Tangan Hangat Crazy Rich
Penulis:LianaAdrawi
GenreRomantis
Tangan Hangat Crazy Rich
Pagi-pagi, setelah Rachel pergi menuju puskesmas yang berjarak tidak terlalu jauh, membuat Jonathan tak khawatir membiarkannya jalan sendirian. Allea masih tertidur pulas karena masih pagi-pagi buta.
Jonathan tengah duduk di depan rumah sambil minum teh hangat. Matanya menatap motor-motor lewat begitu ramai, ada yang bekerja, berangkat sekolah, dan juga mampir ke tetangga-tetangga.
Beberapa dari mereka menyapa Jonathan, dia dengan ramah membalas.
Pikirannya berkecamuk sejak kemarin. Dia begitu kacau dan merasa bersalah. Bukan karena tidak ada orderan melainkan dirinya tengah berbincang dengan Nathalia, ibunya. Wanita tua itu begitu histeris melihat pekerjaan Jonathan saat ini dan menangis hebat di pelukannya. Sebagai anak, hatinya ikut teriris-iris mendengar isakan itu walau dia begitu membencinya.
Dia tidak bisa menahan rasa rindunya terhadap ibunya. Mereka memutuskan untuk makan di sebuah restoran ternama dan saat itu juga, pikiran Jonathan hanya tertuju pada Allea. Dia merasa bersalah karena tengah menyantap hidangan yang lezat sedangkan anaknya tidak, entah makan apa dia di rumah.
Tapi, saat dia ingin menolak dengan alasan makan nanti, Nathalia sangat murka dan menyumpahi Rachel karena sudah menarik Jonathan di kehidupan yang penuh neraka ini. Tak segan-segan, dia berteriak nyaring. Untung saja mereka berada di privat room.
Jonathan hanya diam, dia tidak bisa membela istrinya di hadapan Nathalia. Yang dia lakukan adalah mendengarkan ceramah ibunya begitu merindukannya, begitupula dengan saudari-saudari dan ayahnya.
Saat Nathalia ingin menawarkan sebuah kesepakatan, Jonathan lebih dulu pamit pulang, dia tahu apa yang diinginkannya yaitu kepulangannya. Maka dari itu, Jonathan lebih baik pura-pura tidak pernah mendengarnya daripada kepikiran lagi.
Seharusnya dia bisa mengambil orderan lagi setelah pergi dari hadapan Nathalia, tetapi semangatnya sudah hancur dan perutnya selalu mual-mual tanpa henti membuat Jonathan beristirahat di basecamp ojek online.
Sebenarnya dia memegang beberapa ratus uang pemberian dari Nathalia tapi tidak bisa memberikan langsung kepada Rachel begitu saja, yang ada wanita itu akan bertanya-tanya dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini. Jonathan memutuskan untuk menyimpan.
Bisa dikatakan, Jonathan tidak terlalu menyesal memilih Rachel karena kehadiran Allea yang mengobati segala kesakitannya.
Namun, saat melihat pekerjaannya saat ini, ada sedikit rasa sakit, lelah dan menyerah yang selalu ingin dia katakan. Tetap Jonathan tidak bisa seperti itu. Dia memiliki sebuah tanggung jawab.
Jika dia pergi, bagaimana dengan Allea?
Bagaimana dia makan?
Apakah Allea merindukan ayahnya?
Dan, Jonatan tidak bisa membayangkan, saat ada tatapan dari anak-anak lain yang mengejek Allea karena tidak memiliki seorang ayah.
"Ayah?"
Jonathan menoleh mendengar panggilan itu. "Anak ayah sudah bangun."
"Iya, bunda mana, Yah?" Allea mendekat sembari mengusap-usap matanya yang masih terasa mengantuk.
"Bunda lagi berobat, Nak. Lea mau makan atau mandi dulu?" tawar Jonathan seraya berdiri.
"Mau mandi. Lea sudah besar Yah, jadi Lea mau mandi sendiri mumpung enggak ada bunda," seru Allea bahagia.
"Emang biasanya sama bunda?"
"Iya, soalnya bunda tuh nggak mau kalau Lea mandi sendiri, nanti takut jatuh."
"Lah jangan dong, berarti biar ayah mandikan ya."
"No, Ayah! Lea mau mandi sendiri." Tak ingin berdebat lagi Allea segera berlari menuju kamar mandi.
"Lea, ayah siapkan air hangat dulu," teriak Jonathan panik saat mendengar suara air mengalir.
"Nggak usah, yah, Lea mau mandi air dingin," balas Allea tak kalah nyaring.
Mendengar Allea sepertinya sudah mandi membuat Jonathan segera menyiapkan pakaiannya, dia juga menyeduh susu untuk anaknya dan nasi goreng serta telur ceplok mata sapi. Sedangkan Allea, dia mandi dengan cepat mengikuti ajaran Rachel saat memandikannya.
Dia memakai handuk melilit tubuhnya seperti kepompong, Allea berlari menuju tempat tidur dan mulai memakai pakaiannya tanpa disadari Jonathan. Padahal ayahnya ingin memakaikan baju Allea.
Setelah selesai Allea berjalan menghampiri Jonathan yang tengah menyusun di ruang tv. "Ayah!"
"Sudah selesai? Cepat banget sih, mandi bebek pasti," goda Jonathan jahil. "Sini ayah sisir rambutnya."
Allea duduk di hadapan Jonathan yang langsung merapikan rambutnya yang masih basah. "Nggak dong, Lea sudah sabunan dari atas sampai bawah."
Dengan telaten, Jonathan menyisirnya sampai tidak kusut dan menguncir dua seperti kuda.
"Selesai, yuk makan."
"Ayah sudah makan?" tanya Allea seraya menerima suapan sendok dari Jonathan.
"Sudah, sayang. Btw, kemarin ke mana aja, Dek? Main sama siapa? Bunda ditinggal dong," kata Jonathan penasaran.
"Kemarin Lea main sama Nina, Yah. Kalau bunda lagi jahit di tempat Bu Tuti."
Jonathan menatapnya bingung. "Maksudnya?"
"Iya ayah, bunda menjahit bendera di tempat Bu Tuti," jawab Allea dengan polosnya.
Gerakan tangan Jonatan terhenti, dia menatap Allea serius. "Apakah benar, Bunda bekerja di sana? Menjahit?"
"Iya, Yah. Dapat uang kok."
Seketika darah Jonathan mendidih, dia merasa tersinggung dengan tindakan Rachel. Namun sebisa mungkin Jonathan menahan emosinya di hadapan Allea yang sudah menatapnya sedikit ketakutan
"Ayah marah, ya?"
"Nggak, ayah cuman kaget aja kok."
Allea mengangguk, dia segera menyelesaikan makannya untuk pergi ke rumah Nina.
Jonathan mengepalkan kedua tangannya, dia menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan rasa emosi. Dia menaruh piring bekas makan ke dapur dengan sedikit dibanting.
Bersamaan dengan itu Rachel rumah sudah pulang. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Jonathan dingin.
"Yah, ini Bunda bawain obat—"
PRANG!
"Aaakhh!!" Tubuh Rachel bergetar saat Jonathan membanting gelas terbit tepat di depan kakinya. "Ayah!!"
Jonathan menghampiri Rachel dan membiarkan kakinya menginjak serpihan kaca, kedua tangannya mencengkram erat bahu wanita itu dengan mata melebar. "Kamu beneran kerja?" tanyanya bernada rendah.
Rachel menatap Jonathan dengan berkaca-kaca, dia diam saja
"Jadi benar, kamu beneran kerja, iya?" bentaknya lagi.
"A-ak—"
"JAWAB."
Tubuh Rachel mematung. "I-iya …."
"SIALAN, SURUH SIAPA KAMU BEKERJA?"
"Kenapa, Joe? Ada yang salah?! Aku bekerja karena—" Ucapan Rachel terhenti, dia tidak mampu memberitahukan semuanya.
"Karena apa? Apa!"
Napasnya tercekat. "A-aku …."
Tatapan mata Jonathan melunak melihat betapa pucatnya Rachel saat ini. Dia melepaskan tubuhnya lalu menjambak rambutnya sendiri. "Kamu sakit?" tanyanya pelan.
Rachel menarik napas dalam-dalam sampai tenang. Dia berkata, "aku hanya ingin menabung, Joe. Lagian, aku juga pandai menjahit, tidak ada salahnya kan menyalurkan hobi sekaligus mendapatkan bayaran?"
Jonathan menggelap, dia menggeleng kuat. "Enggak, aku gak suka kamu bekerja. Tidak ada kesempatan lainnya, diam saja di rumah, paham!"
Pembicaraan mereka terhenti saat suara langkah kaki memasuki rumah. Allea menatap kedua orangtuanya dari arah pintu.
"Ayah, bunda. Ada apa? Kata ibunya Nina, ada suara pecahan dari rumah … ayah kenapa?" tanya Allea seraya mendekat.
Jonathan seketika meringis kesakitan, dia menunduk dan melihat kakinya yang sudah mengeluarkan darah tanpa bisa sadari. Kakinya berdenyut-denyut kuat dengan darah semakin mengucur bervolume kecil.
Rachel membantunya untuk duduk di ruang tengah. "Allea, ambilkan kotak obat ya," ujarnya memerintah. Allea yang tahu di mana letaknya segera menurutinya.
Rachel menggulung celana dasar yang dipakai Jonathan sampai ke atas dengkul. Bukan hanya telapak kakinya yang tertancap pecahan gelas, tetapi betis suaminya juga terkena goresan sepanjang lima meter.
Di samping Jonathan, Allea tengah menangis tersedu-sedu. Dia tidak ingin menatap ke arah darah ayahnya yang membuatnya ketakutan. "Ayahhh, hiks! Hiks!"
Rachel tersenyum kecil. Dia dengan teliti membasuh luka goresan menggunakan alkohol swab agar tidak infeksi, setelah selesai dia memakaikannya betadine dan dibalut oleh kasa. Beralih ke tempat luka lainnya, untung saja di telapak kaki Jonathan tidak terlalu parah, dia segera mengambil pinset untuk mencabut serpihan kaca sehingga menimbulkan ringisan kecil dari bibir Jonathan.
Dan, Allea tidak ingin kalah. Dia juga berteriak, merasa kesakitan karena melihat ekspresi Jonathan.
"Sudah, tidak apa-apa, Lea. Ayah cuma tergores," ujar Jonathan menenangkan. Dia menepuk-nepuk pelan punggungnya.
Setelah selesai membalut luka Jonathan, Rachel segera membereskan pecahan gelas tersebut. Saat dirinya berbalik, tanpa bisa dicegah, air matanya turun dengan deras.
Dia menangis dalam diam tanpa ada yang menyadari.
Tuhan, kenapa kau memberikan cobaan begitu berat?