Jonathan menenangkan pikirannya di kosan Andrew. Pria itu harus pulang kampung, ibunya sakit. Setelah sehari dia di sana, banyak yang Jonathan pikirkan. Sore ini, rasa rindu pada Allea membuatnya memutuskan untuk segera pulang.

Tetapi sesampainya di rumah, dia mendapati sang buah hati tengah tertidur sendirian. Jonathan merasa bersalah saat melihatnya seperti ini.

"Sayang, maafkan ayah, ya? Ayah gagal menjadi seorang pahlawan di hidupmu dan hanya membawa penderitaan saja. Lea mau kan menerima ayah lagi?" tanyanya pelan seraya mengusap pelan kepala Allea yang tertidur pulas.

Jonathan mengecup lembut keningnya. "Ayah memang pengecut, melarikan diri dari kenyataan. Tapi, izinkan sekali ini saja ya, nak? Bisakah kita berpisah sementara waktu ini agar ayah dapat membawa begitu banyak makanan untukmu, hm?"

Saat air matanya menetes mengenai kelopak mata Allea, Jonathan terburu-buru mengusapnya lembut. Dia mengecup ringan pipi anaknya sebelum beranjak dari sana.

Tangannya tak sengaja menemukan selembar kertas dengan tulisan tangan Rachel di sana. Dia menarik napas lelah. Berniat menyusul Rachel. Tetapi, baru beberapa langkah keluar rumah, dia melihat pemandangan yang membuat hatinya panas.