"Wa'alaikumussalam, ada apa, Bu?" Rachel menyapa dengan tenang ketika menjawab telepon sang ibunda seraya mengelus-elus pelan punggung Allea yang tengah tertidur pulas, kebiasaan anaknya itu tidur nyaman dielus sang bunda.

"Ndak apa-apa, ibu rindu mendengar suaramu. Lagi apa sekarang, Nak? Cucu ibu sudah bobok?"

"Iya, ini lagi tidur di samping Lea."

"Ibu telat lagi nih teleponnya, hihi."

"Besok bisa Bu."

"Iya. Suamimu mana?"

Rachel terdiam, dia bingung ingin menjawab apa. Jika Allea bisa dikelabui karena masih kecil, apakah ibunya bisa?

"Nak?"

"E-eh, iya. Ayahnya Lea lagi ada borongan, Bu. Sudah dari kemarin keluar kota," cetus Rachel.

"Enggak pulang berarti?"

Rachel mengangguk walau ibunya tak melihat. "Iya, Bu. Enggak pulang."

Suara helaan napas terdengar kasar dari seberang sana.

"Beneran kerja?"

"Iya, Ibu. Benar," jawab Rachel yakin, dia memejamkan mata erat-erat. Menahan diri agar tidak bersuara apapun yang dapat membuat ibunya curiga.

"Ibu percaya. Kamu nggak papa?"

"Baik Bu?" Rachel berkata ragu.

"Ibu nggak enak hati, kepikiran kamu terus dari kemarin. Yakin baik-baik aja? Mau ibu ke sana?"

"Eh nggak usah Bu!" tolak Rachel segera. "Aku sehat wal afiat di sini, Allea dan Jonathan juga."

"Semoga, jangan sembunyikan apapun dari ibu."

"Pasti."