Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sweet Divorce
5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Selama mereka menikah 5 tahun lamanya, Pravara Pranatha tidak pernah berkeinginan untuk mencintai suaminya, Pandu Laksamana. Pun dia pikir sebaliknya. Namun, entah kenapa ajuan cerai dari sang ibu mertua ditolak mentah-mentah oleh laki-laki Jawa itu. Prava bingung dan pada malam harinya, tiba-tiba Pandu berbicara kepadanya, "Ayo jalani rumah tangga ini bersama-sama!" Helow? lantas kemana saja dia 5 tahun ini. Kenapa baru sekarang di saat sang ibu mertua mengajukan gugatan cerai. Juga dia telah muak dengan pernikahannya.

Bab 1 1. Divorce Filing

Sebuah berkas dengan map coklat dilemparkan kepadanya.

"Segera tandatangani surat cerai ini dan tinggalkan Pandu. Minggu depan ibu akan kembali dan membantu Ryeya berkemas."

Sikap angkuh itu sama sekali tidak membuat dia gusar. Kaki kanannya tetap setia tertutup dengan senyum elegan, matanya yang polos menyoroti ibu mertuanya, "Kenapa ibu yang mengajukan gugatan ini? Seharusnya Mas Pandu sendiri yang memberikannya kepadaku. Secara, kami masih sah dihadapan hukum maupun agama."

Ibu mertuanya mendelik tidak terima. Dia menukikkan alisnya melihat perilaku tidak sopan dari menantunya ini. "Bukankah itu terserah Ibu? Jangan coba-coba kamu menggurui ibu, dasar wanita mandul!"

Senyumnya sama sekali tidak luntur, bahkan setelah mendengar makian dari ibu mertuanya. Wanita cantik malah sedikit terkekeh dan mengambil map coklat yang dilemparkan ke atas meja. "Aku akan bilang ke Mas Pandu akan hal ini, atau ibu yang bilang?"

"Dengar Pravara, jangan sesekali kamu menghasut Pandu untuk menarik gugatan ini. Biarkan dia bahagia! Dia tidak perlu hidup dengan wanita tidak berguna seperti kamu!" Ibu mertua beranjak dari duduk angkuhnya, yang langsung diikuti oleh seorang wanita muda di sampingnya.

"Ibu menyesal mengambil kamu menjadi menantu di keluarga kami. Kamu itu hanya bisa mengandalkan pembantu untuk urusan rumah tangga. Sudah tidak bisa bersih-bersih, tidak bisa masak, tidak becus merawat suami. Ditambah mandul, perempuan seperti kamu itu tidak pantas masuk keluarga besar kami!" teriaknya dengan emosi yang tiba-tiba saja meluap.

Pravara tidak tahu bagaimana dia harus bereaksi dengan amarah ibu mertuanya. "Ibu, tenang dulu, jangan seperti ini."

"Jangan seperti apanya? Kamu yang membuat ibu kehabisan kesabaran. Kamu yang tidak kunjung hamil, tapi semua orang yang akan dirugikan. Kamu harus tahu itu!" Ibu mertua dari Pravara menyibak rambutnya dengan gaya congkak. Sangat terlihat di wajahnya yang keriput akan kekesalan dan penghinaan.

"Baiklah, aku hanya akan memberikan dokumen cerai ini, setelah aku menandatanganinya dan menyerahkan pada Mas Pandu. Begitu, ibu?" Pravara menunduk melihat jam tangannya. "Atau ibu mau bertemu dengan Mas Pandu langsung? 10 menit lagi jam pulang kantornya, mungkin 20 menit lagi akan sampai di rumah, bagaimana?"

"Tidak. Ayo Ryera, kita pergi."

Rumah besarnya kembali sunyi. Pintu depan tertutup dengan kasar oleh ibu mertuanya, juga bersama dengan wanita yang akan menjadi istri baru suaminya kelak.

Pravara mendengus, "Cerai saja belum, sudah ada penggantinya. Hebat sekali Mas Pandu, langsung memiliki pengganti." Wanita itu menurunkan kakinya yang sejak tadi kaku, juga senyum palsunya.

Wajah cantik dengan mata coklat bening itu menatap lama pigura besar dihadapannya. Sebuah foto berukuran besar yang berisi dia dan suaminya, saat pernikahan mereka 5 tahun yang lalu.

Huh, Pravara tidak menyangka hubungan yang dia jalani dengan kosong ini bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tidak ada pertengkaran, karena mereka berdua jarang bertemu. Serta tidak ada kecemburuan, karena mereka tidak saling mencintai.

Pernikahan ini adalah pernikahan bisnis yang kedua orang tuanya lakukan. Umurnya waktu itu masih 23, baru lulus dari universitas besar di Jerman. Dia ditarik pulang dan langsung dinikahkan.

Pravara yang saat itu masih belia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan sebuah pernikahan. Yang ada dalam otaknya hanyalah, banyaknya rencana karir dan bersenang-senang teman-temannya.

Di saat dia sedang bingung memikirkan apa yang akan dilakukan dia setelah menikah nanti, tiba-tiba Pandu, laki-laki yang dijodohkan dengannya mengaku mencintai orang lain dan tidak tertarik dengan pernikahan ini.

Laki-laki itu hanya mencintai bisnis dan sesuatu yang teratur dengan baik. Pandu tidak menyukai sesuatu yang berantakan sekalipun hanya tentang ketidak kesengajaan. Dia seseorang yang cermat dan sangat berdedikasi dengan yang namanya asosiasi. Namun, dia bukanlah orang yang mudah tersenyum dan bersenang-senang dengan orang lain.

Pravara ingat sewaktu dia dan Pandu diberikan jatah bulan madu selama dua Minggu di Jerman. Laki-laki itu sama sekali tertarik untuk berkenalan dengan teman-temannya, sepanjang hari dia hanya sibuk dengan pekerjaan dan laptopnya.

Membiarkan wanita yang yang masih berstatus pengantin baru itu sendirian, berteman dengan hingar-bingar suasana malam dan kembali ke hotel saat pagi hari. Dan ajaibnya, Pandu tidak melarang ataupun memarahinya. Laki-laki yang lebih tua 5 tahun darinya itu hanya melewatinya dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari dan mengalami siklus yang sama, selama dua Minggu.

Dari situ, Pravara percaya jika pernikahan bisnis di atas bisnis itu benar adanya. Persetanan dengan temannya yang juga mengalami pernikahan bisnis, tetapi bisa berbahagia hingga mempunyai 3 anak. Apalah dia, yang selama 5 tahun dianggurkan begitu saja dan tidak tersentuh sama sekali.

Sekarang mertuanya yang dulunya selalu memuji dan membanggakan dirinya di hadapan semua orang, adalah yang menyodorkan surat perceraian bagi rumah tangganya. Hanya karena dia belum mempunyai seorang anak diusia pernikahan yang sudah lama. Bahkan melabeli dirinya dengan perkataan wanita mandul. Ingin sekali Pravara tertawa mendengarnya.

Sudah pukul 5 lebih 10 menit. Wanita itu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Malam ini kebetulan dia sudah ada dirumah dan kebetulan nya lagi, ibu mertuanya datang. Mungkin, dia bisa memasak dengan cepat, sebelum suaminya datang dari kantor.

Semuanya telah selesai dan tersaji di atas meja. Bau harumnya sangat menggoda selera, siapapun pasti tergiur dan secara tidak sadar menelan ludah dengan lapar. Pravara sedang mencuci tangannya, kala suara berat dari belakang hampir mengagetkannya.

"Pravara?"

"Kamu sudah pulang? " tanyanya basa-basi. Wanita itu mendekat dan mengambil tas kerja suaminya. "Aku akan menyiapkan air hangat, tunggu sebentar. Di sana sudah ada teh hijau, nanti aku panggil setelah semuanya siap."

Anggukan Pandu berikan, dia melepaskan jas dan dasi dari lehernya. Dengan gerakan cepat pula Pravara membantu dan membawanya ke dalam ruang cuci baju. Setelahnya dia naik ke atas dan masuk ke kamarnya.

Dia menyiapkan air panas dengan cepat, juga dengan piyama coklat di atas ranjang untuk suaminya. Masa bodo ibu mertuanya membicarakan tentang dia yang tidak bisa membersihkan rumah atau tidak merawat suaminya dengan baik. Itu hanya ucapan kecil untuk mempermudah hidupnya dan lepas dari bayang-bayang pernikahan kosong ini.

"Semuanya sudah siap." Pravara turun dari tangga dan menyampaikan pada sang suami yang tengah menikmati teh dengan cemilan yang ia beli tadi.

Pandu berdiri dari kursi makan dan berjalan menaiki tangga tanpa melirik Pravara sedikitpun. Mungkin itu hal yang biasa, tetapi bagi Pravara dia masih belum bisa terbiasa.

Menghadapi sikap acuh, dingin tak tersentuh suaminya. Selalu sesak bila satu atap dengannya dan di dalam ruang lingkup yang sama. Pravara selalu menertawakan dirinya yang sok baik dan perhatian pada Pandu. Walau nyatanya dia muak dan merasa terhimpit saat melakukan semuanya.

Tapi kali ini dia sudah menemukan satu hal yang akan membuat dia bebas. Yaitu ajuan gugatan cerai dari sang ibu mertua.

"Aku pikir Mas Pandu telah diberitahu ibu tentang hal ini. Jadi belum, ya?" Pravara menatap suaminya yang bereaksi, setelah dia memberitahu tentang surat perceraian.

Makanan telah habis tak tersisa seperti biasa. Pandu dengan santai melahapnya dan menyenangkan Pravara karena makannya tidak terbuang. Namun, tiba saat dia menyodorkan berkas perceraian pada laki-laki itu, bau tidak enak seketika mengebul.

Pravara bisa melihat alis tampan itu menukik dengan tajam. "Kapan ibu kemari?"

"Tadi, jam 4."

"Kenapa beliau tidak bilang pada saya? Apa maksudnya dengan surat perceraian ini?" Pandu menatap penuh amarah kertas di genggamannya. "Ini pernikahan kita, dan saya kepala keluarga di sini. Jadi, tidak ada yang berhak mengirimkan surat perceraian seperti ini."

Entah kenapa keberanian yang semula Pravara adakan, hilang seketika. Dia bahkan tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat wajah merah milik suaminya.

"Tidak ada yang perceraian dan tidak akan pernah ada." Pandu berkata dengan tegas.

Perkataan mutlak itu membuat Pravara terpaku ditempatnya. Apa katanya? Tidak ada perceraian? Lalu rumah tangga kosong ini mau dibawa kemana? Pravara perlahan melihat pada wajah tampan yang telah menjadi suaminya selama 5 tahun ini. "Lalu, apa yang kamu inginkan dalam pernikahan ini?"

Pertanyaan berani itu membuat Pandu melihat intens pada sang istri yang da di seberang. "Apa maksud kamu, Pravara?"

"Maksudnya," dia menelan ludahnya susah payah. "... Pernikahan ini sudah tidak bisa diselamatkan, kenapa harus dipertahankan?"

Pandu semakin menatap sang istri dengan kemarahan yang terlihat dari matanya. "Apa maksudmu sebenarnya, Pravara? Kita baik-baik saja dan akan seperti itu."

"Ibu menyebutku mandul di hadapan wanita yang akan ibu jodohkan dengan kamu. Dia juga memakiku dengan kata-kata kasar dan merendahkan harga diriku sebagai seorang istri." Pravara membuka mulutnya susah payah. Dia mencoba berani menatap suaminya.

Pandu mengeraskan rahangnya. Dia memijit dahinya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Pravara.

"Kita bahkan tidak saling berhubungan seperti kebanyakan pasangan suami istri. Bukankah kamu mencintai wanita lain? Kejar dia dan ceraikan aku."

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku