebar di bantal sedikit acak-acakan, kaos gombrong yang ia pakai disibak ke atas menunjukkan sebagian perutnya. Ruangan itu begitu sunyi sehingga hanya suara napas yang bisa terdengar. Rachel mengerutkan kening dengan tidak nyaman, wajah kecil kurus yang menunjukkan sedikit perasaan gugup. Ia menggigit bibir, pandangannya tidak sejenak pun berpaling dari bidan yang berdiri di sampingnya.

“Gimana Bu, apa hasilnya?” Rachel tak bisa tidak bertanya saat bidan mengoleskan gel dingin ke atas perutnya, karena ia benar-benar penasaran, ingin tahu hasilnya.

“Bu ya sabar, toh. Baru juga mau dilihat udah nanya hasilnya. Emangnya sulap apa?” Bidan Mirna menimpali dengan nada bercanda. Untung dia sabar menghadapi Rachel yang saat ini panik.

Ditegur begitu, Rachel hanya bisa nyengir dan merasa sedikit canggung. Habis ya namanya orang panik kan bikin rusuh.

“Kemarin pake testpack hasilnya gimana?” Bidan mengajukan pertanyaan untuk memastikan. Semua pemeriksaan tidak lengkap jika tanpa anamnesa yang lengkap.

“Garisnya dua, tapi yang satu samar hampir nggak kelihata gitu, Bu.” Rachel menjawab dalam satu kali tarikan napas. Dia berharap yang samar itu tak menjadi jelas dan dia kini tak dalam keadaan tengah mengandung.

Mata Bidan Mirna tidak beralih dari layar ketika dia kembali bertanya, “Tesnya berapa kali?” Jika hanya satu kali kan tidak cukup, butuh beberapa kali agar lebih pasti.

“Dua kali, Bu. Tadi pagi sama kemarin lusa.” Rachel mengingat-ingat, tapi yang lebih akurat itu jika tesnya dilakukan saat baru bangun tidur dan saat alat dicelupkan pada air kencing yang baru pertama kali keluar dari tubuh.

“Dua, duanya begitu? Samar juga ?” Bu bidan ini memandang Rachel seperti polisi yang tengah mengintrogasi penjahatnya saja.

Rachel mengangguk. “Iya, dua-duanya samar. Apa karena saya pake yang murah kali ya, Bu? Makanya hasilnya nggak jelas?” Sungguh pertanyaan yang bodoh. Kalau dalam keadaan gugup begini, mana bisa berpikiran jernih.

Rachel agak rendah hati waktu ia bilang pakai test pack murah. Habis mau bagaimana lagi, uang belanja yang diberi suaminya sehari lima puluh ribu. Setelah dipakai untuk beli beras, cabai, sayur, dan lauk paling banyak hanya tersisa sepuluh ribu. Dan itu jatah buat Alea, putrinya. Kalau beli alat test pack yang mahal, nanti dia tak punya uang untuk jajan anak pertamanya.

Umur Alea baru empat tahun, kalau lihat temannya beli ini itu dia mau juga. Ada teman mainnya jajan ciki, dia kepingin. Ada tukang cilok atau tukang ice cream langsung diberhentikan dengan teriakan cempreng. Dengan uang lima puluh ribu dari Jo, Rachel harus pandai-pandai mengatur menu untuk makan keluarga tiga kali sehari, belum untuk jajan anaknya. Karenanya, sewaktu Rachel sadar haidnya bulan ini belum datang, ia hanya mampu membeli test pack seharga tiga ribu di apotek sekitar tempat tinggalnya.

Entah kenapa hasil tesnya sepertinya kurang akurat. Dua garis yang samar membuatnya ragu-ragu, maka dari itu pagi tadi begitu sang suami berangkat dengan motornya untuk mencari nafkah sebagai ojek online, Rachel mengambil uang simpanan yang ia tabung dari sisa uang jajan Alea. Kemudian menitipkan Alea ke tetangga kontrakan supaya ia bisa bergegas pergi ke tempat praktik bidan paling dekat. Rachel sengaja memilih bidan, biarpun agak jauh dari rumah kontrakannya, tapi biaya periksa lebih murah. Fasilitas di sini juga lumayan lengkap, minimal ada alat USG.

Menanggapi pertanyaan Rachel, Bidan Mirna tersenyum dan menjawabnya dengan sabar, “Nggak juga ah, semua test pack sama aja. Hasil test pack bisa samar biasanya karena hormon hCG yang dihasilkan masih sangat rendah jadi belum bisa terdeteksi sepenuhnya. Nanti kalau usia kehamilan bertambah, hormon hCG dalam tubuh bumil meningkat, hasil test pack akan semakin jelas. Oh iya, hari pertama mens terakhirnya kapan?”

Rachel mengingat-ingat dengan ekspresi yang sangat serius, “Lupa, soalnya sering nggak teratur. Kayaknya antara tanggal 5 sampai 10 deh, Bu, lebih dari dua minggu. Kalau nggak salah pas imunisasi balita bulan lalu.”

Bidan melihat kalender kegiatan di atas meja, “Itu sih sudah mau sebulan, tapi nggak minum apa-apa kan? Kayak pil atau jamu terlambat datang bulan gitu?”

Rachel menggeleng. Sudah tiga minggu ternyata, bisa-bisanya dia lalai. Hatinya perlahan mulai diliputi perasaan cemas. Berbagai spekulasi berkecamuk dalam benaknya.

Aku takut hamil, pikir Rachel dengan gelisah dan gusar.

Bidan di sampingnya hanya memandang layar USG dengan serius, satu tangannya yang memegang alat pemindai menyusuri perut Rachel yang memiliki sedikit lipatan lemak.

Alis Bidan Mirna mengerut hampir menyatu dengan keningnya yang lebar, terurai dengan cepat. Disusul senyum muncul di wajahnya yang ayu keibuan. “Nah, kelihatan juga akhirnya.”

Rachel melihat layar yang dalam pandangannya sama, agak gelap. Firasatnya buruk. “Apanya yang muncul, Bu?”

“Kantung rahim. Lihat, nih, bulatan hitam dalam kantung rahim, artinya sudah ada calon bayi disana.”

Bidan mengatakan kepada pasien di sebelahnya apa yang telah dia amati, dia menoleh dan mendapati bahwa pasiennya sedang menatap dengan mata yang membulat. Rachel memegang tangan Bidan Mirna erat-erat, seolah-olah ia tidak percaya. Matanya yang bening semakin berkilau diselimuti genangan air mata. Bidan Mirna mengira itu adalah air mata bahagia.

“Ha-hamil? Jadi beneran saya hamil, Bu?” Wajah pucat Rachel Amanda semakin putih, seputih kertas.

Hasil ini memang sudah sesuai prediksinya, tapi tetap saja Rachel merasa tak siap dan juga takut. Memiliki bayi artinya bertambah tanggung jawab, bertambah pengeluaran. Paling ia khawatirkan itu reaksi suaminya nanti.

Berapa harga susu bayi paling murah sekarang? Belum popoknya, baju, imunisasi, obat-obatan, mainan, produk perawatan bayi, dan lain-lain. Semua mahal!

Dengan kondisi perekonomian mereka sekarang, rasanya tidak mungkin buat Rachel dan Jonathan menambah beban satu anak lagi. Jangan lupa biaya untuk Allea yang semakin besar semakin membengkak. Terus terang Rachel prihatin, mungkin karena gizi Alea tidak cukup, putri sulungnya tumbuh begitu mungil. Rachel bahkan kuat mengangkatnya dengan satu tangan. Di umur Alea yang masih kecil dan serba kekurangan, tak mungkin Alea sanggup punya adik lagi.

Bidan yang tidak tahu jalan pikiran Rachel dengan cepat mencetak gambar hasil USG, lalu mengangkat kelopak matanya untuk melihat Rachel yang masih termenung dengan wajah kacau. Dahi wanita itu kembali mengeriput. Ini adalah pertama kalinya ia bertemu pasien yang begitu muram dengan kehamilannya. Padahal setahu Bidan Mirna pasien di hadapannya ini punya suami, jadi apa yang harus ditakutkan?

“Iya, benar Mbak Rachel.” Bidan mengambil tiga lembar tisu, memberikannya kepada Rachel yang langsung digunakan oleh wanita itu buat membersihkan sisa gel dari perutnya. Sembari menunggu Rachel, bidan berjalan lagi ke mejanya. “Kondisi janinnya sehat, tapi tetap harus hati-hati lho. Jangan berhubungan dulu dengan suami sampai benar-benar kuat.”

Nasihat itu menimbulkan rona merah di wajahnya karena malu-malu. Bayangan Jonathan, suaminya yang memang terlalu bersemangat saat memberikan nafkah batin berkelebat sepintas di benak Rachel. Sesaat kemudian ia menyesali kebodohannya yang merasa selama ini baik-baik saja biarpun kadang memakai kontrasepsi atau kadang tidak saat berhubungan suami istri.

Tetapi punya satu bayi lagi? Benarkah dirinya dan Jo akan memiliki seorang bayi lagi.

Seolah tidak percaya, dia melihat kembali foto USG itu dengan cermat, dan baru lima kali setelah membaca setiap data dia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

Melihatnya terus terdiam, Bidan Mirna yang memeriksanya bertanya, “Kok malah bengong, Mbak Rachel? Harusnya senang dong dapat rejeki lagi.”

Bibir mungil Rachel ditarik membentuk senyum yang terlihat agak terpaksa. “I-iya, Bu.

Benar, anak ini adalah rejeki. Kenapa dia harus takut dengan rejeki yang dianugerahkan oleh Tuhan?

Sekarang yang harus dia pikirkan adalah cara bagaimana dia menyampaikan kejutan ini kepada Jonathan.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Penuh Perjuangan2 Bab 2 Aku Hamil 3 Bab 3 Kisah Cinta4 Bab 4 Apa Sakit 5 Bab 5 Menyembunyikan Kenyataan6 Bab 6 Mual Muntah7 Bab 7 Butuh Ketabahan Hati8 Bab 8 Ada Kesempatan dan Ada Kesempitan9 Bab 9 Merindukan Kebiasaan Masa Lalu10 Bab 10 Tidak Menerima Anak Kedua11 Bab 11 Pilih yang Mana12 Bab 12 Teganya Dia13 Bab 13 Awal Penyesalan14 Bab 14 Menolak Pergi15 Bab 15 Hampir Kehilangan16 Bab 16 Keputusan Yang Salah17 Bab 17 Keyakinan Berubah18 Bab 18 Perpisahan19 Bab 19 Hampir Kehilangan20 Bab 20 Penderitaan Seorang Ibu21 Bab 21 Go Home22 Bab 22 Mediasi dan Keputusan23 Bab 23 Si Penolong24 Bab 24 Sampai Jumpa, Lea!25 Bab 25 Pengacara26 Bab 26 New Home27 Bab 27 New Life28 Bab 28 Denis Family29 Bab 29 Ide Gila30 Bab 30 Dinner Mate31 Bab 31 Tidak Sengaja Bertemu32 Bab 32 Carai Itu Apa 33 Bab 33 Rahasia yang Terungkap34 Bab 34 Kekalahan Pertama35 Bab 35 Penghinaan36 Bab 36 Serangann Balasan37 Bab 37 Pasrah Pada Kuasanya38 Bab 38 Makan Malam39 Bab 39 Luapan Emosi40 Bab 40 Mengapa Semua Orang Jahat 41 Bab 41 Diusir42 Bab 42 Tidak Punya Hati43 Bab 43 Selalu Disalahkan44 Bab 44 Mulai Hidup Yang Baru45 Bab 45 Sebuah Perjalanan46 Bab 46 Mulut Pedas Tetangga47 Bab 47 Kembali Bertemu48 Bab 48 Akankah Jadi Awal Kebahagiaan49 Bab 49 Menetapkan Hati50 Bab 50 Mengidam51 Bab 51 Ikatan Batin52 Bab 52 His Palsu53 Bab 53 Cemburu54 Bab 54 Pendarahan55 Bab 55 Mencari Bantuan56 Bab 56 Keadaan Genting57 Bab 57 Pilihan yang Sulit58 Bab 58 Kehidupan Baru59 Bab 59 Si Tampan Bayiku60 Bab 60 Mimpi Buruk61 Bab 61 Bertemu Kembali62 Bab 62 Mantan Pria Yang Pernah Kucinta63 Bab 63 Dia Telah Mati64 Bab 64 Peluang Rachel65 Bab 65 Penyelamatan66 Bab 66 Dimana Bayiku67 Bab 67 Tanda Terima Kasih68 Bab 68 Winner and Loser69 Bab 69 Rumah Masa Depan70 Bab 70 Awal Kehancuran Jon71 Bab 71 Kejutan Sederhana72 Bab 72 Ungkapan Cinta73 Bab 73 Kejutan Demi Kejutan74 Bab 74 Papa Denis75 Bab 75 Lampu Hijau!76 Bab 76 Kabar Buruk77 Bab 77 Hukuman Untuk Jon78 Bab 78 Kebahagiaan Untuk Rachel79 Bab 79 Bayi Besar80 Bab 80 Siapa Denis 81 Bab 81 Peringatan Untuk Nathalia82 Bab 82 Pembalasan Dari Rachel83 Bab 83 Melegakan Hati!84 Bab 84 Ciuman Panas di Dalam Mobil85 Bab 85 Restu Nenek!86 Bab 86 Hanya Prank!87 Bab 87 Kang Gombal88 Bab 88 Keperdulian Terhadap Arka89 Bab 89 Ini Anak Denis!90 Bab 90 Perjuangan Denis91 Bab 91 Karma Untuk Orang Jahat92 Bab 92 Pasangan Baru93 Bab 93 Karma Keluarga Jon94 Bab 94 Selalu Menyalahkan Rachel95 Bab 95 Untuk Rachel96 Bab 96 Jadi Insecure97 Bab 97 Jadi ratu98 Bab 98 Diratukan Pria Yang Tepat99 Bab 99 Dimabuk Asmara100 Bab 100 Lupa Waktu