Tumbuh menjadi seorang anak yang broken home membuat billy memandang dunia seakan tidak adil terhadapnya sampai pandangannya berubah ketika bertemu seorang gadis SMA yang bersekolah dengannya
Biasanya bunda akan pulang ke rumah nenek di hari besar saja, aku masih bersyukur bisa bertemu bunda meskipun sekali dalam satu tahun. Dan tahun inipun bunda akan pulang, seperti biasa anak bunda dan suami barunya selalu ikut bersama. Sekarang rasanya begitu canggung ketika bertemu bunda, melihatnya menggendong michele adik tiriku membuatku tersadar, bahwa peranku sebagai anaknya sudah tergantikan olehnya.
Aku hanya mematung di pintu ruang tamu melihat kedatangan bunda dan keluarga barunya itu, nenek adalah orang pertama yang akan bunda sapa dan peluk, kemudian giliran adik-adik bunda, tante farah dan tante kinari, setelah itu baru aku.
"kamu baik-baik saja bukan" tanya bunda sambil mengusap-usap kepalaku.
"iya bunda" jawabku tersenyum.
Melihatnya sedekat inipun membuat perasaanku begitu tenang, merasa aman, merasa kalo aku akan baik-baik saja,seakan-akan aku siap menghadapi kerasnya dunia.
Seperti taun sebelumnya, tatapan ayah tiriku begitu tajam menatapku, seperti ingin membunuh atau memakanku hidup-hidup. Sorot matanya sedikit ada ketakutan, ketakutan kalo aku akan mengambil semua darinya. Tapi rasa takutnya tidak sejalan dengan kenyataan yang terlihat, anaknya atau adik tiriku michele mendapatkan perlakuan berbalik dari keluarga bunda, michele di sambut dengan hangat, diberi hadiah atau menyuguhkan makanan enak ketika menyambut kedatangan mereka. Michele masih berusia dua tahun kala itu, baunya wangi beserta badannya terlihat begitu bersih dan baju yang terlihat baru dipakainya hari itu.
Malam harinya aku masih terjaga dengan lamunanku, di saat semua orang tertidur aku mendengar pintu kamarku terbuka, aku menoleh kearah pintu dengan rasa penasaran. Itu bunda, dia cukup lama metapku sambil tersenyum, kemudian bergerak perlahan mendekatiku dan duduk dipinggir tempat tidur, tangannya mulai bergerak maju mengelus kepalaku.
"sekarang kamu begitu kurus yah nak" ucap bunda dengan raut wajah sedih.
"apa kamu makan dengan baik disini?" tanyanya.
"aku makan teratur kok bun, mungkin lagi masa pertumbuhan aja bun jadinya makananku ga jadi daging hihihi" jawabku menyeringai.
"ayah masih suka kirimin uang buat kamu kan?" tanya bunda lagi.
"masih lah bun, aku masih bisa sekolah sama jajan berkat uang pemberian ayah" jawabku.
"oyaaah, mmmhh memangnya kapan kamu terakhir ketemu ayah?" tanya bunda lagi.
"mungkin sekitar dua setengah tahun yang lalu bun" jawabku
"kamu ga kangen sama ayah?" tanya bunda lagi.
Aku hanya memandang bunda tanpa ekspresi, Bunda hanya tersenyum, sambil masih mengusap halus kepalaku. Malam itu aku bercerita banyak hal kepada bunda, entah tentang sekolahku atau kawan-kawanku. Bunda begitu memperhatikan setiap kata dari ceritaku sambil tetap mengusap kepalaku, perlahan aku mulai merasa ngantuk karna usapan bunda, tapi aku tetap mencoba menahan rasa kantukku, aku hanya takut tidak akan menemukan momen seperti ini lagi bersama bunda. Sampai aku benar-benar tertidur malam itu masih dengan usapan bunda di kepalaku, aku tidak tau berapa lama bunda ada di kamarku.
Ketika bangun aku menemukan beberapa lembar uang di meja kecil kamarku, aku yakin itu pasti pemberian bunda, dan secarik kertas bertuliskan alamat rumah, yang ku tahu setelahnya itu adalah alamat rumah ayah. Hari itu aku lihat bunda cukup sibuk mengurus adik tiriku, bunda seperti tidak ingin melepaskan pandangannya sedikitpun kepada michele. Selama disini bunda terlihat cuek padaku dan hanya sesekali bertegur sapa, seperti bunda sedang menjaga perasaan seseorang. Mungkin saat ini aku bukanlah priotas utama untuk bunda, tapi aku tau masih ada sedikit rasa sayang bunda terhadapku yang tidak ingin diketahui orang lain.
Sampai hari dimana bunda akan kembali ke rumah bersama keluarga barunya, aku hanya bisa melihat dari balik jendela kamarku, yang perlahan mobil yang bunda naikin mulai menjauh sampai tidak terlihat lagi. Rasanya begitu sepi sekarang, aku harap bisa bertemu bunda lagi secepatnya. Ingin rasanya aku memeluk bunda saat ini menceritakan tentang bagaimana rasa sepiku. Aku meringkuk diatas kasurku, "maafkan aku bunda,aku masihlah anak yang cengeng, mungkin kehidupan bunda akan lebih sempurna tanpa adanya aku".
Beberapa hari kemudian dengan berbekal kertas dan beberapa uang pemberian bunda aku memutuskan pergi ke alamat yang bunda beri malam itu. Dengan penuh harap aku memulai perjalananku ke tempat ayah, dari rumah nenek ke tempat tinggal ayah cukup memakan waktu, ketika aku hampir sampai dari kejauhan aku melihat seorang pria dengan tawa lepas yang pandangannya tertuju ke arah bawah. Pria yang biasanya aku panggil ayah, kemudia dia mengangkat seorang anak tinggi-tinggi, dari dalam rumah datang seorang wanita yang mungkin adalah istrinya membawa piring bayi.
Melihat kesahajaan mereka membuat langkahku begitu berat saat itu, seketika aku mulai ragu untuk bertemu ayah, mungkin kedatanganku akan merusak suasana mereka. Aku takut ayah akan menyuruhku pergi dan enggan menemuiku lagi karna berani menampakan diri dihadapan keluarga barunya, perasaan gundah yang terus membayangi pikiranku membuat langkahku terhenti sejenak. Tapi kerinduanku kepada ayah membuyarkan pikiran kotorku kepadanya, aku mulai mengumpulkan keberanian dan tekadku, dan terus melangkah maju mendekatinya.
"ayah" sapaku dari balik pagar rumah.
Ayah menoleh kearah suara yang memanggilnya, dengan raut wajah yang seakan tidak percaya. Ayah tertegun melihatku seakan sedang mengingat bahwa pernah ada seorang anak yang dia sayangi lebih dulu sebelum anak yang sedang digendongnya sekarang.
"billy" ucap ayah dengan rasa heran.
Tanpa sadar ayah menoleh kearah istrinya, mengetahui ada aku dari balik pagar rumahnya berdiri mematung, seakan ragu untuk membukakan pintu pagarnya untukku. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan istri ayah, dia menatap tajam kearahku, tatapan yang sama persis seperti ayah tiriku, TATAPAN YANG MENGINGINKANKU, HILANG.
Bab 1 TATAPAN YANG MENGINGINKANKU, HILANG
25/02/2025