Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
"Sedang menguji kesabaranku, heh?"
Pria dengan setelan jas hitam tersebut, tersenyum miring. Berbanding terbalik dengan wajah dingin dengan rahang mengetatnya yang seolah siap membunuh seseorang. Jangan lupakan manik mata berwarna biru jernihnya yang selama ini berhasil memikat begitu banyak kaum hawa. Sialnya, kali ini netra tersebut menyorot kelewat tajam---seolah bakal berhasil melubangi tubuh siapa saja yang mampu ditatapnya.
Beberapa detik sebelumnya, dia menerima pesan dari sang Papa. Katanya dia harus menemani Evelyn---sepupunya, entah untuk urusan apalagi. Jika sampai menolak, bisa dipastikan pria tua yang 'bucin' berat pada istrinya tersebut akan mengacaukan harinya lebih banyak lagi.
"Tuan, sekretaris barunya sudah sampai." Arnold----Private Assistant-nya memberitahu.
Ares menoleh. Pria jangkung itu membuang napas sejenak sebelum kemudian mengangguk singkat.
"Suruh dia masuk! Kuharap kau mendapatkan orang yang tepat," perintah Ares datar. Manik biru jernihnya menyorot dingin dan penuh peringatan. Seolah jika Arnold melakukan satu kesalahan kecil saja, ia akan habis termakan.
"Saya jamin kinerjanya baik, Tuan. Dia lulusan Harvard dengan IP tertinggi di angkatannya. Dia juga punya pengalaman menjadi sekretaris di Anderson Group selama beberapa tahun terakhir," jelas Arnold begitu yakin.
Ares mengusap-usap dagunya sejenak. Terlihat berpikir. "Lalu ... kenapa dia berhenti? Apa dia dipecat karena melakukan kesalahan?" tanya pria bermanik biru jernih itu curiga.
"Sama sekali tidak, Tuan. Justru, Nona Alea adalah putri dari Nyonya Alexa Anderson. Katanya dia ingin bekerja di tempat lain dan berkembang dengan usahanya sendiri, bukan campur tangan Mamanya."
Well ... menarik.
Itu adalah satu kata yang terlintas di kepala Ares. Dia sendiri tahu seberapa besar Anderson Group. Meski perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan petrokimia itu berada di bawah Desmon Group---perusahaan yang saat ini dipimpinnya, tetap saja perusahaan yang dipimpin oleh Alexa Anderson tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Cepat suruh dia menemuiku! Setelah itu kau keluar saja, siapkan mobil. Sebentar lagi aku akan keluar," titah Ares yang dipatuhi Arnold dengan cepat.
"Tuan akan pergi merayakan ulang tahun Nyonya Azura?" tanya Arnold hati-hati sebelum berbalik pergi.
Tidak butuh waktu lama untuk mendapati mata elang pria itu menyorotnya tajam.
"Berhenti menyebut nama perempuan itu! Kepalamu masih berfungsi dengan baik sehingga mampu mengingat setiap laranganku, kan?"
Arnold tahu kalimat bernada rendah itu berarti ancaman. Maka dengan cepat pria itu segera keluar dan mempersilakan sekretaris baru yang masih menunggu di luar untuk memasuki ruangan sang atasan.
"Nona Alea, silakan masuk! Tuan Ares sudah menunggu di dalam," titah Arnold sopan yang diangguki perempuan berambut cokelat bercampur pirang itu cepat.
Derap langkah tenang dengan suara heels yang membentur lantai keramik ruangan, membuat Ares mengalihkan pandangan dari berkas di tangan ke kaki jenjang dan mulus di depannya. Begitu menemukan heels biru muda sejenis sepatu kaca yang berkilauan, Ares tersenyum sinis.
Biru muda. Warna kesukaan Mamanya. Oh, atau mungkin ... Mama Dareen?
"Selamat siang, Sir. Saya Alea Anderson."
Suara pertama yang keluar dari mulut sekretaris barunya, membuat Ares segera mendongakkan pandangan. Matanya mengintimidasi setiap bagian tubuh Alea membuat perempuan yang terbiasa tampil percaya diri itu sedikit gugup.
Rambut cokelat kepirang-pirangan. Poni rata yang menutup sebagian besar kening. Kulit putih bersih dengan rona merah di pipi yang Ares yakini tanpa polesan make up. Dan ... manik mata berwarna biru.
"Kau suka biru?" tanya Ares tiba-tiba.
Alea tidak tahu untuk apa Bosnya bertanya demikian. Tapi, yang ia tahu sekarang adalah menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Melihat anggukan santai Alea, Ares semakin menyeringai. Pria itu bangkit berdiri kemudian duduk lagi di sofa sudut ruangan dengan meja rendah di depannya.
Alea kontan berbalik dan berdiri menghadap pria itu kembali. Tanpa gentar. Lagipula, tidak ada alasan untuk merasa gugup dan takut untuk hal sekecil ini.
Sejak kecil, Mamanya sudah mengajarkannya untuk menjadi pemberani. Perempuan tidak ditakdirkan untuk bergantung pada seorang lelaki. Jadi, dunia kerja dan segala bentuk orang baru sudah bukan hal yang menyulitkan Alea untuk beradaptasi.
Alea dan Alfa---kakak kembarnya, memang dibentuk Alexa untuk jadi sesempurna ini.
"Jadi, Alea Anderson? Itu namamu?" tanya Ares memastikan sambil menaikkan kaki ke atas meja kaca rendah di depannya.
Matanya memandang tubuh Alea dari atas hingga bawah dengan tatapan meremehkan. Tapi, bukan Alea Anderson namanya jika tidak berani balas menatap tak kalah menantang.
"Yes, Sir."
"Okey, Alea Anderson. Mulai hari ini ... kau dipecat."
Apa tadi?
Alea bahkan belum mampu mencerna kalimat pria jangkung itu. Ares yang tidak tampak terpengaruh dengan wajah terperangah perempuan itu, memilih bangkit berdiri.